Happy Reading
Sejak pagi Awan langsung terjun ke plant untuk mengawasi troubleshooting pada sebuah mesin produksi. Kerusakan yang terjadi cukup fatal sehingga menyebabkan kegiatan produksi harus dihentikan sejak pagi tadi. Belasan teknisi mekanikal sudah dikerahkan untuk melakukan pembongkaran dan pengecekan mendetail pada mesin itu, bahkan beberapa teknisi yang sebenarnya bertugas di plant lain juga ikut dikerahkan untuk membantu saking seriusnya masalah yang terjadi. Issue kerusakan tersebut juga sampai ke telinga manajemen yang akhirnya terus-menerus menelfon Awan dan meminta kepastian kapan trouble bisa teratasi.
Sekitar tiga meter dari mesin, Awan berdiri mengawasi, didampingi beberapa orang supervisor terkait. Pandangan mereka terpaku pada setiap teknisi yang tampak sibuk melakukan pengecekan detail di setiap bagian. Sesekali beberapa dari teknisi itu mendatangi supervisornya untuk melaporkan temuan dan meminta saran apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Dari semua orang yang sedang mengawasi troubleshooting itu, Awan lah yang sama sekali tak menoleh sedikitpun. Tapi sekalipun tatapannya terpaku ke arah mesin, semua orang sebenarnya bisa melihat pandangan pria itu kosong. Rekan di sebelahnya juga dengan mudah menebak, jauh di dalam kepalanya, Awan tidak sedang memikirkan troubleshooting-nya yang semakin dikejar waktu. Akhir-akhir ini memang Awan seakan menjadi orang lain. Ia tak banyak bicara, menghindari interaksi dengan rekan-rekannya, bahkan sering melamun saat meeting.
Sudah lewat tiga bulan sejak Mawar pergi meninggalkannya, selama itu juga Awan merasa begitu tersiksa. Bahkan bukan hanya Mawar, keluarganya masih bersifat sama. Ayah masih tak mau mengangkat telfonnya, Kanaya dan Saka selalu menghindar saat ingin ditemui, hanya ibunya yang sesekali menghubungi Awan dan menyemangatinya.
Setiap malam sejak kepergian Mawar, Awan sengaja membawa mobilnya melintasi jalanan tanpa tujuan. Ia sangat berharap bisa tak sengaja berpapasan dengan Mawar di jalan. Sering kali Awan juga duduk di depan minimarket selama beberapa jam sambil memandangi jalanan, tujuannya sama. Semua itu sampai dilakukannya karena Ia sudah tidak tau lagi harus mencari istrinya kemana. Awan sudah mendatangi rumah Abah, tapi kedua mertuanya mengamuk, menyalahkan Awan sebagai penyebab perginya Mawar. Mereka juga tak mendapatkan kabar dari Mawar.
"Ini kelihatannya memang perlu ganti keseluruhan, Pak. Kami cek, gearbox-nya juga aus cukup parah," lapor Pak Ranto, seorang supervisor, meneruskan temuan salah satu teknisinya tadi.
"Pak Awan?" panggil seseorang yang lain sambil menepuk bahu atasannya yang kelihatan kalau sejak tadi melamun.
"Ah, iya! Gimana? Aus, ya? Iya ganti saja, kita ada spare kan?" tanya Awan yang baru sadar dari lamunannya.
"Ganti apanya, Pak?" Supervisor tadi balik bertanya, Ia tidak mau ambil resiko karena salah menangkap perintah yang atasannya berikan.
"Gearbox-nya, kan?"
Dari jawaban itu, tambah kelihatan kalau Awan tak begitu menyimak sejak tadi. Matanya selalu tertuju pada mesin, tapi pikirannya kemana-mana.
"Gearboxnya memang aus, Pak, tapi masalahnya bukan cuma itu saja. Jadi kita perlu ganti keseluruhan mesinnya," jelas pria berusia 40 tahunan itu, mengulangi apa yang sebenarnya sudah dilaporkannya sebelumnya.
Awan manggut-manggut mengerti.
"Ganti saja. Kalian butuh waktu berapa lama dari sekarang untuk penggantiannya? Empat jam cukup?"
"Paling tidak satu shift, Pak."
"Delapan jam?"
Pak Ranto mengangguk ragu. "Anak-anak belum istirahat juga, Pak. Jadi setelah ini biar mereka mulai siapkan penggantiannya sambil istirahat bergantian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...