"Dari mana, Mas?" tanya Mawar yang tengah duduk di tepi tempat tidur, menghadap pintu yang otomatis akan langsung adu tatap dengan Awan yang baru saja pulang di tengah malam.
"Rumah Abah, Rendra demam," balas Awan sambil menghampiri Mawar lalu duduk tepat di sebelahnya.
"Rendra demam? Sekarang gimana keadaanya?"
"Udah baikan, tadi aku sempet bawa dia ke klinik dulu."
"Kamu kenapa gak kabarin aku sih, Mas? Kan aku bisa ikut. Aku pengen ketemu Rendra juga."
Awan meraih pundak Mawar agar mendekat ke arahnya. Diciumnya pucuk kepalanya yang masih segar wangi di tengah malam seperti ini.
"Rendra udah baikan kok tadi, kapan-kapan kita kesana ya."
"Minggu ini ya, Mas."
Awan tak memberi jawaban pasti, hanya tersenyum sekilas. Ia tak yakin akan membawa Mawar bertemu Melati dalam waktu dekat. Teringat apa yang dilakukan wanita itu tadi membuat Awan merasa perlu untuk menjaga jarak.
"Oh iya, tadi Kanaya nelfon?"
Mawar mengangguk, "dia nyariin kamu, kayaknya lagi kesel banget, emangnya ada apa?"
"Gak ada apa-apa. Emang biasa lah Kanaya suka gitu."
"Oh. Ya udah lah, Mas. Kamu mandi sana, kan besok kerja."
Awan belum mau beranjak, Ia masih setia menatap Mawar dengan senyum penuh syukur.
Bahkan setelah pulang telat tengah malam, Mawar sama sekali tak menyalahkan Awan. Ia masih saja dengan sabar menunggu tanpa banyak curiga. Kalau saja Mawar mau melihat lebih jeli di balik kemeja yang suaminya kenakan, beberapa titik kemerahan disana mungkin akan membuat suasana malam ini berbeda.
"Tadi Kanaya gak bilang yang aneh-aneh, kan?" tanya Awan lagi, Ia khawatir adiknya itu sudah bicara tentang rahasianya.
Mawar menggeleng, "ada apa sih, Mas? Kamu berantem sama Kanaya?"
"Nggak. Tadi Kanaya nyuruh aku bicara sama kamu masalah pertemuan pertama kita di SMA dulu."
"Oh itu..." gantung Mawar, lalu tersenyum sendiri.
"Kenapa?"
"Sebelum kita nikah dulu, aku ceritain semuanya ke Kanaya, Mas."
"Semuanya, maksudnya?"
"Ya aku ceritain tentang pertemuan pertama kita dulu, terus kita janji buat ketemu lagi, eh kamunya malah gak dateng. Aku juga ceritain ke Kanaya tentang momen-momen ajaib yang bikin kita ketemu lagi. Kanaya heboh banget waktu itu responnya, dia sampai ngatain aku bucin."
Awan mematung mendengarkan penjelasan istrinya. Ada yang berbeda sepertinya.
"Itu semua berkesan buat aku, Mas. Kita cuma ketemu sebentar waktu itu dan kamu berhasil bikin aku selama belasan tahun gak berhenti berharap kalau kamu akan kembali. Mungkin itu gak berkesan sama sekali buat kamu. Buktinya kamu sama sekali gak ngenalin aku waktu kita ketemu lagi. Terus waktu aku nunjukin beberapa kenangan yang aku simpan di rumah Abah waktu itu, kamu juga sama sekali gak nunjukin kalau kamu senang. Tapi ya sudah lah, gak masalah. Toh akhirnya kita tetep ditakdirkan bersama, kan? Aku cukup bersyukur kok dengan ini."
Mawar berhenti memandangi plafon temaram kamarnya dan beralih memandang pria yang mematung di hadapannya.
"Kenapa kamu diem aja, Mas?"
Awan menggenggam kedua tangan Mawar lalu mengecupnya bergantian.
"Mawar, sayang, ceritain semua itu versi kamu. Kayaknya ada hal kecil yang bikin semuanya jadi beda di ingatanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...