RAKHESHA B2 - 23

278 28 4
                                    

Malam harinya, Zilan duduk sendirian di teras depan posko. Dia duduk sembari melamun dan melihat bintang-bintang diatas langit. Kesha sudah pergi sejak sore, dia kembali ke Jakarta. Raven yang melihat sahabatnya duduk termenung sendirian pun menghampirinya.

"Woy, kesambet Lo kalo ngelamun" Raven menepuk pelan pundak Zilan.

"Mikirin apa sih? Soal tadi?" Zilan menggeleng pelan.

"Terus?" Zilan menghela nafasnya pelan.

"Ven, wajar gak si kalo gua posesif sama cewe gua sendiri?" Raven mengangguk.

"Wajar kok, gua kalo jadi Lo juga bakal posesif kali punya cewe modelan kek cewe lo" Zilan tampak diam.

"Gua takut lama-lama kak Kesha risih sama sikap gua, gua juga selalu insecure tahu selama jadi pacarnya sampe sekarang gua udah jadi tunangannya pun gua masih tetep insecure kalo di samping dia" Raven mengerutkan keningnya.

"Apanya yang mau di insecure in coba? Wajah Lo ganteng, otak Lo Mayan pinter, sifat Lo green flag abis. Lo insecure dibagian mana njir?"

"Ya gua ngerasa insecure aja, gua gak pede, kak Kesha punya segalanya harta, kepintaran, cantik apalagi sifatnya yang sabar banget ngadepin sifat gua. Dia juga gak pernah ngeluh sama sifat kekanak-kanakan gua, keegoisan gua, dia gak pernah keberatan soal itu. Itu yang bikin gua insecure parah, gua banyak minusnya" Raven mengangguk-anggukan kepalanya.

"Intinya Lo cuman takut kan kalo misal suatu saat cewe Lo nemuin orang yang lebih perfect dari Lo?" Zilan mengangguk lemah. Raven tersenyum.

"Udah Lo gak usah deh pikirin hal jelek macem-macem di dalam otak Lo, yang penting kan cewe Lo cinta mati sama Lo mau Lo kek drakula kek, kek macan kek, selama cewe Lo gak peduli ya its okay menurut gua"

Saat mereka berdua hendak berbincang lagi, mereka mendengar suara gaduh dari dalam posko. Mereka pun memutuskan masuk kedalam.

"Heh ada apa sih? Ributnya kedengeran banget sampe depan?" Sewot Raven.

"Tuh liat tuh si cewe pikmi itu, masa dia bawa alat printer gak mau di pinjemin ke anak-anak? Mana bawa kasur Segede gaban, udah tau tempatnya sempit. Masih mending kalo mau dibagi buat tidur yg lain, nah ini dia gak mau!" cerocos Bella.

"Makanya modal ege, modal kasur bulu aja banyak cincong Lo!" Ketus Livy.

"Heh! Mulut Lo minta di slepet ya!!" Bella hendak maju mencakar Livy namun dicegah oleh Zahra. Livy pun hendak maju namun dicekal oleh Aluna.

"Udah deh gak usah berantem" kata Aluna.

"Iya woy kek anak kecil aja berantem" celetuk Willy.

"Udah gak usah berantem, masalah printer santuy aja Zilan bawa kok printer mini kalian gak perlu pinjem ke Livy kalo Livy gak mau minjemin" jelas Raven.

"Najis gua satu kelompok sama Lo!" Bella pergi darisana disusul Zahra dan Saskia.

Aluna melirik kearah Zilan yang hanya diam saja dan pergi masuk ke dalam kamar khusus laki-laki.

Malam semakin larut, udara pun semakin dingin ditambah hujan deras yang turun di malam ini.

"Buangkeee dingin banget anjisss, mana ujan lagi" gerutu Nolan. Dia menaikkan selimut sampai menutupi seluruh badannya.

"Iya anjir, gua udah pake kaos lengan panjang pake jaket pake selimut juga masih tembus ini dinginnya" timpal Willy, dia bahkan bisa melihat uap yang keluar dari mulutnya saat dia berbicara.

"Ngopi enak nih keknya" celetuk Dimas. Semua anak-anak disana melirik kearah Dimas.

"Boleh tuh boleh" seru anak-anak.

Dimas pergi keluar dibantu oleh Rafly untuk menyiapkan beberapa kopi untuk teman-temannya.

"Heh, kalian berdua mau kopi kagak?" Tawar Rafly kepada Raven dan Zilan.

"Gua boleh deh, kalo Zilan keknya engga. Dia jarang minum kopi" Rafly mengangguk dan pergi keluar kamar.

Zilan sendiri sedang sibuk dengan ponselnya, dia kesal karna sinyal di sini jelek sekali.

"Ishh.. susah banget sih sinyalnya" gerutu Zilan.

"Namanya juga di desa, hujan juga" timpal Raven, dia kembali melanjutkan bermain game candy crush.

Suara gemuruh petir dan geludug saling bersahutan. Tiba-tiba mati lampu. Semua anggota cewe berteriak heboh di kamar sebelah. Mereka pun keluar kamar berbondong-bondong sembari menyalakan flash dari ponsel mereka.

Zilan mematung didalam kamar saat listrik di posko padam. Dia mencoba meraba-raba kasur sebelahnya untuk menemukan ponselnya namun nihil. Zilan panik, dia tidak bisa berdiam diri didalam ruangan gelap terlalu lama. Tubuh Zilan bergetar, nafasnya mulai tidak beraturan.

"Hiksss.. kakak" Zilan meringkuk di pojokan kamar sembari menutupi kedua telinganya. Air matanya tidak berhenti mengalir, dia memiliki trauma dengan ruangan yang gelap.

Suara petir terus menggelegar di luar sana. Seseorang menerobos masuk kedalam kamar.

"Zilan?" Dia adalah Kesha.

Kesha sebenarnya tidak pulang ke jakarta, dia menyewa salah satu rumah di desa itu untuk dia huni selama Zilan KKN di desa itu. Kesha tidak bisa meninggalkan Zilan begitu saja, dia harus tetap memantaunya.

Kesha menyinari kamar Zilan dengan flash di ponselnya dan melihat Zilan yang berjongkok dipojokan kamar. Kesha langsung berlari menghampiri Zilan.

"Zilan, ini aku" Kesha dapat melihat raut ketakutan Zilan. Wajah Zilan sudah basah akan air matanya.

Kesha langsung memeluk Zilan, awalnya Zilan memberontak meminta dilepaskan pelukannya. Namun setelah mendengar kata penenang dari Kesha, Zilan langsung memeluk erat Kesha.

"Hiksss.. takut kak" Kesha mengelus lembut punggung Zilan.

"Gapapa, ada aku sekarang" tutur Kesha.

Tidak berapa lama, listrik kembali hidup dan lampu kembali menyala. Raven dan beberapa anggota lainnya melihat keadaan di dalam kamar.

"Kak itu Zilan gapapa?" Kesha menoleh kearah Raven dan tersenyum.

"Gapapa, boleh aku pinjem kamarnya sebentar?" Tanya Kesha. Raven mengangguk.

Raven pun menyuruh semua orang keluar dari kamar dan memberikan ruang untuk mereka berdua.

"Coba sini liat aku"

Kesha mendongakkan kepala Zilan. Wajah Zilan sudah sedikit tenang sekarang. Kesha menghapus air mata Zilan yang masih mengalir di pipinya. Zilan masih sedikit terisak. Kesha membenahi letak rambut Zilan yang berantakan.

"Kakak kok bisa ada disini?" Kesha tersenyum.

"Aku sebenarnya gak pulang ke jakarta kok, aku nyewa satu rumah disini buat ngawasin kamu selama kamu KKN. Buat jaga-jaga aja kalo ada kejadian kayak gini" Zilan terkejut mendengar penuturan Kesha.

"Istirahat ya, hujannya masih deras diluar. Aku temenin tidur oke"

Zilan masih diam tidak bergeming. Dia merebahkan tubuhnya disamping Kesha. Zilan menatap wajah Kesha yang juga menatapnya.

"Kenapa?" Kesha menatap kearah Zilan penuh tanya. Zilan menggeleng pelan, dia meringsek masuk kedalam pelukan Kesha yang begitu nyaman. Kesha mengelus lembut punggung Zilan sampai dia tertidur.

'Tuhan, terimakasih banyak. Terimakasih sudah mempertemukan ku dengan sosok seperti kak Kesha. Mungkin jika aku tidak mengalami kehidupan yang sulit di masa lalu, aku tidak akan pernah bertemu dengan orang seperti Rakhesha Aquino. Terimakasih atas takdir terbaik mu Tuhan, aku tidak pernah menyesalinya' - Zilan.

RAKHESHA (BOOK 1 & 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang