Vote sebelum baca 🌟
Keheningan mendominasi di dalam mobil. Keduanya larut dalam kegiatan masing-masing. Alana asik menatap pemandangan di luar jendela, sementara Matthew sibuk curi-curi pandang.
Meskipun keheningan mengambil alih, tak dapat dipungkiri bahwa mereka merasa nyaman dengan keheningan tersebut. Mereka merasa seakan kembali ke beberapa tahun silam. Dimana mereka sering menghabiskan waktu bersama.
Hati mereka menghangat tanpa dapat dicegah. Alana dengan sengaja memalingkan wajah keluar jendela mobil supaya Matthew tidak bisa melihat senyum yang terbit di bibirnya. Kebahagiaan pulang bersama Matthew membuat senyumannya tak kunjung surut. Mungkin terkesan lebay, tapi begitulah adanya.
"Na, lihat apa sih diluar sampai cuekin gue terus?" Celetuk Matthew memutuskan bersuara. Membuka obrolan. Rindu mendengar suara merdu Alana.
"Itu loh, ada orang memakai helm kebalik," sahut Alana asal.
Matthew menggelengkan kepala heran. "Ada-ada aja ya," katanya sembari memperhatikan rambut cokelat Alana yang terus tergerai indah. Menimbulkan keinginan untuk membelai. Keinginan yang dibuang jauh-jauh karena takut membuat Alana bersikap waspada terhadapnya.
"Btw, rambut Lo makin panjang dibanding semester satu dulu. Gue suka."
Alana menatap Matthew balik. "Lo suka rambut panjang?"
"Gak juga. Gue suka rambut panjang ataupun pendek, asalkan itu rambut Lo."
Alana berpura-pura sok cool di saat hatinya berbunga-bunga. "Gimana skripsi Lo, Matt? Udah selesai?"
"Udah. Bulan besok gue wisuda."
"Wow. Congrats."
"Jangan lupa datang ya. Gue tunggu kehadiran Lo."
"Lihat kondisi dulu."
Matthew memasang tampang memelas andalannya. "Yah, kalau Lo gak datang, pasti gue bakal kelihatan menyedihkan banget. Gak ada satu orang pun yang datang pas wisuda gue. Orang lain foto dan kumpul bareng keluarganya sedangkan gue sendirian."
Mendengar itu, hati Alana berdenyut nyeri. Ia hampir saja lupa bahwa Matthew sudah menjadi yatim piatu. Kedua orangtua Matthew telah meninggal dunia. Meninggalkan Matthew sendirian di dunia yang kejam.
Andai kata ayah Matthew masih hidup, pasti Ayah Matthew dan Tante Fitri akan datang ke wisuda Matthew. Sekalipun mereka tahu dibenci oleh Matthew.
"Oke. Gue bakalan datang."
Senyuman sumringah menghiasi bibir Matthew. "Makasih, Na." Namun, senyuman itu kembali surut.
"Sekarang, gue cuma memiliki Lo, Alana. Ayah udah gak ada di dunia ini. Gue emang benci ayah, tapi gue udah bertekad ngundang ayah sekeluarga datang pas gue wisuda. Gue pengen lihat mereka datang ke acara kelulusan gue." Sengaja menjual kisah menyedihkan agar Alana bersimpati. Padahal aslinya tidak berniat demikian. Licik memang.
Matthew telah mengambil satu keputusan penting di dalam hidupnya setelah mendengar penghalang hubungan mereka sudah meninggal dunia. Ia akan terus berjuang. Berjuang mendapatkan Alana. Berjuang menjadikan Alana miliknya. Bahkan jika harus bertingkah menyedihkan di depan Alana.
"Tenang, Matt. Nanti gue datang kok. Lo mau apa? Buket bunga atau uang?" Gurau Alana.
"Kalau buketnya Lo aja boleh gak? Biar bisa gue milikin selamanya," kikik Matthew.
"Hihh! Gak boleh!!"
"Kenapa? Udah ada yang punya kah?" Matthew bertanya sok lugu.
"Gak."
Bagaimana mungkin Alana bisa bersama pria lain di saat Matthew terus mengusik hati dan pikirannya?!
Alana bahkan selalu mencari kesibukan agar tidak teringat Matthew.
"Kalau gak salah, gue pernah lihat Lo pelukan sama cowok lain. Itu siapa dong kalau bukan pacar?"
Kening Alana mengerut heran mendengar ucapan pria di sampingnya. "Kapan?"
"Dua Minggu lalu."
Alana berusaha mengingat. Menggali ingatannya. Menggali informasi tentang siapa saja yang ditemuinya dalam rentang waktu itu.
"Ah! Gue ingat! Itu Kak Zero, sepupu jauh gue. Kebetulan kakak gue sedang berlibur ke Indo, jadi..."
Tunggu!
Kenapa Alana berusaha menjelaskan dan memberi alasan?
Bukankah mereka cuma teman?
Alana menghentikan ucapannya ketika teringat hal tersebut.
"Gue gak suka lihat Lo pelukan sama cowok lain meskipun itu sepupu jauh Lo. Sepupu jauh pun bisa nikah loh. Jangan pelukan sama dia lagi ya?" Pinta Matthew lembut hingga membuat Alana mengangguk tanpa sadar.
Lalu, sedetik kemudian, Alana meringis pelan menyadari dirinya terlalu patuh. "Emang kenapa gak suka lihat gue pelukan sama Kak Zero?"
Matthew menatap Alana intens. "Kenapa lagi? Lo kan pacar gue. Jadi, wajar kan gue gak suka lihat pacar gue pelukan sama cowok lain?"
"Lah, sejak kapan kita pacaran?"
Matthew perlahan menepikan mobilnya, memasuki perkarangan kafe yang sering mereka kunjungi di masa lalu.
"Sejak kemarin."
"...."
"Jangan bilang Lo menganggap gue bercanda?"
"...."
"Huftt, gue gak bercanda, Na. Gue serius."
Matthew menatap Alana lekat. "Bukankah kita masih saling mencintai? Dulu, Lo gak mau menjalin hubungan karena dilarang orang itu, tapi sekarang gak ada penghalang lagi. Kita bisa memulai lembaran kisah baru lagi. Kita bisa mengisi kekosongan selama beberapa tahun belakangan ini."
"Jadi, maksud Lo, Lo bahagia Tante gue meninggal?" Tandas Alana sedikit tersinggung lantaran merasa Matthew bersuka cita atas kematian Tante Fitri.
"Gak gitu maksud gue." Matthew memijit pangkal hidungnya gemas. "Tapi, kalau Lo beranggapan gue sepicik itu, gue bisa apa?"
Nada sedih Matthew membuat Alana tersentak kaget. Menimbulkan perasaan bersalah di sudut hatinya. Berakhir meminta maaf. Tanpa menyadari Matthew tersenyum puas lantaran berhasil memanipulasinya.
Ya, sejujurnya Matthew sangat bahagia sekelompok pengganggu itu meninggal dunia, terutama ibu tiri yang telah mengacaukan kehidupan percintaannya.
Di masa lalu, tinggal selangkah lagi dia bisa memiliki Alana, tapi digagalkan dalam sekejap mata oleh Fitri. Fondasi yang dibangunnya hancur. Menyisakan puing-puing yang kini kembali dikumpulkannya dan berusaha diperbaikinya.
Kali ini, akan dia pastikan Alana berakhir menjadi miliknya. Entah bagaimanapun caranya! Alana harus berakhir bersamanya! Harus!
-oOo-
12/10/2024
KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
Teen FictionKehidupan tenang Alana perlahan terganggu oleh kehadiran seorang stalker. Membayangi kehidupannya siang dan malam. Menjajah mimpi-mimpinya. Menanamkan keresahan di setiap langkahnya. Siapakah pria yang menjadi stalkernya? Apa alasan pria itu mengang...