Extra part terakhir🌷
Hawa dingin menggelitik permukaan kulit Alana. Angin malam bertiup pelan. Memainkan piyama tipis yang membalut tubuh Alana. Menenangkan segala pemikiran rumit Alana.
Gadis itu bertopang dagu di balkon kamar. Menatap jalanan yang ramai. Memperhatikan setiap kendaraan yang berlalu lalang. Para muda mudi tampak tertawa bebas. Menikmati malam Minggu bersama orang terkasih.
Di saat seperti itu, Alana menjadi mengingat sosok Matthew. Pria yang masih mengisi hatinya hingga detik ini. Pria yang menggoyahkan tekadnya.
Perasaan rindu menyusup dengan halus. Ia mulai merindukan kebiasaan mereka di masa lalu. Dimana mereka selalu bersenang-senang di sela-sela kesibukan kuliah.
Alana meniup poni gusar.
Salahkah Alana merindukan masa lalu?
Salahkah Alana ingin menjalin hubungan dengan Matthew?
Hati dan logikanya selalu bertentangan jika menyangkut segala hal tentang Matthew.
Alana mengacak rambut resah. Memutuskan untuk jalan-jalan di luar rumah daripada terjebak pikiran rumit. Mencari ketenangan di luar.
Dengan memakai Hoodie hitam dan celana panjang, Alana kembali menyusuri jalanan bersama si putih kesayangannya. Terus menyusuri jalanan sembari memperhatikan keadaan sekitar.
Melihat sosok yang sangat dikenalinya berada di tepi jalan, Alana pun memutuskan untuk menepi. "Matthew!!" Panggilnya ceria.
Yang dipanggil tentu saja terkejut. Lantas menengok ke asal suara. Saat melihat wajah cantik Alana, Matthew pun tersenyum manis.
"Mau kemana? Tumben jalan kaki?" tanya Alana penasaran.
"Otak gue buntu banget. Butuh refreshing buat cari ide baru."
Alana mengangguk mengerti. "Gimana kalau keliling bareng gue? Siapa tau bisa nemu ide baru." Saat tersadar akan ucapannya sendiri, Alana pun menyesalinya.
Kenapa kesannya malah dia yang agresif mendekati Matthew?!
Arghhh! Sepertinya otaknya sudah rusak karena pengaruh Matthew.
"Ide bagus. Sini, biar gue yang bawa motornya."
Lantaran tidak tega menarik ucapannya sendiri setelah melihat ekspresi ceria Matthew, Alana memutuskan pasrah terhadap keadaan. Ia beringsut mundur. Membiarkan Matthew membawa motornya.
"Pegangan, Alana. Ntar Lo jatuh." Peringat Matthew sembari membawa kedua tangan Alana ke pinggangnya.
Alana mengulum senyum. "Iya. Nih udah pegangan."
"Pegangan yang erat, sayang." Cetus Matthew gemas karena Alana memegang ujung bajunya saja.
"Oke, sayang." Alana memeluk pinggang Matthew iseng seraya memperhatikan reaksi pria itu dari pantulan kaca spion.
KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
Teen FictionKehidupan tenang Alana perlahan terganggu oleh kehadiran seorang stalker. Membayangi kehidupannya siang dan malam. Menjajah mimpi-mimpinya. Menanamkan keresahan di setiap langkahnya. Siapakah pria yang menjadi stalkernya? Apa alasan pria itu mengang...