30. The Calm before the Storm

43.6K 4.5K 223
                                    

"Biar ku ulang pertanyaanku. Apa yang sedang kau lakukan sekarang?" Tanya gadis itu untuk yang ke tiga kalinya.

"Kabur dari rumah." Jawab Auryn juga untuk yang ke tiga kalinya.

Emily berdecak, sambil menyandarkan diri di lemari buku di kamar itu sambil menatap lurus sepupunya.

"Bagaimana bisa kau menjawab kabur dari rumah semudah itu, tapi kau malah melarikan diri ke apartemen Grandpa? Kau bodoh? Atau bagaimana?" Desis Emily gemas.

"Berisik. Aku membutuhkan ketenangan." Gerutu Auryn yang tengah memeluk kedua lututnya diatas kasur emput di bekas kamar Mommynya dulu. "Dan aku juga tidak memiliki tujuan lain selain kemari."

"Apa sedang ada masalah? Bibi Keira tahu kau kesini?" Tanya Emily.

Sekarang giliran Auryn yang berdesis kesal. "Kau ini bodoh atau bagaimana? Aku bilang aku kabur. Mana mungkin aku meminta ijin sebelum kabur? Itu namanya berkunjung!"

Emily tertawa renyah di tempatnya, menyadari kebodohan pertanyaan yang ia ajukan. "Baiklah, memangnya ada masalah apa? Kau beruntung aku masih ada di rumah Grandpa, jadi aku bisa menemanimu."

Beruntung? Lebih tepatnya sial karena aku tidak juga bisa mendapat ketenangan. Tapi Auryn tidak mengatakannya, ia memilih mengalihkan pembicaraan. "Paman Ken belum kembali?"

Emily menghela nafas kesal dan mendekati kasur tempat Auryn duduk, melempar bokong diatasnya dan mengerucutkan bibir. "Sudah, tapi pergi lagi dan membuatku menjadi anak terlantar di rumah Kakek dan Grandpa." Ia mencibir kesal. "Lupakan! Kau sendiri kenapa kabur kemari? Memangnya bibi Keira dan yang lainnya tidak akan menemukanmu disini?"

Auryn menggidikkan bahu tidak peduli. "The most dangerous place is also the safest one."

"Hah! Apa-apaan itu? Dari mana kau memiliki kesimpulan bodoh itu?" Sindir Emily. "Yang ku tahu, Bibi Keira akan segera menemukanmu begitu Grandma dan Grandpa pulang, lalu menemukanmu di salah satu kamar Penthouse mereka."

"Tidak kalau kau bersedia membantuku." Ujar Auryn mulai kesal karena Emily tidak kunjung membiarkannya sedikit tenang. Gadis itu terlalu banyak bicara.

"Membantu bagaimana maksud-"

"EM, APA AURYN ADA DISINI?"

Ucapan Emily terpotong oleh teriakan Via, nenek mereka, yang baru kembali bersama suaminya. Mereka langsung kembali begitu mendengar kabar cucu mereka kabur dan memutuskan mencari di rumah mereka terlebih dahulu.

Emily dan Auryn saling berpandangan.

"Katakan aku tidak ada disini." Ucap Auryn pelan. "Itu sudah sangat membantu."

Emily menarik senyumnya dan memutar bola matanya merasa malas berdebat. Ia kemudian berjalan menuju ke ambang pintu untuk menjawab pertanyaan neneknya sebelum wanita itu menerobos masuk ke setiap pintu karena pertanyaannya tidak kunjung dijawab.

"AURYN MEMINTAKU MENGATAKAN KALAU DIA TIDAK ADA DISINI, GRANDMA!"

Auryn melotot sedangkan Emily memasang cengiran tidak berdosanya. "Sangat membantu, Emily Alexandra McKenzie." Sindir Auryn kesal. Sekarang ia hanya tinggal menunggu waktu sebelum pintu kamar ini ini di dobrak oleh kakek dan neneknya kemudian keluarganya akan menyusul kemari, dan ketenangan yang belum ia dapat akan semakin menjauh.

"Sama-sama, Sepupu." Balas Emily tanpa rasa berdosa.

Benar saja, tidak lama kemudian pintu kamarnya terbuka, namun bukan dengan dramatis seperti yang ia perkirakan. Hanya ada Kakeknya dengan senyum hangat yang selalu melekat diwajah tampannya.

"Grandpa." Sapa Emily.

"Em, bisa kau bantu grandma menyiapkan makan malam di dapur sebelum grandma menghanguskan sisa persediaan makanan kita?" Pinta Kakeknya yang langsung disanggupi tanpa banyak omong oleh Emily.

Dasar bermuka dua! Gerutu Auryn kesal.

Begitu Emily keluar, Peter, Kakeknya berjalan perlahan menghampiri Auryn yang masih memeluk kedua lututnya di atas kasur.

"Grandpa." Sapa Auryn pelan. Ia masih kesal lantaran Emily, sepupu bodohnya itu membuat ketenangan bergerak menjauh darinya.

Peter ikut duduk di samping Auryn dan merengkuh bahu terjauh Auryn hingga gadis itu menyandarkan tubuh di dadanya yang tidak lagi sebidang dulu.

"Iya, Grandpa disini." Ucap Peter sambil membelai lembut rambut Auryn. "Kau tenang saja, Grandpa sudah meminta Mommy dan Daddymu untuk tidak khawatir. Kau bisa bermalam disini sampai kau siap untuk kembali."

Auryn mendongak menatap Kakeknya. "Grandpa tidak meminta Mommy dan Daddy menjemputku?" Tanyanya yang dijawab dengan sebuah gelengan dan senyuman. Auryn kembali menyandarkan kepalanya ke dada Peter, ia menghela nafas lega dan tersenyum simpul. "Thankyou, Grandpa." Kakeknya memang selalu bisa ia andalkan.

"Grandpa tidak menanyakan alasanku kabur dari Mansion?" Tanya Auryn tanpa mengangkat kepalanya.

Suara tawa Peter menggema di telinga Auryn yang masih menempel di dadanya hingga membuat gadis itu mendongak menatap kakeknya. Apanya yang lucu?

"Grandpa tidak yakin apa ini dinamakan kabur atau tidak, tapi berhubung menghilangnya dirimu dari Mansion cukup membuat gempar orangtua serta kakak-kakakmu dan juga kami, Grandpa akan mencoba untuk setuju dengan istilah kabur ini meski pada akhirnya kau bisa dengan mudah ditemukan."

Auryn meringis. Emily sialan.

"Lagipula, Grandpa tidak akan bertanya apa yang terjadi. Kau akan bercerita kalau kau membutuhkan bantuanku. Seperti saat kau datang untuk liburan ke Cuba-mu dulu." Ucap Peter diplomatis. "Sekarang, tenangkan dulu saja dirimu. Dada Grandpa milikmu hari ini."

Auryn melirik keatas, "Grandma tidak protes?" Tanyanya.

"Cucu kami sedang memiliki masalah hingga memutuskan kabur dari rumah untuk ke apartemen kakeknya, tentu saja akan kami lakukan apapun agar cucu kami bisa melewati masalahnya." Peter tertawa geli mendengar sindirannya. Terlebih saat Auryn sudah mengerucutkan bibirnya dan merajuk.

"Grandpaaaa..." lirihnya malu. Ia semakin mengeratkan pelukannya di dada Peter. "Terima kasih." Gumamnya.

"You're welcome, sweety. You're welcome." Peter mengecup puncak kepala Auryn lembut dan membiarkan Auryn mencari ketenangan yang ia inginkan sementara waktu.

***
Tbc

Siang nanti Update lagi ✌

Between the Line [#MFFS 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang