Auryn's POV
Tekadku bulat.
Tidak ada lagi yang boleh mengatur hidupku. Siapa dan apa yang berhak berada di sekitarku, apa dan siapa yang baik untukku. Tidak ada yang boleh menentukannya selain diriku!
Untuk pertama kali dalam 19 tahun hidup, akhirnya aku bisa merasakan lega atas perasaan ini meski aku merasa amat kecewa karena semua orang membohongiku hingga sebesar ini dan saat masalah serumit ini.
Mereka orang dewasa berpikir kalau apa yang mereka lakukan adalah untuk kebaikan, tapi mereka orang dewasa tidak pernah berpikir bagaimana kalau mereka berada di posisi kami sebagai kaum yang merasakan dampak atas keputusan mereka.
Sampai masalah serumit ini dan Mike pergi meninggalkan kerluarga Tyler hingga aku tidak tahu kemana harus mulai mencarinya, barulah aku tahu kalau apa yang kuributkan, kupusingkan dan kutakutkan it is not necessary at all. Semuanya sia-sia.
Malam itu akhirnya Penthouse Grandpa menjadi rumah kami semua karena aku menolak pulang atau bertemu mereka lagi, terutama Austin yang mengaku kalau ia yang membuat Mike pergi.
Aku masih marah, amat marah kepada mereka yang membohongiku. Mengira aku hanya anak kecil yang tinggal menerima enaknya saja tanpa harua tahu penderitaan apa yang mereka lalui di balik keenakan itu.
Aku bukan gadis kecil itu lagi.
Ketika pagi menjelang, aku memutuskan untuk mulai mencari tidak ada gunanya duduk diam menunggu. Kalau melihat dari sifat Austin maupun Marvel, Mike tidak akan bisa mendekatiku.
Maka lebih baik aku yang mendekatinya, bukan?
Aku memutuskan mengabaikan segala ucapan Marvel maupun Austin sepanjang sarapan kami. Kuakui kalau apa yang kulakukan tidak benar, karena aku telah menciptakan ketegangan di meja makan pagi itu. Tapi hanya itu yang bisa kulakukan untuk menunjukan kekecewaanku. Aku tidak bisa melampiaskannya kepada kedua orangtuaku, dan hanya kedua saudara kembar itu saja yang kuanggap sebagai patung bicara di meja makan ini.
"Grandpa, Boleh aku meminjam supir?" Tanyaku tanpa menghiraukan permintaan maaf Austin. Wajahnya sudah sangat memelas, namun aku tidak semurah itu untuk memaafkannya dengan cepat.
Grandpa menoleh padaku, namun bukan Grandpa yang menjawab pertanyaanku, melainkan Daddy.
"Kau mau kemana, Princess?" Tanyanya lembut.
Kali ini panggilan itu tidak lagi menyesakkan dadaku meski rasa rindu yang dibuat olehnya teramat besar menguar di dadaku saat ini.
"Mencari Mike, Dad." Jawabku sambil menyunggingkan senyum. "Auryn tidak mau menunggu hingga memberi waktu pada pengacau untuk menendang Mike semakin menjauh lagi." Sindirku tanpa menatap kearah kembaranku yang duduk di seberang meja.
"I said i'm sorry, Ryn." Lirih Austin. "Aku melakukan ini semua demi dirimu."
Demi diriku kepalamu botak! Gerutuku kesal.
"Aku yang akan mengantarmu mencari Mike." Putus Austin sepihak.
"Grandpa, boleh kan aku meminjam supir? Kalau tidak, biar aku menyetir sendiri." Aku kembali mengabaikan ucapan Austin.
"Tidak!" Seru Marvel dan Austin bersamaan. Aku bisa merasakan tatapan protes dari Daddy juga, tapi kuabaikan. Aku tidak memerlukan ijin pengkhianat seperti kembaranku itu.
"Aku akan mengantarmu kalau kau tidak mau pergi dengan Austin." Ucap Marvel.
Aku yang tengah menunduk, berpura-pura menikmati pancake di hadapanku mencibir. Dikira aku tidak marah juga padanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Line [#MFFS 2]
RomancePart 8 Keatas di PRIVATE! Follow agar bisa terus membaca. terima kasih ^^ Apa yang bisa dilakukan kalau cinta datang tanpa pemberitahuan? Apa yang bisa dilakukan kalau laki-laki yang selama ini menjaga dan melindungimu, laki-laki yang merupaka...