39. Warm Place in the Cold Weather. (1)

44.6K 4.8K 101
                                    

Iceland 23:31

Michael's POV

Dingin menusuk tulang ini cukup membuatku tersiksa. Dan pemikiran kalau Auryn berada diluar sini membuatku ingin membunuh diriku detik ini juga.

Apa aku tidak bisa melakukan hal lain selain membuat gadis itu tersiksa? Aku berani bersumpah kalau sampai terjadi sesuatu dengan gadis itu, aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri.

Ahhh! Tidak bisakah hujan salju ini berhenti? Bahkan orang lain saja sepertinya memiliki pemikiran yang sama untuk menghangatkan diri di dalam rumah pada pukul segini. Hanya orang gila yang masih berkeliaran diluar dalam cuaca seperti ini, dan Aku termasuk kedalamnya.

Aku menjadi gila detik dimana nama Auryn yang menjadi bahan perbincangan.

Bukan hanya tidak ada orang yang berlalu lalang. Bahkan pengendara mobil saja cukup waras untuk tidak keluar saat cuaca seperti ini.

"Semoga kau berada di tempat yang hangat, Ryn." Gumamku kecil seraya menyapukan pandangan kesekitar jalanan.

Aku tentu tidak memiliki tujuan untuk mencari Auryn. Bahkan aku juga baru tiba disini beberapa hari dan belum sempat berkeliling. Kalau aku bisa kembali ke penginapan hari ini saja itu sudah merupakan keajaiban.

Tapi diatas resiko apapun, aku tidak peduli karena prioritasku adalah memastikan gadis itu baik-baik saja.

Satu persatu toko kelontong yang masih beroperasi kumasuki sekedar untuk menghangatkan diri dan menanyakan apa mereka melihat Auryn atau tidak dengan bantuan ponselku yang memiliki foto wajah Auryn. Namun jawaban yang kuterima selalu berupa gelengan yang sama.

Semakin jauh dari penginapan menuju ke perkotaan, semakin jarang toko kelontong yang terlihat. Selain karena jalan menuju perkotaan berupa satu jalan panjang tanpa perumahan, tapi juga jalanan itu terlampau gelap dan sepi.

Entah sudah berapa jauh aku berjalan menyusuri jalan panjang dan sepi itu hingga kurasakan kakiku mulai terasa berat dan membeku, bibirku juga mulai terasa mati rasa dan aku menggigil kedinginan. Tapi otakku dan kakiku enggan untuk berhenti meski aku melihat satu gubuk kecil yang sepertinya merupakan rumah persinggahan yang sengaja dibangun tidak jauh dari jalan yang sedang ku telusuri.

Kalau aku memang harus mati, setidaknya aku harus memastikan Auryn baik-baik saja terlebih dahulu daripada mati setelah mendapati kalau Auryn berada dalam bahaya.

Kupaksakan kakiku untuk melangkah meski kali ini, seretan lebih mendominasi karena kakiku sudah terlalu berat untuk diajak melangkah.

Aku bisa mengalami Hipotermia kalau terus melangkah ditengah hujan salju ini.

Dan mungkin surat kabar besok akan memuat fotoku yang sudah putih memucat seperti Yetty. Bahkan disaat terakhir beginipun aku masih bisa memikirkan hal konyol itu.

"...mike..."

Dan kalau kematian banyak diceritakan orang, selalu mengilas balik memori semasa hidup, sepertinya suara gadis itu yang memanggil namaku yang menjsdi memori terakhirku sekarang.

Aku memang ingin mendengar gadis itu memanggil namaku paling tidak sekali untuk memastikan gadis itu tidak marah kepadaku. Agar aku bisa beristirahat dengan tenang kalau memang aku harus menghadap kematian.

"...mickey..."

Oh otak! Berhentilah berpikir yang tidak-tidak. Berhenti berhalusinasi dan fokus mencari Auryn! Aku memaksa melawan akal sehatku yang sedang membuat sebuah halusinasi akan suara Auryn ditengah hujan salju ini.

Tepat disaat kakiku tidak bisa lagi kuseret, dan tubuhku hendak menyentuh tanah, aku merasakan halusinasi terdahsyatku.

Dua buah lengan melingkar menahan bobot tubuhku dari belakang, memelukku dengan erat dan menghasilkan kehangatan ditengah dingin yang tengah kurasakan.

Between the Line [#MFFS 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang