44. Impossible!

46.2K 4.3K 74
                                    

Terima kasih atas bantuan kalian untuk chapter Help! Aku udah dapet banyak nama dari Instagram, DM maupun comment! Aku akan pilih 1 1, yang menurutku Sreg antara wajah dan karakter mereka. Sekali lagi terima kasih ya! Dan selamat membaca 😉
.
.
***

"WHAT THE HELL DID YOU GUYS WEE THINKING TO GO WITHOUT A PERMISSION?!"

Semprotan melengking khas ibu ketiga laki-laki dan perempuan itu yang pertama kali menyambut kepulangan mereka dari Iceland begitu menginjakkan kaki ke Mansion malam itu.

Dibelakangnya, ada ayah mereka yang duduk melipat dada, siap memberikan ceramah meski harus sampai subuh karena ketiga anak remaja menuju dewasanya itu telah seenaknya mengabaikan tanggung jawab dan pergi jauh tanpa permisi.

"Kalian bertiga, duduk." Perintah Nicholas datar.

Bagaikan robot, mereka bertiga mematuhi perintah Nicholas dan berjalan seperti robot menuju ke kursi di hadapan Nicholas, melewati tatapan mengerikan ibu mereka, Keira.

"Alceo, Jelaskan." Meskipun terdengar datar tanpa emosi, tapi ketiga kakak beradik itu tahu, ada bom waktu yang siap meledak di balik nada bicara ayahnya itu.

Putra tertua keluarga Tyler itu melirik ragu kearah kedua adiknya, berharap mendapatkan pertolongan disaat kedua orang itu juga mengalami hal yang sama. Sama-sama takut dengan ayahnya.

"Kalian pikir Iceland dan LA itu seperti LA-Las Vegas yang bisa ditempuh dalam 4 jam perjalanan?" Karena tidak ada yang berani menjawab, maka Keira dengan tidak sabaran mulai mengeluarkan apinya. "Kalian sudah dewasa, tapi kenapa kalian tidak bisa berhenti bermain-main?"

Nicholas menarik lengan Keira yang berdiri di sampingnya dengan mata tertuju pada ketiga anak-anaknya itu. Keira mendelik tajam pada Nicholas, namun akhirnya menurut untuk duduk di samping suaminya dan menelan semburannya sementara waktu.

"Alceo." Tegur Nicholas ketika putra pertamanya tidak kunjung membuka suara.

"Kami-"

"Ini salah Auryn, Dad." Ucapan Alceo terpotong oleh pengakuan Auryn. Gadis itu menyerahkan diri. "Kalau mau marah, harusnya Auryn yang di marahi, bukan Marvel atau Austin karena mereka hanya menyusulku yang tidak bisa dihubungi disana."

Auryn menunduk, tidak berani menatap kedua orangtuanya, apalagi kedua kakaknya yang sudah dirasa tengah menatapnya saat ini.

Tapi memang benar, kalau ada yang harus disalahkan, Auryn merasa dirinyalah yang paling harus disalahkan. Kalau saja ia tidak keras kepala memaksa kedua kembarannya untuk membiarkan ia pergi demi mendapatkan maaf yang sebenarnya tidak perlu itu, dan kalau saja ia tidak kerampokan, Mereka berdua tidak harus mendapatkan masalah ini.

"Auryn hanya mau menyusul Mike." Gumam Auryn. Kedua tangannya saling meremas, gugup dan takut secara bersamaan.

"Maafkan kami, Mom,Dad." Ucap Alceo merasa bertanggung jawab atas keputusannya membiarkan Auryn pergi sendirian.

"Kami akan menerima hukuman apapun mewakili Auryn." Sambung Austin sontak membuat Auryn mendongak dan menatap kedua kakak kembarnya. "Kami yang paling tua, jadi biar kami yang menerima hukumannya."

Alceo mengangguk setuju. "Tapi kalau Dad bertanya apa kami menyesal, kami akan menjawab tidak." Alceo melengkapi kalimat Austin sambil menatap mantap kedua orangtuanya. "Karena Auryn akhirnya bisa tersenyum lagi, jadi kami tidak menyesal."

"Marvel, Austin!" Auryn menatap mereka tidak percaya. Terharu? Mungkin. Padahal Auryn sudah mengerjai mereka selama di Iceland. Auryn kemudian menatap kedua orangtuanya sesaat sebelum berkata, "Kalau begitu, hukum kami bertiga." Putus Auryn.

Between the Line [#MFFS 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang