58. The Truth! (2)

45.9K 4.8K 138
                                    

Kakinya melangkah menyusuri rerumputan hijau yang luas dengan bebatuan yang berdiri rapi dengan jarak yang konsisten antara batu satu dan lainnya.

Angin musim semi yang menerpa Mike tidak mengusik kesadaran laki-laki itu untuk mengeratkan jaketnya. Kedua tangannya penuh dengan buket bunga mawar putih yang ia beli pagi tadi.

Ia berjalan dengan tatapan kosongnya menyusuri tanah hijau itu hingga langkahnya berhenti di depan batu bersisian dengan tulisan yang ia cari.

Abraham Danesse

Raphsody Jacqueline Danesse

Bibir Laki-laki itu berubah kelu, airmatanya kembali mengalir setelah semalaman cairan itu keluar. Kakinya berubah tidak bertulang hingga tubuhnya terjatuh berlutut di depan batu itu. Bunga yang di dekapnya jatuh perlahan bergabung dengan daun-daun juga ranting kering yang menyebar di sekitar batu itu. Pertanda kalau tidak pernah ada yang datang dan membersihkannya.

Dengan bibir bergetar, antara senang, sedih, sesal, dan lega, laki-laki itu akhirnya bersuara seraya mendekap dadanya dan menyentuh batu di depannya bergantian.

"Mom, Dad, Piere sudah kembali... Piere sudah pulang..."

*

"Abe datang malam itu bersaja Ody sambil membawamu tengah malam. Ody panik karena kau rewel dan badanmu hangat. Mereka ingin membawamu ke rumah sakit, tetapi mobil mereka rusak." Isabella mulai membuka luka lamanya, selembar demi selembar, didampingi Marco yang menuntut hal sama. Yaitu kebenaran.

Mike duduk diapit oleh Austin juga Alceo, berhadapan langsung dengan Isabella yang diapit Sophie dan Marco.

"Rumah kalian hanya beberapa blok dari rumah kami, jadi Abe dan Ody membawamu dengan berjalan kaki, membangunkan kami, meminta Ron untuk mengantarmu ke rumah sakit."

"Aku sudah mengatakan pada Ody kalau kau hanya demam biasa, dia tidak perlu khawatir, tapi Ody tidak mau mendengarkan. Ody khawatir kau akan kenapa-kenapa." Isabella mendengus lalu tertawa kecil, "Wajar saja karena kau adalah anak yang mereka tunggu sejak 4 tahun menikah." Gumamnya kecil.

"Kalau aku bisa mengulang waktu, aku pasti akan memaksa Ody lebih giat lagi untuk mendengarkanku, memaksa Ron untuk tidak pergi malam itu." Isabella terisak. "Aku tidak tenang saat mereka pergi, aku terus berjalan mondar-mandir di kamar Marco. Dan ternyata benar, Aku mendapat telepon dari kepolisian tidak lama setelah itu, mengatakan kalau mobil Ron mengalami kecelakaan tunggal, terguling di jalur cepat setelah menabrak pembatas jalan. Tidak ada yang selamat dari kecelaan itu, kecuali kau..." Tatapan mata tajam Isabella berikan pada Mike.

Mike sendiri masih berada di dalam lamunannya. Mendengar cerita yang tidak pernah ia ketahui.

"Abe hanya memiliki Ron. Sedangkan Ody... aku tidak tahu mengenainya. Yang kutahu, ia di keluarkan dari keluarganya karena menikah dengan Abe. Jadi secara tidak langsung, aku harus menjadi ibu asuhmu."  Tiada rasa bersalah yang terpancar dari sorot mata Isabella, yang ada hanya kesedihan, kebencian, dan dendam. "Setiap aku melihatmu, aku tidak bisa berpikir lain selain membunuhmu yang telah menyebabkan Ron meninggal. Seluruh hartaku, habis untuk memakamkan mereka, membayar denda atas kelalaian Ron, juga biaya berobatmu."

"Kenapa Mom tidak pernah bercerita mengenai paman Abe juga Bibi Ody dan Mike padaku?" Tanya Marco.

"Untuk apa? Kau sudah cukup bahagia dan biar mom yang menanggung kepedihan itu. Kau cukup tahu ayahmu menyayangimu dan begitupun Mommy!" Seru Isabella. "Sementara kau... Berterima kasih lah karena aku membuangmu begitu kau keluar dari rumah sakit, hingga kau bisa merasakan kekayaan keluargamu yang sekarang. Yang kuminta selama ini hanya sebagian kecil dari kerugian yang kau berikan padaku dan Marco!"

Mike tidak membantah apapun. Disisi lain, Austin dan Alceo hanya bisa menggigit lidahnya untuk tidak berkata kasar pasa Isabella yang tidak tahu diri. Setelah membuang tanpa tanggung jawab, lalu datang kembali untuk menipu?

"Maafkan aku..." gumam Mike kecil. Merasa perlu mengatakan kata itu meski pada nyatanya, kata-kata itu tidak dapat mengubah apapun. Kalaupun saat itu ia memiliki kesadaran dan dapat mengontrol dirinya, Mike yakin tidak akan rewel dan membiarkan kedua orangtuanya tenang tanpa perlu kerumah sakit dan... meninggal.

Tapi nyatanya tidak. Ia tidak bisa mengontrol apapun dari masalalu.

Bahu Isabella melorot lemas. Tidak ada sisa tenaga lagi untuk berdebat atau kembali berduka. Suaminya tidak akan kembali.

"Martin Piere Danesse." Gumam Isabella pelan. Ia kemudian menatap Mike datar sambil melanjutkan ucapannya. "Namamu, Martin Piere Danesse. Ibumu memiliki darah Italia, sedangkan Ayahmu juga Ron berasal dari Manhattan. Kau lahir di Los Angeles, Tiga bulan sebelum Marco lahir. Ayahmu hanya fotografer biasa, sedangkan ibumu hanya ibu rumah tangga biasa yang menjual kue hasil masakannya ke tetangga-tetangga. Mereka sama-sama memiliki hobi fotografi. Ron mengatakan karena pekerjaan Abe yang tak menjanjikan masadepan, Keluarga Ody tidak merestui hubungan mereka dan mengusir Ody keluar."

"Sepertinya kita mulai mengerti dari mana hobby fotografimu dan kekeras kepalaanmu berasal." Sindir Alceo tanpa menatap Mike.

Isabella masih melanjutkan kata-katanya tanpa menanggapi Alceo. "Hanya itu yang ku ketahui." Isabella membuka tasnya, mengeluarkan kunci yang kemudian diletakkan di depan Mike. "Rumah ini, sejatinya milik keluargamu. Dan kunci ini..." Isabella menatap satu ruangan yang berada didekat dapur, "kau bisa menemukan barang-barang mereka di dalam sana, termasuk foto-foto mereka dan oven Ibumu."

*

Selepas membersihkan makam orang tua kandungnya, Mike kembali duduk di antara dua batu itu. Seakan ia sedang duduk bersama kedua orang tuanya, melepas rindu yang tidak pernah tersampaikan.

"It turns out aku sudah pulang kerumah selama ini." Gumam Mike. "Maafkan aku, Mom... Dad..." Mike tersenyum kecil seraya menunduk, "maafkan Piere kecil kalian."

"Aku akan menjaga rumah kalian mulai sekarang. Aku akan membawa kehangatan kembali ke rumah, dan aku akan sering-sering mengunjungi kalian disini." Ujar Mike yakin. Menatap bergantian dua batu bertuliskan nama orang tuanya. "Piere akan membawa wanita yang Piere cintai, memperkenalkannya pada Mommy dan Daddy, memperkenalkan Auryn pada Martin Piere Danesse.

Mike tersenyum lagi. Kali ini senyumnya lebih mencerminkan kelegaan di wajahnya. "Aku bukan anak yang tidak diinginkan." Gumamnya kecil. Kenyataan itu sedikit menghiburnya ditengah rasa duka yang melanda. Wajar saja karena kau adalah anak yang mereka tunggu sejak 4 tahun menikah. "Piere merasa lebih lega sekarang."

Piere. Nama itu cukup mudah ia ucapkan dan ingat. Tetapi, Mike tetaplah Mike. "Martin Piere Danesse akan tetap hidup di diri Michael Varenino Darwin, Mom, Dad. Aku tetap Piere kecil kalian."

***

Tbc

Yukkk yang belum nyumbang ide untuk Fated, disumbang disumbangg 😂

*seret ide*

Between the Line [#MFFS 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang