"Kau mau makan lagi sebelum ke kedutaan?" Tanya Mike. Ia masih menggenggam tangan Auryn erat menuju ke Lift yang akan membawa mereka ke lantai bawah hotel yang ditempati Auryn.
"Aku tidak terlalu lapar. Kurasa lebih baik kita segera menyelesaikan urusan Passportku dulu sebelum hari semakin larut. Dan aku mau membeli pakaian serta baju dingin- ah... aku lupa dompetku juga hilang." Auryn mengeluh begitu mengingat segala harta berharga termasuk 4 kartu kredit pemberian Ayahnya juga Kakeknya, 5 kartu ATM, dan uang tunai belasan ribu dollar hilang. Untung saja kartu ATM dan kartu kreditnya memiliki pengamanan berlapis untuk melakukan transaksi sebagai tindak pencegahan atas kejadian seperti ini, jadi ia tidak perlu repot melakukan pemblokiran disaat ponselnya juga raib.
"Aku bisa membelikannya." Sahut Mike santai. "Kita urusi Passportmu dulu sebelum membeli pakaian ganti untukmu."
Auryn seketika menoleh dan tergagap. Mike membelikannya? Bagaimana bisa? Seluruh kartu Kredit, ATM dan uang tunai milik Mike kan di tinggalkan semua di mansion? "T-tidak perlu." Tolak Auryn tidak enak hati.
Mike mengernyit lalu tersenyum kecil. "Kenapa? Kau takut aku tidak mempunyai cukup uang untuk membelikan itu semua untukmu?"
Gelengan kencang diberikan Auryn sebagai pertanda kalau bukan itu yang gadis itu pikirkan meski memang benar adanya.
"Kau tidak perlu khawatir. Aku memiliki simpanan yang cukup." Mike melanjutkan dan dengan cepat menambahkan begitu Auryn menatapnya dengan gerakan cepat. "Aku tidak mengorupsi uang perusahaan. Aku melakukan kerja sambilan dan hasilnya lumayan. Aku tidak mungkin berbuat sejahat itu pada keluarga yang sangat kusayangi seperti keluargamu."
Auryn mengangguk kecil. Ia setuju, bukan karena ia berpikiran Mike adalah laki-laki sejahat itu. Ia malah merasa kalau Mike dan perbuatan jahat seperti memanfaatkan kebaikan orang lain itu sangat bertolak belakang. Itu sangat bukan Mike kalau menurutnya.
Mereka baru tiba di lantai paling bawah ketika keributan terdengar dari arah resepsionis sehingga memaksa mereka menghentikan langkah dan menoleh kearah meja resepsionis.
Seketika itu juga Auryn seakan ingin mencoret dirinya sendiri dari daftar keluarga Tyler melihat apa yang sedang terjadi di depan meja resepsionis.
"Lebih baik kita pura-pura tidak kenal, Mike. Aku akan memikirkan cara memaafkan mereka, tapi tidak hari ini. Mereka terlihat... sangat memalukan." Bisik Auryn sambil menyembunyikan wajahnya di ketiak Mike.
"Is... that Marvel and Austin?" Tanya Mike tidak percaya seraya menunjuk kearah dua orang yang kini tengah menjadi tontonan di tengah lobby, dan juga menyebabkan keributan bagi pengunjung hotel.
"Definitely not. Mereka bukan kembaranku." Tolak Auryn.
"Kenapa mereka berpakaian... seperti itu?"
Auryn kembali menatap kearah kedua kembarannya berada dan menggeleng kepala.
Sebenarnya tidak ada yang aneh dari penampilan mereka.
Setelan kerja beserta pantofel hitam, jaket hangat berbulu seperti orang eskimo yang membalut tubuh mereka dimana dua kancing teratas kemeja kerja mereka terbuka hingga wanita yang menatap mereka mengalirkan air liur yang dijamin Auryn akan membeku seperti es kalau menyentuh lantai, juga wajah mereka berdua yang kelelahan akibat perjalanan panjang. Kantung mata menghitam, juga bulu-bulu halus yang belum dicukur memberikan kesan seksi dan siap santap bagi wanita-wanita yang kini berkasak kusuk melihat kedatangan kedua mahakarya dewa yunani itu.
Kalau bagi Auryn, Orang gila mana yang memakai Pantofel serta setelan kerja tipis di daerah seperti ini? Hanya kedua kembarannya saja yang mampu melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Line [#MFFS 2]
RomancePart 8 Keatas di PRIVATE! Follow agar bisa terus membaca. terima kasih ^^ Apa yang bisa dilakukan kalau cinta datang tanpa pemberitahuan? Apa yang bisa dilakukan kalau laki-laki yang selama ini menjaga dan melindungimu, laki-laki yang merupaka...