38. Far-far Away. (2)

45.6K 4.6K 180
                                    

Iceland
16 April, 14:12

Mike's POV

"Kau lebih baik bersyukur pada bakatmu karena itu sudah menyelamatkanmu yang sudah masuk kedalam daftar makan malamku hari ini akibat keterlambatanmu pagi tadi." Ini sudah kelima kalinya aku mendengar Neal mengatakan hal yang sama semenjak kami selesai mengejar Aurora Borealis hingga mendapat lampu hijau dari Boss kalau gambar yang kami ambil dalam waktu sehari sudah cukup memuaskan hasrat atasan kami. "Makan malam hari ini ada padaku. Kau tidak akan kembali ke LA malam ini, kan?" Tanyanya seraya menaruh peralatan mengambil gambarnya di atas meja.

Aku tersenyum miring, kembali ke LA mungkin akan terdengar menggiurkan kalau saja aku memiliki tujuan untuk pulang. Aku menggeleng, "i'm not going back. At lease, not now."

Neal terkekeh, aku tahu laki-laki kurus itu sedang menyindirku dengan tawanya. "Kenapa? Wanitamu tidak mau kau temui karena kau lebih memilih mengejar sesuatu yang lebih cantik disini?" Godanya dan aku hanya tertawa hambar. Andai semuanya semudah itu.

"Aku kembali ke kamar dulu. Aku menantikan makan malam enak malam ini, Neal. Jangan lupakan janjimu." Aku mengingatkan Neal sebelum beranjak. Laki-laki itu meringis dan bergumam kecil. Aku terkekeh menyadari kalau tawaran makan malam itu hanya berupa omong kosong karena Neal mengira aku akan benar-benar pulang malam ini.

Wajar saja mengingat Neal bukan hanya sekali dua kali mendapatiku melamun menatap ponsel begitu kami meninggalkan LA.

Dan Neal memang tidak salah kalau mengatakan aku merindukan seseorang yang berada di LA. Aku merindukan Auryn meski baru beberapa hari tidak melihatnya.

Mungkin rasa bersalah lah yang mendominasi. Karena aku meninggalkannya tanpa pamit setelah menerbangkannya dengan kencan yang berakhir dengan ciuman kami.

Tidak kusangka kalau ingatan kencan manis namun menyedihkan secara bersamaan itu mampu membuatku beristirahat dengan baik siang itu.

Bahkan hingga ketukan dikamar terdengar saat matahari sudah jauh tenggelam kedasar, Aku masih setengah sadar membuka pintu untuk mendapati wajah kesal Neal.

"Jangan tanya ada apa dengan wajah bangun tidurmu itu. Aku sudah mengetuk pintumu sejak dua jam yang lalu." Rutuknya membuatku yang masih menyipit -menyesuaikan mataku dengan cahaya lampu dari ruang tamu- menatap ke arah jam di dinding kemudian menghela nafas menyesal.

Aku sudah terlelap nyaris 8 jam, dan sekarang sudah hampir jam 10 malam. Pantas saja kalau Neal kesal. "Maaf, aku tidur terlalu pulas." Sesalku. Aku bahkan tidak merasakan lapar hingga mengingat kalau Neal dan aku memiliki janji makan malam. "Makan malam..."

"Percuma, tidak ada restoran yang masih buka jam segini. Aku sudah membelikanmu burger saat kau tidak kunjung bangun." Ucapnya masih terdengar kesal.

"Maaf, dan terima kasih." Aku tersenyum tulus, benar-benar berterima kasih dan merasa tidak enak secara bersamaan. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk membelikannya sarapan besok pagi.

Neal berjalan melalui pintu kamarku sambil menggidikkan bahunya. "Panasi Burgermu sebelum makan. Aku meletakkannya di meja makan." Ucapnya acuh. Lalu ia berbalik. "Dan ponselmu terus berbunyi dari tadi. Panggilan dari kantor. Mungkin mereka akan menghubungimu lagi nanti."

Aku mengernyit. Ponsel? Memangnya ponselku dimana?

Seakan bisa membaca pikiranku, Neal menunjuk kearah meja kopi di ruang tamu. "Ponselmu disana."

"Apa aku membicarakan isi pikiranku barusan?" Tanyaku bingung.

"Wajah kebingunganmu cukup mudah terbaca." Jawabnya santai. "Sudahlah, selamat malam walau kurasa kau tidak akan secepat itu kembali tidur. Jadi, selamat begadang untuk melamunkan perempuan cantik di layar ponselmu itu." Ia terkekeh dan langsung berlalu cepat sebelum aku memprotes.

Between the Line [#MFFS 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang