Coba dipikir. Benar juga, kemana gadis ini? Aku tidak melihat koper ataupun tas gadis ini sejak tadi.
Pikiran buruk mulai menyergap di kepalaku saat aku menyentuh lengannya perlahan.
"Kau baik-baik saja, bukan?" Tanyaku serak lalu kembali melanjutkan perkataanku. "Kau tidak..."
"Aku dirampok." Auryn melanjutkan kalimatku dengan suara bergetar. "Dan aku hampir diculik kalau saja aku tidak berlari dan berteriak sekuat tenagaku." Tangisnya pecah dan hatiku mencelos hingga kedasar.
Mendengar apa yang terjadi pada Auryn lebih buruk dari pada mati membeku diluar.
.
.
.
Michael's POVAku tidak dapat berpikir apa yang akan terjadi kalau gadis itu tidak berlari atau berteriak. Aku tidak sanggup memikirkannya.
Aku kemudian meraih bahu terluar Auryn, dan membawanya ke pelukanku. Tubuhnya bergetar hebat, dan tangisnya semakin deras menyuarakan ketakutannya.
Auryn tidak pernah sendiri. Akan selalu ada orang yang mendampinginya bagaimanapun caranya. Dan sekarang, disaat gadis itu nekat untuk menyusulku sendiri disini, ia malah mengalami pengalaman menyeramkan itu. Disaat aku berada satu tanah dengannya, aku tidak bisa melakukan apapun.
Aku mengeratkan pelukanku padanya. Menyesal, dan merasakan ketakutan yang sama seperti yang dirasakan Auryn.
"Maafkan aku... kau tidak harus mengalami ini kalau kau tidak menyusulku." Ucapku penuh penyesalan.
"Aku takut, Mike. Hal terakhir yang terpikirkan olehku adalah aku tidak bisa melihatmu lagi. Aku takut dan aku berlari lebih kencang lagi hingga tidak tahu arah." Ia terisak di dadaku, membuatnya bertambah pilu dan seakan ditikam oleh benda tajam. "Aku hilang kesadaran setelah berjalan entah seberapa jauh dan seberapa lama. Dan beruntung pemilik toko kelontong yang kau masuki ketika mencariku itu menolongku. Begitu aku ingin keluar, wanita tua itu terkejut dan mengatakan kalau ada pemuda yang mencariku tidak lama sebelum aku sadar. Wanita itu tidak tahu kalau aku berada di toko kelontongnya selama ini karena anaknya yang menolongku. Oleh karena itu aku langsung berlari dan menyusulmu. Selebihnya kau sudah tahu."
Tanganku semakin terkepal. Tidak, aku tidak marah karena wanita tua di toko kelontong terakhir tidak mengetahui keberadaan Auryn di dalam tokonya. Melainkan kenyataan kalau Auryn sampai hilang kesadaran dan beruntung ditolong oleh mereka. Bagaimana kalau orang jahat yang menemukan gadis ini?
"Aku takut... tapi tidak lagi." Ucapnya lembut sambil membenamkan diri lebih dalam lagi ke pelukanku. "Terima kasih masih mengkhawatirkanku dan mencariku ditengah cuaca seperti ini."
"Bodoh!" Aku memeluknya semakin erat. "Aku tentu akan selalu mengkhawatirkanmu." Ku kecup puncak kepalanya dan menyandarkan pipiku disana.
Suasana gubuk kecil ini mendadak kelewat panas hingga aku yakin kalau es di daerah kutub sana bisa mencair dibuatnya. Berlebihan? Tapi itu yang kurasakan.
Kami terdiam sambil berpelukan, menatap Api di perapian dengan khidmat dan aku teringat akan burgerku yang berada di saku jaket.
Auryn mengernyit saat aku melepaskan pelukan kami dan berjalan kearah jaket kami yang masih tergantung. Kernyitannya bertambah banyak saat melihat bungkusan yang juga sudah basah karena salju juga saus sambal di burger itu sendiri kini sudah berada di tanganku.
"Aku kira kau lapar? Ku harap kau tidak keberatan dengan burger dingin karena aku tidak yakin akan ada microwave disini." Ujarku sambil kembali ke tempatku semula dan kembali memeluk Auryn yang dengan senang hati melingkarkan kedua lengannya di pinggangku. "Kau pasti belum makan seharian, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Line [#MFFS 2]
RomancePart 8 Keatas di PRIVATE! Follow agar bisa terus membaca. terima kasih ^^ Apa yang bisa dilakukan kalau cinta datang tanpa pemberitahuan? Apa yang bisa dilakukan kalau laki-laki yang selama ini menjaga dan melindungimu, laki-laki yang merupaka...