53. a Light of Hope! (1)

44.1K 4.4K 231
                                    

Austin mengecek layar ponselnya lagi yang tidak menandakan ada pesan baru masuk, kemudian ia kembali meletakan ponselnya ke meja.

Jantungnya berdegup kencang menandakan kalau ia sedang gugup. Ini adalah pertama kalinya ia merasakan ini. Sebuah hal yang mungkin akan mudah dijelaskan oleh Alceo, namun sulit untuk dirinya akui.

Austin jatuh cinta. Dan wanita itu adalah cinta pertamanya. Tidak tahu dimulai dari kapan rasa itu muncul. Cinta memang tidak memiliki alasan, dan seberapa keraspun Austin berpikir dengan otak cemerlangnya, logikanya tetap tidak bisa menemukan alasan itu. Karena Cinta memang tidak membutuhkan alasan.

Semenyeramkan itu.

Austin tidak tahu apa dirinya sedang bermaksud membantu masalah keluarganya, atau memanfaatkan masalah keluarga untuk kepentingannya sendiri. Yang jelas sekarang, ia sedang menunggu kedatangan wanita yang berhasil membuat pikirannya jungkir balik, dan logika kebanggaannya tidak lagi bisa ia andalkan.

"Maaf membuatmu menunggu lama. Ada sedikit masalah tadi di kantor." Tepukan ringan mengejutkan Austin. Austin spontan menoleh dan tersenyum lebar. "Kau sudah lama?"

"Tidak. Kau mau pesan apa?"

Bersamaan dengan itu, Pelayan restoran datang membawakan buku menu untuk wanita di hadapan Austin. Wanita itu tersenyum ramah sambil bergumam terima kasih dan membuka buku menu yang di terimanya.

"Kau tidak memesan?"

"Aku menunggumu." Jawab Austin santai. Wanita itu sempat melirik dan tersenyum kecil.

"Aku... Wagyu Salad saja. Kau mau melihatnya?" Tawar Wanita itu sambil menyerahkan buku menu itu kearah Austin.

Austin mengambil buku itu namun langsung menyerahkannya pada pelayan yang masih menunggu. "Make it two." Ujar Austin pada pelayan itu. "Bagaimana dengan minum?" Austin kembali menoleh kepada wanita yang menatapnya lekat. Wanita itu menggeleng kecil. "Jasmine Tea untuk wanita cantik ini."  Putus Austin sambil tersenyum.

Pelayan itu mengangguk mengerti. Ada rona merah di wajahnya saat Austin menatapnya tadi. Dan menurut Austin, itu adalah reaksi wajar.

Begitu pelayan itu pergi meninggalkan meja mereka, Austin kemudian berdeham. "Sepertinya aku berhutang maaf."

Wanita itu mengernyit. "Karena Jasmine tea mu? Tidak apa. Aku bisa meminumny-"

"Kau tahu aku memintamu kemari bukan karena itu, Soph." Austin memotong ucapan Wanita berambut gelombang  yang bernama Sophie. "Aku ingin meminta maaf atas ucapan Adik kembarku. Jackson sudah menceritakannya. Auryn mungkin hanya emosi jadi dia menuduhmu seperti itu."

"Kau tidak perlu repot sampai mentraktirku makan siang seperti ini." Ujar Sophie sambil tertawa kecil. "Mike juga sudah menjelaskannya kemarin."

Austin tidak bisa mengatakan kalau makan siang sebagai permintaan maaf ini hanya akal-akalannya saja. Karena sebenarnya, Austin memang ingin mengajak Sophie keluar makan sejak Austin menyadari perasaannya. Hanya saja Austin tidak memiliki keberanian itu mengingat status Sophie sebagai mantan pacar Mike.

Pesanan mereka datang tidak lama kemudian. Sophie menatap menu makanan yang sama yang berada di depan Austin sekarang. "Kau yakin kenyang dengan itu?" Tanyanya.

Austin mengangguk. "Aku makan cukup banyak sarapan tadi. Mungkin karena tenagaku cukup terkuras memikirkan jalan keluar masalah yang sedang menimpa adikku juga Mike." Austin tertawa renyah. Dirinya payah kalau sudah berhubungan dengan wanita. Terkadang ia berharap kalau sedikit saja sifat cassanova Alceo dimilikinya.

"Aku sudah mendengarnya dari Mike." Ucap Sophie seraya menuangkan saus wijen sangrainya ke atas salad. "Maaf, aku tidak bisa membantu banyak. Aku tidak memiliki hak apapun lagi untuk menasihati Mike."

Between the Line [#MFFS 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang