Karena hari yang ditentukan untuk pertemuan para pendekar itu masih kurang dua hari lagi, maka jalan masih sunyi dan selama itu Cia Sun belum berjumpa dengan pendekar lain yang dikenalnya atau orang-orang yang patut diduga pendekar. Orang-orang yang ditemuinya di jalan sehari itu hanyalah orang-orang yang berlalu-lalang dari dan ke Ceng-tao.
Ketika dia melihat sebuah hutan di depan, Cia Sun mempercepat langkahnya. Dia harus dapat menembus hutan itu sebelum gelap dan kini matahari telah condong ke barat. Dari jauh tadi, hutan yang berada di kaki bukit ini tidak begitu besar, akan tetapi setelah dimasukinya ternyata hutan itu penuh dengan pohon-pohon tua yang besar sehingga nampak menyeramkan dan liar. Bahkan jalan raya yang biasa dilalui orang mengambil jalan memutari hutan itu.
Agaknya para pejalan itu lebih suka mengambil jalan memutar daripada harus memasuki hutan yang nampak liar itu. Akan tetapi, Cia Sun tentu saja memilih lorong kecil yang menerobos hutan karena dia tidak takut memasuki hutan yang baginya kecil saja itu. Di tempat tinggalnya, di Lembah Naga, terdapat hutan-hutan yang lebih luas dan lebih liar lagi. Karena dia tahu bahwa jalan lorong yang melalui hutan ini lebih dekat, maka tanpa ragu-ragu lagi dia memasuki hutan dan melakukan perjalanan cepat.
Akan tetapi, ketika dia tiba di tengah hutan di mana terdapat pohon- pohon raksasa, tiba-tiba dia mendengar gerakan dari atas pohon dan ada angin menyambar ke bawah. Sebagai seorang pendekar yang lihai, dengan kewaspadaan yang selalu membuat tubuhnya berada dalam keadaan siap siaga, Cia Cun melempar tubuhnya ke belakang dan berjungkir balik.
Betapa kagetnya melihat bahwa yang menyambar dari atas tadi adalah kepala seekor ular besar. Badan ular itu melilit cabang pohon dan kepalanya terayun ke bawah. Ular itu panjangnya ada empat tombak dan perutnya sebesar paha! Ular besar ini tentu akan dapat menelan binatang-binatang seperti kijang, bahkan orangpun akan dapat dimasukkan ke dalam perutnya.
Ular besar itu mengayun kepalanya dan mencoba untuk meraih Cia Sun. Akan tetapi sekali ini Cia Sun mengelak sambil menggerakkan tangan memukul ke arah tengkuk ular yang menyambar itu dengan tangan dimiringkan. Tangan pendekar muda ini kalau dipukulkan seperti itu hebatnya melebihi palu godam baja.
"Krekkk!"
Ular itu terkulai dan perlahan-lahan, libatan badannya pada cabang pohon terlepas dan akhirnya terjatuhlah badan itu ke atas tanah, menggeliat-geliat akan tetapi kepalanya tidak dapat digerakkan karena tengkuknya patah-patah. Dan pada saat itu terdengar desis yang banyak sekali. Cia Sun memandang ke kanan kiri depan dan belakang dengan mata terbelalak karena dia melihat be-tapa dirinya telah dikurung oleh ratusan ekor ular yang berdatangan dari empat penjuru! Ular-ular besar kecil dari berbagai jenis dan warna, ular-ular beracun yang amat jahat dan tempat itu segera dipenuhi bau amis yang memuakkan.
"Heh-heh-heh! Tar-tar-tarrr... hi-hik!"
Cia Sun cepat menengok dan alisnya berkerut, sepasang matanya mencorong penuh kewaspadaan. Seorang nenek tua renta keriputan yang punggungnya bongkok tahu-tahu sudah berada di situ, memegang sebatang cambuk yang ekornya sembilan. Nenek itu membunyikan cambuknya berkali-kali, sehingga terdengar suara meledak-ledak dan nampak semacam asap mengepul dari ujung cambuknya, diselingi suara ketawa terkekeh menyeramkan. Dan Cia Sun melihat kenyataan bahwa ular-ular itu agaknya terkendali oleh suara ledakan cambuk. Hal ini hanya berarti bahwa nenek itulah yang menjadi pawang ular dan telah mengerahkan peliharaannya yang merupakan ternak mengerikan ini untuk mengepungnya.
Cia Sun mengingat-ingat. Para suhengnya, murid-murid Pek-liong-pang yang sudah menjadi pendekar dan mempunyai banyak pengalaman di dunia kang-ouw, pernah menceritakan kepadanya tentang dunia kang-ouw, tentang tokoh-tokoh penting dari golongan putih maupun golongan hitam. Dia pernah mendengar akan Cap-sha-kui dan di antara tiga belas orang tokoh sesat itu kabarnya terdapat seorang nenek yang berjuluk Kiu- bwee Coa-li (Ular Betina Berekor Sembilan). Dia sudah mendengar betapa lihainya nenek ini, kalau benar Kiu-bwee Coa-li. Menurut yang didengarnya, di antara Tiga Belas Iblis, yang paling tinggi ilmunya adalah empat orang dan di antaranya adalah nenek ini, maka dia bersikap tenang dan waspada. Ular-ular itu tidak dikhawatirkannya, akan tetapi dia harus berhati-hati terhadap nenek yang menjadi pawang atau penggembala ular itu.
"Hemm, apakah engkau Kiu-bwee Coa-li?" tanyanya, suaranya tetap tenang.
"Heh-heh-heh, engkau masih muda sudah mengenalku, dan sekali pukul dapat membunuh ular kembang. Engkau tentu seorang pendekar, ya? Seorang tokoh muda golongan putih? Hi-hik-hik, aku paling suka darah pendekar dan ular-ularku ini paling suka daging pendekar, heh-heh-heh! Tar-tar-tar-tarrr...!" Cambuk berekor sembilan itu bergerak dan meledak-ledak.
Cia Sun mengelak dari sambaran empat ekor ujung cambuk itu, akan tetapi dia melihat bahwa nenek itu bukan hanya menyerangnya, melainkan juga memberi aba-aba kepada ular-ularnya karena kini, sambil mengeluarkan suara berdesis-desis, binatang-binatang mengerikan itu mulai menyerangnya dari segala penjuru!
Cia Sun menggerakkan kaki tangannya. Kakinya terayun, menendangi ular-ular yang berani mendeketinya, sedangkan kedua tangannya bergerak mengirim pukulan jarak jauh dengan pengerahan Thian-te Sin-ciang.
Angin yang kuat menyambar ke arah ular-ular itu dan belasan ekor ular berhamburan seperti daun kering dilanda angin. Mellhat kehebatan pemuda ini, nenek itu meringkik, setengah terkekeh setengah menangis dan pecutnya meledak-ledak semakin gencar, bukan hanya menghujani tubuh Cia Sun dengan serangan cambuknya yang berujung sembilan, akan tetapi juga untuk memberi komando kepada ular-ularnya yang menjadi semakin nekat menyerbu ke arah Cia Sun. Bahkan di antara ular-ular itu terdapat ular-ular kobra yang berdiri dengan leher berkembang, ada pula ular yang seperti dapat terbang karena ular-ular ini kecil-kecil dan ada yang kemerahan, meloncat dan menerkam seperti terbang ke arah leher dan tubuh Cia Sun!
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Berdarah
RomanceLanjutan Siluman Gua Tengkorak Kisah Cinta dua pasang muda mudi yang penuh dengan konflik dan pertentangan antara senang dan susah, antara suka dan benci, antara kenyataan dan apa yang di harapkan, siapakah pasangan muda mudi yang bertualangan cinta...