Jilid 115

2.1K 32 0
                                    

"Kenapa mereka ingin membunuhmu juga?" akhirnya Ci Kang bertanya. Cia Sun mengerutkan alisnya.

"Karena mereka mangenalku."

"Hemm, kenapa engkau tidak tinggal di atas saja, hidup bahagia dengan perempuan cabul itu dan menjadi pembantu Raja dan Ratu Iblis?" Ci Kang mengejek.

"Aha, agaknya engkaupun telah dibujuk rayu oleh perempuan itu!" Cia Sun mengejek. "Agaknya lebih parah, sampai baju atasmu ditanggalkan. Kenapa engkau tidak memilih hidup enak di sana? Dan kenapa mereka juga ingin membunuhmu?"

"Karena merekapun mengenalku, mengenal keadaanku."

"Mengenal ayahmu?" Cia Sun mendesak.

Ci Kang mengangguk dan tiba-tiba wajahnya menjadi muram. "Mereka... telah membunuh ayahku! Dan untuk itu aku harus hidup, aku harus hidup untuk membuktikan kepada mendiang ayah, bahwa aku bukanlah seperti mereka!" Ci Kang berkata dengan suara gemetar penuh perasaan.

Cia Sun menjadi tertarik. "Sobat, kita senasib. Agaknya nasib yang mempertemukan kita dimulai dari kesalahpahaman. Dan ternyata akulah yang salah. Aku tertipu oleh penjahat-penjahat yang menyamar menjadi pengurus-pengurus kedai itu. Sobat, aku she Cia. Namaku Cia Sun dan ayahku tinggal di Lembah Naga, itulah yang menyebabkan mereka hendak membunuhku. Boleh aku mengetahui siapa ayahmu?"

"Aku she Siangkoan, ayahku... ayahku dikenal sebagai Siangkoan Lo- jin..."

"Ahhh...!" Cia Sun terkejut bukan main sampai memandang dengan mata terbelalak. "Maksudmu... maksudmu... yang dijuluki Iblis Buta...?"

Ci Kang mengangguk dan menarik napas panjang. "Benar, ayahku dijuluki Iblis Buta dan memang ayahku buta..."

"Tapi... tapi... bukankah ayahmu memimpin para penjahat, bahkan para datuk Cap-sha-kui juga menjadi sekutunya? Kenapa engkau dimusuhi Raja dan Ratu Iblis?"

"Ayah mereka bunuh karena menentang mereka, baru kuketahui tadi setelah aku menolak perempuan hina itu dan menghinanya."

"Hemm, jadi karena ayahmu dibunuh maka engkau memusuhi mereka? Akan tetapi mengapa di kedai arak itu engkau memusuhi pula para penjahat yang menyamar?" Kini tahulah Cia Sun mengapa pemuda ini mengenal penjahat yang menyamar sedangkan ia sama sekali tidak mengenal mereka. Kiranya pemuda ini adalah putera seorang datuk penjahat!

"Sejak lama aku berpisah dari ayahku karena aku tidak cocok dengan cara hidupnya. Aku menentang kejahatan dan karenanya aku dibenci golongan sesat, akan tetapi golongan bersih juga menghina dan menentangku karena aku putera Siangkoan Lo-jin..."

"Kalau ada pendekar menentangmu karena engkau putera Siongkoan Lo-jin, maka dia itu sembrono, Ci Kang. Orang ditentang karena perbuatannya yang jahat, bukan karena keturunannya!"

Ci Kang mengangkat mukanya. Dalam cuaca remang-remang itu sepasang matanya mencorong ketika memandang wajah Cia Sun penuh selidik. "Orang she Cia, benarkah omonganmu itu? Aku baru saja dikecewakan oleh para pendekar di bekas benteng Jeng-hwa-pang. Ketika aku tiba di sana dan dikenal sebagai putera ayah, aku nyaris celaka karena dikeroyok mereka."

"Ah, mereka itu sembrono. Jadi itukah sebabnya mengapa engkau murung dan mengamuk di kedai arak itu ketika engkau melihat bahwa mereka adalah penjahat-penjahat yang menyamar?"

Ci Kang mengangguk dan diam-diam timbul rasa sukanya kepada Cia Sun, walaupun masih ada rasa tidak puas bahwa dia belum mampu mengalahkan pemuda gagah perkasa ini.

Tiba-tiba terdengar suara mengejek, suara ketawa Siang Hwa. "Hi-hi- hik, kalian ini dua orang laki-laki yang tak tahu diri, berlagak alim dan gagah. Rasakan kini pembalasanku. Kalian akan mampus sebagai dua ekor tikus tenggelam, hi-hik!" Dan tiba-tiba terdengar suara air gemercik dan dari atas, dari celah-celah batu yang menutupi lubang itu, turunlah air dengan derasnya!

Asmara BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang