Jilid 104

2.4K 28 0
                                    

Kegembiraan yang berganti dengan kegelisahan dan kekacauan itu amat menarik perhatian Sui Cin dan Hui Song yang kebetulan sekali pada pagi hari itu tiba di situ, memasuki dusun Lok-cun dalam perjalanan mereka menuju ke barat, ke Pegunungan Cin-ling-san. Tentu saja hati mereka tertarik melihat betapa penduduk nampak begitu gelisah ketakutan, orang-orang mencari-cari sesuatu ke sana-sini sedangkan rumah kepala dusun terhias indah, akan tetapi kini orang-orang tidak ada lagi yang melanjutkan pekerjaan merias rumah yang belum selesai sepenuhnya itu. Juga adanya para penjaga berkeliaran dengan sikap cemas itu menarik sekali. Rasa heran mereka bertambah ketika tiba- tiba saja ada belasan orang penjaga keamanan mengepung mereka dengan senjata tajam di tangan.

"Hemm, kalian ini mau apakah mengepung kami?" Sui Cin bertanya dengan alis berkerut.

"Kalian adalah orang-orang asing yang baru memasuki dusun kami. Menyerahlah. Karena kami yakin bahwa kalian yang kami cari-cari. Siapa lagi yang mengacau dusun kami kecuali dua orang asing?" bentak seorang yang bermata lebar dan bersikap bengis.

"Sabar dulu, sobat," kata Hui Song, mencoba untuk tersenyum ramah. "Apa yang terjadi dan mengapa kalian menuduh kami secara membabi-buta? Kami tidak tahu apa-apa. Kami baru saja tiba di sini dan melihat kekacauan ini, malah kami bertanya-tanya mengapa kalian begini gelisah dan apa yang terjadi...?"

"Cukup! Ikut kami menghadap kepala dusun, tak perlu membela diri di sini!" bentak si muka bengis dan dia sudah maju untuk menangkap lengan Sui Cin. A-kan tetapi gadis itu menarik tangannya dan sekali kakinya bergerak, ujung sepatunya mencium lutut si mata lebar dan orang ini mengaduh dan jatuh berlutut.

"Nah, bagus! Minta ampun dahulu baru kita bicara," Sui Cin mengejek.

Melihat betapa seorang kawan mereka roboh oleh gadis itu, kecurigaan mereka semakin kuat bahwa dua orang muda mudi inilah tentu yang telah mengacaukan dusun mereka. Maka serentak mereka maju menerjang dengan senjata mereka. Hui Song dapat menduga bahwa tentu terjadi sesuatu dan orang-orang dusun ini salah duga. Kalau dilanjutkan sikap Sui Cin, tentu mereka akan semakin curiga lagi. Maka diapun cepat menggunakan kepandaiannya, menyambut serangan itu dengan merampas semua golok dan pedang. Gerakannya memang cepat bukan main karena dia menggunakan jurus Kong-jiu-jip-pek-to (Tangan Kosong Menyerbu Ratusan Golok) sehingga para pengeroyok itu tidak tahu apa yang terjadi karena tiba-tiba saja senjata mereka terlepas dan terampas. Kiranya pemuda itu sudah merampas semua senjata mereka dan kini golok dan pedang itu telah ditumpuk di depan kaki si pemuda tampan.

"Tenanglah saudara-saudara. Kami bukan orang jahat dan kalau ada urusan, beritahukanlah kami. Siapa tahu kami dapat membantu kalian," kata Hui Song. Pada saat itu, lurah Coa sudah tiba di situ dan lurah inipun tadi melihat betapa dengan mudahnya pemuda tampan itu merampasi senjata orang-orangnya. Dia dapat menduga bahwa pemuda ini tentu seorang pendekar, maka diapun cepat maju menjura.

"Harap taihiap sudi memaafkan orang-orang kami yang kurang ajar. Dusun kami sedang dilanda kekacauan karena munculnya iblis yang mencuri calon pengantin wanita..."

"Eh? Ada pengantin dicuri?" Sui Cin berseru kaget dan tertarik sekali.

"Pengantin itu adalah anak saya sendiri, baru saja lenyap tanpa bekas setelah lebih dahulu pakaian pengantin yang lenyap." Lurah Coa lalu menceritakan peristiwa yang baru saja terjadi.

Hui Song dan Sui Cin mendengarkan penuh perhatian. "Kami akan mencoba untuk mencari penculiknya," kata Hui Song. "Mudah-mudahan kami dapat menemukan kembali puterimu itu."

Setelah mendengarkan penuturan itu, Hui Song dan Sui Cin mempergunakan kepandaian mereka berloncatan pergi meninggalkan dusun. Mereka mengambil keputusan untuk mencari penculik gadis itu dan tentu saja mereka tidak mengharapkan akan dapat menemukan penculik itu di dalam dusun. Mereka mencari keluar dusun, mengelilingi dusun itu dan akhirnya mereka mendaki sebuah bukit tak jauh dari dusun itu karena bukit itu penuh dengan hutan, tempat yang baik sekali bagi para penjahat untuk menyembunyikan diri.

Asmara BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang