Jilid 90

1.3K 28 0
                                    

"Kita tertipu!" teriaknya mengingatkan dua orang kawannya. "Dia bukan Menteri Liang!" Kemudian ia menggerakkan senjatanya dan menyerang pemuda itu dengan ganas.

Pemuda itu adalah Hui Song. Seperti kita ketahui, pemuda ini membagi tugas dengan Sui Cin. Dia sendiri mengunjungi Menteri Liang dan melaporkan bahaya yang mengancam keselamatan menteri itu. Lalu diatur jebakan. Hui Song menyamar dan menggantikan sang menteri dalam kereta menuju ke perahu di telaga, dikawal oleh enam orang jagoan yang menyamar sebagai perajurit-perajurit biasa. Padahal mereka adalah perwira-perwira pilihan!

Akan tetapi enam orang pengawal itu masih kewalahan menghadapi amukan kakek dan nenek Kui-kok-pang, sedangkan Hui Song sendiri mendapat kenyataan betapa lihainya nenek bercambuk ekor sembilan ini. Dia dapat menduga bahwa nenek ini tentulah seorang tokoh Cap-sha-kui yang berjuluk Kiu-bwe Coa-li. Diam-diam dia harus mengakui kelihaian nenek ini. Masih untung mereka berkelahi di atas perahu, bukan di darat. Kabarnya nenek ini pandai memanggil dan mengerahkan ular-ular untuk mengeroyok lawan.

Kedua pihak yang berkelahi mengharapkan bantuan masing-masing. Para penyerbu tentu saja merasa heran sekali mengapa dua orang kawan yang boleh mereka andalkan itu tidak juga muncul. Mereka telah bertemu dengan Sim Thian Bu yang sudah berjanji membantu, bahkan pemuda cabul itu hendak melakukan pengamatan bersama seorang tokoh Hwa-i Kai-pang yang bernama Bhe Hok itu. Tentu saja para ibli Cap-sha-kui tidak tahu bahwa Bhe Hok tidak kuat menandingi Shan-tung Lo-kiam sehingga melarikan diri sedangkan Sim Thian Bu setelah memperoleh mangsa, lupa akan janjinya.

Di lain pihak, Hui Song juga terheran-heran mengapa pemuda jembel yang menjadi sahabatnya itu, Sui Cin, tak kunjung muncul untuk membantunya. Tiba-tiba terdengar suara yang-kim dan muncullah seorang kakek lihai yang bukan lain adalah Shan-tung Lo-kiam. Begitu naik ke atas perahu di mana sedang terjadi perkelahian itu, kakek ini segera membantu enam orang pengawal yang terdesak.

Melihat betapa para penjahat itu terjebak oleh seorang pemuda perkasa yang menyamar sebagai Menteri Liang yang dibantu oleh enam orang pengawal pilihan, kakek ini tertawa. "Ha-ha-ha! Para tokoh Cap-sha-kui terjebak seperti tiga ekor tikus dalam perangkap, ha-ha-ha." Dan diapun menggerakkan senjatanya yang sesungguhnya, yaitu sebatang pedang sedangkan yang-kim di tangan kirinya hanya dipergunakan sebagai perisai. Dan ternyata, sesuai dengan julukannya, yaitu Lo-kiam (Pedang Tua), begitu memainkan pedangnya, kakek ini memperlihatkan kelihaiannya.

Tiga orang tokoh Cap-sha-kui merasa terkejut bukan main melihat munculnya Shan-tung Lo-kiam yang sudah mereka ketahui kelihaiannya. Munculnya kakek ini tentu saja menambah kekuatan lawan dan membahayakan diri mereka. 

Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara berdesir nyaring dan segera terasa getaran perahu disusul teriakan para anak buah perahu besar, "Perahu terbakar...!"

Hui Song, enam orang pengawal dan Shan-tung Lo-kiam terkejut melihat be-tapa ujung perahu terbakar. Mereka meloncat ke tepi dan melihat sebuah perahu kecil tak jauh dari situ. Ada dua orang yang berada di dalam perahu itu, seorang kakek kurus memegang tongkat dan seorang pemuda remaja yang berdiri tegak di atas perahu. Pemuda ini memegang sebuah busur dan dialah yang tadi melepaskan anak panah berapi yang membakar perahu besar.

Melihat peristiwa ini, tiga orang datuk Cap-sha-kui bergerak cepat. Merekapun meloncat meninggalkan lawan dan melihat perahu kecil itu mereka lalu berlompatan turun dari perahu besar menuju ke perahu kecil itu. Kui-kok Lo-mo dan Lo-bo dapat hinggap di atas perahu kecil itu. Perahu terguncang dan lompatan Kiu-bwe Coa-li tidak tepat. Nenek ini tentu terjatuh ke air kalau saja pemuda itu tidak cepat mengulur tangan kiri menyambar ujung baju si nenek dan sekali tarik dengan sentakan, tubuh nenek itu tertahan dan dapat turun ke atas perahu dengan selamat! Gerakan pemuda yang memegang busur ini sungguh cekatan dan amat kuatnya sehingga diam-diam Hui Song harus mengakui bahwa pemuda itu merupakan lawan yang amat tangguh.

Ketika para pengawal dan Hui Song hendak mengejar, tiba-tiba pemuda di atas perahu kecil itu kembali meluncurkan dua buah anak panah berapi yang tepat mengenai layar dan bilik perahu besar sehingga terjadi kebakaran besar. Sementara itu tiga orang tokoh Cap-sha-kui sudah bergerak mendayung perahu tanpa diperintah lagi sehingga perahu kecil itu meluncur pergi dengan cepatnya.

Terpaksa Hui Song, para pengawal dan Shan-tung Lo-kiam sibuk membantu para anak buah perahu memadamkan api dan membiarkan perahu kecil yang membawa lima orang sesat itu melarikan diri. Dengan kecepatan luar biasa, perahu kecil yang didayung oleh orang-orang kuat itu sebentar saja lenyap. Hui Song kecewa sekali. Dia tadinya mengharapkan untuk dapat menangkap seorang di antara mereka agar rahasia kejahatan Liu-thaikam dapat terbongkar. Tanpa adanya bukti, sukar untuk menjatuhkan pembesar korup yang amat dipercaya oleh kaisar itu. Kalau ada bukti dan saksi, barulah kejahatan pembesar itu dapat terbongkar dan diketahui oleh kaisar.

Para pengawal dan anak buah perahu besar ternyata sudah mengenal baik kakek pembawa yang-kim itu dan mereka semua bersikap hormat. Memang kakek ini tidak asing bagi para pembantu dan keluarga Menteri Liang yang menjadi sahabat baiknya. Hui Song segera maju memberi hormat kepada Shan-tung Lo-kiam.

"Terima kasih atas bantuan locianpwe."

Kakek itu tersenyum dan memandang kagum kepada pemuda itu. "Orang muda, aku Shan-tung Lo-kiam, sejak dahulu adalah sahabat baik Menteri Liang maka tidak aneh kalau aku membela beliau. Akan tetapi engkau seorang muda sudah berani menghadapi para datuk sesat dari Cap-sha-kui, sungguh amat mengagumkan. Siapakah engkau, orang muda?"

Asmara BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang