Jilid 39

1.5K 31 0
                                    

Mendengar demikian, Kiu-bwee Coa-li membunyikan cambuknya. 

"Tar-tar- tarr..!" 

"Lojin anggap saja bahwa nyawa orang she Liang itu sudah berada di tanganku. Kapan aku harus membunuhnya, lojin? Sekarang juga aku berangkat!" Nada ucapan Kiu-bwee Coa-li penuh semangat.

"Hemm, nenek sombong, jangan tergesa-gesa dan jangan terlalu membual. Kalau engkau gagal, aku akan menghukummu! Jangan sembrono, di samping menteri yang lemah itu terdapat seorang selirnya dan seorang anak perempuannya yang cukup lihai karena mereka itu murid-murid Shan-tung Sam-lo-eng."

"Heh-heh-heh, lojin. Jangankan baru murid-muridnya, biar mereka bertiga sendiri hadir, aku tidak akan takut," Kiu-bwee Coa-li yang memang berwatak sombong itu tertawa.

"Baik, akan tetapi tunggu sampai urusan kita selesai, baru kau boleh berangkat melaksanakan tugasmu. Sekarang pembesar kedua yang harus dienyahkan, dia adalah Ciang-goanswe (Jenderal Ciang), panglima nomor dua di kota raja. Siapa berani memegang tugas ini?"

Semua orang melongo, Ciang-goanswe adalah seorang jenderal besar. Sebagai panglima nomor dua, dia memimpin laksaan orang pasukan! 

"Akan tetapi... mana mungkin membunuh seorang panglima yang menguasai ratusan ribu orang pasukan? Siapa sanggup dan mungkin dapat berhasil melakukan tugas ini tanpa bantuan pasukan besar pula, lojin? Dan mengerahkan pasukan besar berarti pemberontakan dan perang..."

Pertanyaan ini keluar dari mulut seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih yang nampak gagah perkasa akan tetapi juga menyeramkan karena mukanya penuh dengan cambang bauk yang lebat dan hitam. Sepasang matanya besar dan gerak-geriknya kasar akan tetapi pada mulutnya terbayang sifat yang kejam dan suka mempergunakan kekerasan. Agaknya pertanyaan yang diajukan ini berkenan di hati semua orang, karena terdengar bisik-bisik dan suasana menjadi gaduh sampai Iblis Buta mengangkat tongkatnya ke atas. Suasana kembali tenang dan sunyi.

"Kalian semua bodoh kalau berpendirian demikian. Memang, Ciang-goanswe adalah seorang panglima yang memimpin ratusan ribu orang tentara. Akan tetapi, diapun seorang manusia biasa dan tidaklah mungkin kalau selamanya dia berada di antara ratusan ribu pasukannya! Sekali waktu tentu dia akan menyendiri, dengan keluarganya saja, dan penjagaan atas gedungnya tidak akan sekuat penjagaan di istana. Kalau orang berpikiran cerdik, tidak seperti kalian yang tolol, tentu akan dapat menemukan dia dalam keadaan jauh dari para pasukannya. Nah, karena pentingnya tugas ini, kuserahkan saja kepada sepasang Kui-kok Lo-mo dan Lo-bo. Sanggupkah kalian?!"

Suami isteri tua itu saling pandang. 

"Kami sanggup." Akhirnya Kui-kok Lo-mo berkata.

"Bagus! Itulah tugas yang perlu kalian kerjakan. Setelah urusan kita di sini beres, kalian lakukan tugas-tugas itu dan kemudian hasilnya laporkan kepadaku. Sekarang, setelah selesai urusan yang menyangkut kaisar, siapa lagi yang ada laporan?" Dia berhenti sebentar, menengok ke kanan kiri, bukan untuk memandang melainkan untuk mendengarkan dan menyambung, "Bukankah kalian sebelum berkumpul di sini sudah menyelidiki tentang pertemuan para pendekar? Siapa saja yang akan hadir dan apakah kalian sudah bertemu dengan beberapa orang di antara mereka?"

Tiba-tiba kakek itu mengayunkan tongkatnya ke kiri. 

"Blarrrrr...!" 

Ujung batu karang yang menonjol di situ, yang tadi pernah diraba-rabanya, pecah berantakan dan melayang ke arah api unggun yang baru saja dibikin oleh seorang di antara mereka. Api unggun itu padam dan kayunya terlempar ke mana-mana, dan ada beberapa orang yang terkena kayu terbakar dan pecahan batu karang. Akan tetapi karena mereka semua adalah golongan orang yang pandai, tidak ada yang sampai terluka parah. Semua orang terkejut dan semakin kagum karena si buta itu ternyata hebat luar biasa, dapat mengetahui adanya api unggun dan dapat memadamkannya secara demikian luar biasa.

"Bodoh! Apa artinya pertemuan rahasia kalau kau menyalakan api unggun yang akan menciptakan sinar yang nampak dari jauh dan mengeluarkan bau yang dapat tercium dari tempat jauh?" bentaknya.

"Ampun, lojin, maksudkan hanya untuk mengusir nyamuk..."

"Kalau aku tidak tahu begitu, tentu batu itu menghancurkan benakmu dan bukan memadamkan api saja," kata pula Iblis Buta. "Nah, siapa membuat laporan!?"

"Aku bertemu dengan seorang gadis remaja dan seorang pemuda yang amat lihai. Bahkan aku banyak kehilangan ular-ularku ketika melawan mereka. Sungguh, belum pernah seumur hidupku bertemu dengan gadis dan pemuda yang semuda itu namun selihai itu. Masing-masing dari mereka saja mampu menandingiku dan mungkin aku dapat mengalahkan mereka satu demi satu, akan tetapi menghadapi pengeroyokan mereka, terpaksa aku harus melarikan diri. Hebat, dan aku tidak sempat mengenal ilmu mereka, tidak pula tahu siapa mereka. Pasti mereka hendak menghadiri rapat pertemuan para pendekar."

Berita ini amat tidak menggembirakan Si Iblis Buta, juga para tokoh sesat di situ merasa gelisah. Kalau dua orang muda dapat menandingi Kiu-bwee Coa-li itu berarti bahwa di pihak para pendekar terdapat orang-orang lihai sekali, pada-hal mereka masih begitu muda!

"Aku sempat bertemu dengan suami-isteri setengah tua yang menjadi murid Bu-tong-pai, dan aku berhasil membunuh mereka yang juga hendak menghadiri pertemuan para pendekar," kata pula seorang tokoh lain yang suaranya mirip bunyi tikus, mencicit. 

Ada pula yang melapor telah berhasil melukai seorang peserta pertemuan para pendekar, ada lagi yang melaporkan telah membunuh beberapa orang calon peserta dengan cara meracuni mereka. Pendeknya, laporan-laporan itu amat menyenangkan si Iblis Buta dan dia mengangguk-angguk sambil berkali-kali menyatakan senang hatinya.

Asmara BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang