Jantung mereka berdebar tegang ketika keduanya tiba di depan kamar menara. Dengan hati-hati mereka menggunakan kaki mendorong daun pintu yang terbuka dengan mudah karena memang tidak terkunci. Ruangan itu kosong. Sebuah ruangan bersih berbau harum dupa dan bunga, dan lantainya ditilami permadani dan kasur tipis.
Mereka berdua saling pandang dengan hati lega karena ternyata iblis itu tidak berada di situ. Dengan hati-hati mereka membuka sepatu dan memasuki ruangan itu, meletakkan baki masakan den emas itu di atas lantai. Karena lilin yang bernyala di sudut ruangan itu hampir padam, seorang di antara mereka lalu menyalakan sebuah lilin besar di sudut den kamar itu menjadi terang.
Agaknya sinar terang kamar itu menjadi tanda bagi sesosok bayangan untuk bergerak datang. Demikian cepatnya bayangan itu bergerak sehingga Thian Kong Hwesio den Hai Cu Nikouw yang berjaga di atas genteng, hanya melihat berkelebatnya bayangan yang kemudian lenyap. Mereka mengira bahwa itu hanya bayangan burung yang lewat, maka mereka tetap mendekam di tempat persembunyian mereka sambil menanti dengan waspada.
Akan tetapi, ternyata bayangan yang berkelebat cepat tadi bukan burung, melainkan bayangan sesosok tubuh manusia yang ramping pinggangnya. Bayangan itu melesat dengan cepatnya den bersembunyi di balik wuwungan menara. Sinar lilin besar yang menyorot keluar dari genteng menara menimpa mukanya. Muka yang mengerikan karena memakai topeng hitam yang mempunyai lubang-lubang kecil memperlihatkan sepasang mata yang bersinar tajam, hidung yang kecil den mulut yang bibirnya lebar dan amat merah. Sukar menaksir bagaimana bentuk wajahnya ataupun berapa usianya.
Agaknya ia tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa di sekitar tempat itu bersembunyi banyak penjaga yang kini mengikuti gerak- geriknya dengan pandang mata yang tegang. Dengan seenaknya bayangan itu lalu meloncat turun dan menghampiri anak tangga. Akan tetapi baru saja ia menaruh kakinya pada anak tangga pertama, tiba-tiba enam orang penjaga yang bersembunyi di sekitar anak tangga bermunculan den menyerbunya dengan senjata mereka.
Melihat senjata berkilatan dari segenap penjuru, wanita berkedok itu mengeluarkan suara mendengus dari hidungnya, kelihatan tidak terkejut sama sekali dan bibir yang merah lebar di balik kedok itu menyeringai, memperlihatkan gigi yang putih dan besar-besar. Tiba-tiba kedua tangannya bergerak, benda-benda kecil berkeredepan menyambar ke arah enam orang penyerangnya dan terdengarlah suara mereka menjerit dan seorang demi seorang roboh terpelanting dan tidak dapat bangkit kembali melainkan berkelojotan dan sekarat! Leher mereka, tepat di tenggorokan, tertancap oleh sebatang jarum yang amblas masuk, membawa racun bersamanya.
Jeritan-jeritan ini tentu saja menarik perhatian dan nampaklah bayangan banyak orang berlari-larian, dan dari atas menyambar tubuh Hai Cu Nikouw. Melihat betapa seorang wanita berkedok berdiri di bawah anak tangga dan enam orang penjaga yang bertugas menjaga di situ semua telah roboh berkelojotan, Hai Cu Nikouw dan suhengnya terkejut bukan main. Bagaimana wanita ini dapat masuk ke situ tanpa mereka ketahui?
"Iblis jahat, terimalah hukumanmu!" bentak Hai Cu Nikouw sambil menerjang ke depan, menggunakan sepasang pedangnya yang jarang sekali keluar dari sarungnya itu. Dua sinar putih berkelebat menyilang dan titik pertemuan silang adalah leher wanita berkedok itu. Hebat bukan main serangan nenek pendeta ini.
"Cringgg...!"
Sepasang pedang itu saling serempet sendiri akan tetapi leher yang menjadi sasaran sudah tidak ada di tempat. Kiranya wanita berkedok itu dengan gerakan yang lebih cepat lagi sudah dapat mengelak dan meloncat ke belakang sambil tersenyum di balik kedoknya.
"Hemm, kalian mengkhianatiku! Berarti kalian mencari mampus dan kuil ini akan kubakar habis!"
Thian Kong Hwesio sudah menerjang pula, menggunakan tongkat bajanya. Wanita berkedok itupun dapat mengelak dari sambaran tongkat yang mengarah kepala, dan tiba-tiba ia menggerakkan kedua tangannya seperti yang tadi dilakukan untuk merobohkan enam orang penjaga.
"Wuuuttt...!"
Tiga batang jarum beracun menyambar ke arah tubuh Thian Kong Hwesio dan tiga lagi ke arah Hai Cu Nikouw. Akan tetapi, dua orang pendeta ini tidaklah selemah para penjaga tadi. Mereka berdua sudah dapat menduga akan kelihaian dan kecurangan lawan, maka begitu wanita itu menggerakkan kedua tangan dan melihat berkelebatnya benda kecil, mereka cepat meloncat ke samping dan terhindar dari maut. Dengan marah mereka berdua lalu menyerang wanita iblis itu dari kanan kiri.
"Singgg...!"
Wanita itu menggerakkan tangan kanan ke bawah jubahnya dan nampaklah sebatang pedang berkilauan di tangannya. Begitu ia menggerakkan pedang menangkis, serangan kedua orang pendeta itu dapat ditangkisnya dan mereka berdua melangkah mundur dengan kaget ketika tangkisan itu menimbulkan suara nyaring dan mereka merasa betapa lengan mereka kesemutan.
Cepat mereka memeriksa senjata masing-masing dan merasa lega bahwa senjata mereka yang juga merupakan senjata pilihan tidak sampai rusak oleh tangkisan pedang wanita iblis itu. Kembali mereka menerjang dan sekali ini wanita berkedok bukan hanya mengelak dan menangkis, melainkan juga membalas dengan serangan yang gerakannya amat ganas, cepat dan kuat. Dalam belasan jurus saja suheng dan su-moi itu terdesak hebat oleh pedang si wanita iblis yang gaya permainannya aneh dan ganas itu. Akan tetapi, kakak beradik seperguruan itu segera merasa lega ketika bermunculan perwira-perwira dengan pasukannya yang mengurung dan mengeroyok si wanita iblis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Berdarah
RomanceLanjutan Siluman Gua Tengkorak Kisah Cinta dua pasang muda mudi yang penuh dengan konflik dan pertentangan antara senang dan susah, antara suka dan benci, antara kenyataan dan apa yang di harapkan, siapakah pasangan muda mudi yang bertualangan cinta...