Jilid 128

1.6K 25 0
                                    

Pertanyaan yang diajukan ketua Cin-ling-pai ini lebih terang-terangan lagi daripada puteranya. Pendekar ini bertanya kepada seorang gadis begitu saja tentang pendapatnya mengenai pernyataan cinta puteranya!

Sui Cin adalah seorang gadis yang berwatak polos, jenaka dan bebas. Terutama sekali ia mencinta kebebasan yang sejak kecil memang diberikan oleh ayah bundanya kepadanya maka sikap Hui Song dan ayahnya itu tidak membuat ia bingung walaupun kedua pipinya kini menjadi lebih merah daripada biasanya.

"Locianpwe, Song-ko adalah seorang sahabatku yang baik. Aku suka kepadanya..."

"Suka ataukah cinta? He-he, kukira muridku juga bukan seorang yang pemalu dan berpura-pura. Sui Cin, suka berbeda dengan cinta!" Tiba- tiba Wu-yi Lo-jin berkata sambil terkekeh. Sui Cin melirik kepada gurunya. Sialan. Gurunya ini lebih terang-terangan lagi sehingga ia merasa tersudut. "Yaah, mungkin aku juga cinta padanya dan tentang perjodohan... wah, biarlah hal itu ayah ibuku yang memutuskan!"

Jawaban ini membuat semua orang tersenyum dan Hui Song nampak girang bukan main. Cia Sun diam-diam menarik napas panjang dan diapun hanya menundukkan muka saja, sedangkan Ci Kang juga menundukkan muka. Hanya mereka sendirilah yang dapat merasakan kepahitan yang sejenak menyelubungi hati mereka mendengar jawaban Sui Cin yang terang-terangan menyatakan cintanya kepada Hui Song itu.

Cia Kong Liang mengangguk-angguk. "Baiklah, kalau memang kalian saling mencinta, kelak aku akan menemui Pen-dekar Sadis untuk membicarakan soal perjodohan kalian. Sekarang aku harus mengucapkan terima kasih kepada para locianpwe yang telah menolong calon mantuku ini, juga tidak lupa aku berterima kasih sekali kepada Ci Kang dan Cia Sun, terutama Ci Kang karena tanpa adanya dia ini, mungkin aku sekarang sudah mati di-keroyok oleh para pemberontak anak buah Raja Iblis."

"Nanti dulu, ayah!" tiba-tiba Hui Song berkata dengan suara nyaring sehingga mengejutkan hati semua orang. 

Hati pendekar muda ini yang sedang bergelora penuh cinta asmara terhadap Sui Cin, agaknya masih belum dapat melenyapkan rasa marah dan cemburu teringat akan perbuatan yang pernah dilakukan Siangkoan Ci Kang kepada kekasihnya. 

Membayangkan peristiwa yang lalu, betapa Ci Kang dengan kekerasan merangkul dan menciumi Sui Cin, hatinya menjadi panas dan kini mendengar Ci Kang dipuji-puji ayahnya, dia tidak dapat menerimanya. "Kita tidak dapat menilai hati orang melalui satu perbuatannya saja. Siapa tahu ketika Siangkoan Ci Kang menolong ayah, hal itu dilakukan secara kebetulan atau memang untuk mencari muka. Dia itu sesungguhnya seorang yang jahat, seorang tokoh sesat, ayah!"

Siangkoan Ci Kang mengangkat muka memandang kepada Hui Song. Sedikitpun tidak nampak penyesalan pada wajahnya yang gagah, bahkan sinar matanya masih lembut seperti biasa. Dia maklum apa yang sedang terjadi di dalam batin pemuda tampan itu. Dia tahu betapa cemburu dan kemarahan membuat Hui Song membenci padanya, atas perbuatannya kepada Sui Cin tempo hari. Dan dia tidak menyalahkan Hui Song. Apalagi Hui Song, dia sendiripun marah dan menyesal sekali atas peristiwa yang terjadi itu dan sukar baginya untuk memaafkan diri sendiri. Oleh karena itu, dia menanti saja apa yang hendak dikatakan Hui Song yang nampaknya penasaran sekali dan siap membuka keburukan namanya di depan semua orang.

Akan tetapi, jawaban Cia Kong Liang sungguh di luar dugaan semua orang, terutama sekali Hui Song. Ketua Cin-ling-pai itu menjawab tenang, "Hui Song, agaknya aku lebih mengenal dia daripada engkau. Aku sudah tahu, dan dia mengaku sendiri bahwa dia adalah putera tunggal mendiang Siangkoan Lo-jin..."

"Baik sekali kalau ayah sudah mengetahuinya," kata Hui Song memotong. "Akan tetapi tahu jugakah ayah bahwa Siangkoan Lo-jin itu adalah Si Iblis Buta, yang sebelum muncul Raja dan Ratu Iblis menjadi datuk kaum sesat yang dibantu oleh Cap-sha-kui!"

Ayahnya menarik napas panjang dan mengangguk. "Aku tahu kesemuanya itu, Song-ji, dan keadaan keluarganya itu bahkan semakin mengagumkan hatiku terhadap Ci Kang, karena dia bagaikan sekuntum bunga teratai yang hidup di tengah lumpur, tetap indah dan bersih. Aku melihat sendiri betapa hebat sepak terjangnya dalam menentang kejahatan..."

Asmara BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang