Cia Sun mengangguk dan mereka lalu berpamit kepada Siang Wi dan Hui Song. Setelah dua orang muda itu pergi, Siang Wi berkata, "Suheng, apakah engkau tidak tahu? Suhu dan subo kini berada di Ceng-tek, juga semua saudara anggota Cin-ling-pai."
Sepasang mata Hui Song terbelalak. Dia teringat akan kata-kata Sim Thian Bu tentang orang tuanya. "Ada... ada apakah mereka berada di Ceng-tek?" tanyanya gagap dan gelisah.
Siang Wi dapat menduga bahwa suhengnya belum mendengar tentang hal yang amat mengejutkan mengenai gurunya itu. "Suheng, suhu, subo, dan sukong bersama para murid Cin-ling-pai telah berada di Ceng-tek karena mereka semua membantu pemberontak..."
"Tak mungkin!" Hui Song berteriak. Sumoi, dari siapa engkau mendengar berita bohong itu?"
"Suheng, ketika pertama kali mendengarnya, akupun terkejut dan tidak percaya, bahkan ingin marah. Akan tetapi... yang memberi tahu kepadaku adalah toako Cia Sun sendiri."
"Ahh...!" Jantung Hui Song berdebar keras. Jadi, benarkah apa yang didengarnya dari Sim Thian Bu? "Bagaimana mungkin itu? Tidak kelirukah Cia Sun ketika bercerita kepadamu?"
"Suheng, kalau saja yang bercerita itu orang lain, tentu sudah kuserang dia! Akan tetapi Cia-toako, kiranya tidak mungkin dia berbohong dan aku khawatir sekali suheng. Aku ingin cepat-cepat bertemu dengan subo dan untuk membuktikan kebenaran berita itu."
"Mari kita ke Ceng-tek. Berita itu harus kita selidiki dan kalau memang benar terjadi hal yang luar biasa itu, aku harus menegur dan mengingatkan ayah dan ibu!"
Dengan hati gundah dan gelisah Hui Song dan Siang Wi meninggalkan tempat itu menuju ke Ceng-tek. Mereka berdua mengambil keputusan bahwa kalau memang benar ketua Cin-ling-pai dan para anggotanya membantu pemberontak, mereka akan menegur dan menyadarkan sedapat mungkin.
"Suhu, teecu merasa sangsi apakah tindakan kita membantu para pemberontak ini sudah tepat," seorang di antara lima pria gagah itu berkata kepada Cia Kong Liang yang duduk bersanding dengan isterinya.
Semenjak pasukan pemberontak, dengan bantuan orang-orang Cin-ling-pai yang lebih dulu menyelundup ke dalam, berhasil menduduki Ceng-tek, ketua Cin-ling-pai itu diangkat oleh Panglima Ji Sun Ki menjadi komandan pasukan penjaga keamanan kota benteng itu. Dia sekeluarga berikut puluhan orang murid Cin-ling-pai mendapat pelayanan yang mewah dan hormat oleh pasukan pemberontak dan dianggap berjasa besar.
Pagi hari itu, ketua Cin-ling-pai duduk dalam ruangan belakang bersama isterinya, di dalam gedungnya yang megah, menerima lima orang murid kepala Cin-ling-pai yang menghadap sebagai wakil semua murid. Mendengar ucapan seorang di antara murid kepala itu, Cia Kong Liang memandang tajam. Dia sendiri pada hari-hari terakhir ini merasa tidak tenang dalam keraguan karena dia melihat betapa pasukan Ji-ciangkun dibantu oleh serombongan orang-orang aneh yang dari sikap mereka menunjukkan kekerasan dan kekejaman golongan hitam. Maka, mendengar ucapan muridnya yang biasanya tentu akan membuatnya marah itu, dia merasa tertarik sekali.
"Kenapa tidak tepat? Kita bukan sekedar memberontak memperebutkan kedudukan! Kita berjuang menentang pemerintah yang lalim. Ini tugas para pendekar dan patriot, menyelamatkan rakyat dari penindasan pemerintah lalim," katanya memancing pendapat.
"Akan tetapi, suhu," kata murid kedua, "Pasukan pemberontak ini dibantu oleh kaum sesat! Teecu melihat sendiri betapa mereka melakukan pembunuhan-pembunuhan kejam terhadap penduduk dusun yang diserbu, menculik dan memperkosa wanita-wanita, merampok harta benda bahkan hasil sawah ladang dan binatang ternak petani! Apakah benar kalau kita membantu orang-orang seperti itu, suhu?"
Cia Kong Liang meraba jenggotnya dan mengerutkan alisnya. "Hemm, benarkah semua itu? Apalagi yang kalian dengar atau lihat?"
"Teecu tidak berbohong, suhu!" kata orang ketiga. "Selama dalam perantauan teecu dalam dunia kang-ouw, teecu sudah beberapa kali bertemu dengan tokoh-tokoh sesat yang kini nampak berada dalam rombongan mereka yang membantu pasukan dan yang kini berdiam di San-hai-koan. Akan tetapi kadang-kadang ada utusan mereka datang ke Ceng-tek ini dan kalau bertemu dengan teecu, mereka pura-pura tidak mengenal teecu. Teecu yakin, mereka itu adalah dari golongan hitam, kaum penjahat yang kejam!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Berdarah
RomanceLanjutan Siluman Gua Tengkorak Kisah Cinta dua pasang muda mudi yang penuh dengan konflik dan pertentangan antara senang dan susah, antara suka dan benci, antara kenyataan dan apa yang di harapkan, siapakah pasangan muda mudi yang bertualangan cinta...