Jilid 130 (TAMAT)

2.9K 40 8
                                    

Hui Cu tertegun. Suara Cia Sun-kah itu? Ia cepat menoleh penuh harapan dan di bawah sinar bulan yang bercahaya terang, ia melihat wajah yang amat dikenalnya, wajah Siangkoan Ci Kang, orang kedua setelah Cia Sun yang dikaguminya. Wajah yang gagah, agak pucat dan basah air mata! Seketika tahulah Hui Cu bahwa Ci Kang juga seperti ia sendiri, sudah lama berada di situ, menangis seperti ia sendiri, menangisi kepergian Sui Cin!

"Hui Cu, engkau menangis?"

"Engkau juga menangis..."

Engkau... kehilangan Cia Sun...?"

"Dan engkau kehilangan Sui Cin..." Hui Cu berhenti sebentar dan memandang ke arah lengan kiri yang buntung itu, "... dan kehilangan lengan kirimu karena Sui Cin pula..."

Mengertilah Ci Kang bahwa agaknya ketika melarikan dirinya, Hui Cu tidak pergi jauh dan mengintai sehingga tahu akan apa yang terjadi selanjutnya, tentang buntungnya lengannya. Dia mengangguk dan keduanya berdiam diri. Kini tangis mereka terhenti, agaknya memperoleh hiburan setelah saling bertemu dan saling mengerti akan kesengsaraan hati masing-masing.

Setelah keduanya diam sampai beberapa saat lamanya sambil saling berpandangan, Ci Kang menarik napas panjang dan mengangguk. "Ya, aku kehilangan lengan kiri, aku seorang yang bodoh, dan aku... aku hanya anak seorang penjahat kawakan yang rendah dan hina."

"Akupun anak penjahat, bahkan raja dan ratu iblis, penjahat yang paling besar. Kita sama-sama keturunan penjahat, orang-orang hina dan rendah..."

Tangan kanan yang kuat itu makin erat memegang pundak Hui Cu. "Engkau benar, Hui Cu. Kita sama-sama keturunan penjahat, bagaikan burung gagak yang paling rendah dan dianggap kotor, mana bisa disamakan dengan burung-burung Hong? Biarlah burung gagak berkawan dengan burung gagak pula, keturunan penjahat bersanding dengan keturunan penjahat pula. Hui Cu, bagaimana pendapatmu kalau kita, yang senasib sependeritaan ini, mulai sekarang hidup bersama? Maukah engkau melanjutkan hidup yang kejam ini di sampingku, untuk selamanya, suka sama dinikmati, duka sama diderita? Maukah engkau?"

Mereka saling berpandangan. Dua pasang mata itu sampai lama tidak berkedip, saling pandang dengan tajam, seolah-olah ingin menyelami isi hati masing-masing. "Tapi... tapi... apakah engkau cinta padaku, Ci Kang?"

Senyum pahit menghias bibir pemuda itu. "Aku tidak tahu, Hui Cu. Sesungguhnya aku tidak pernah tahu apa artinya cinta itu. Akan tetapi aku kasihan padamu, dan aku suka dan kagum padamu."

Hui Cu menarik napas panjang dan Ci Kang merasa betapa pundak yang tadinya meregang kaku di bawah telapak tangannya itu kini menjadi lunak dan hangat "Akupun kagum padamu, suka dan akupun kasihan padamu. Aku tidak tahu apakah perasaan kita yang sama ini, kagum suka dan kasihan, dapat memupuk cinta. Akan tetapi, aku menerima tawaranmu seperti seorang kehausan mendapatkan air jernih, Ci Kang. Aku sudah putus harapan dan kau tiba-tiba datang dan aku... aku... ahhh..." 

Gadis itu tiba-tiba menjadi lemas dan ia menjatuhkan dirinya di atas dada yang bidang itu sambil menangis, menyembunyikan mukanya di dada yang kokoh kuat itu. Dengan hati merasa seperti tanah kering merekah menerima siraman air segar, Ci Kang merangkulkan lengan kanannya ke pundak gadis itu. Sejenak mereka berdiri seperti itu, tak bergerak kecuali pundak Hui Cu yang bergoyang-goyang oleh tangisnya yang tidak berbunyi.

Setelah tangis itu mereda, Ci Kang berbisik, "Hui Cu, sudah bulatkah hatimu menerimaku? Ingat, aku seorang yang cacat, lengan kiriku buntung..."

"Tapi hatimu tidak cacat, Ci Kang." 

Dan gadis itupun membiarkan dirinya ditarik dan diajak pergi dari situ. Mereka berjalan perlahan- lahan, dengan lengan kanan Ci Kang masih merangkul dan perlahan-lahan hati mereka menjadi semakin cerah dan tabah karena kini mereka merasa yakin akan kuat menempuh hidup baru berdua, tidak sendirian lagi, dan mereka akan hadapi dengan tabah apapun yang akan mereka hadapi dalam kehidupan selanjutnya.

Kebahagiaan adalah urusan hati, sebaliknya kesenangan adalah urusan badan. 

Selama batin dikeruhkan oleh segala urusan badan yang selalu mengejar kesenangan, maka kebahagiaanpun akan tiada, bagaikan cahaya yang tidak dapat bersinar menembus kaca yang kotor penuh debu. Kebahagiaan, hanya terdapat dalam batin yang jernih, yang bebas daripada segala ikatan, yang tidak membutuhkan apa-apa lagi, di mana tidak ada lagi konflik-konflik atau pertentangan antara senang dan susah, antara suka dan benci, antara kenyataan dan apa yang diharap-harapkan. Kebahagiaan tidak akan lenyap walaupun badan boleh jadi tersiksa oleh sakit, oleh kemiskinan, oleh penghinaan dan sebagainya selama batin dapat menerima dan menghadapi semua itu sebagai suatu hal yang wajar dan tidak menimbulkan guncangan. Kebahagiaan adalah TIDAK ADANYA penentangan batin terhadap sesuatu yang menimpa diri, dan kebahagiaan ada-lah cinta kasih.

Sampai di sini, ijinkan pengarang menyudahi kisah Asmara Berdarah ini dengan harapan mudah-mudahan di samping merupakan sebuah bacaan penghibur hati di kala senggang, cerita inipun mampu menyuguhkan sesuatu yang bermanfaat bagi para pembaca. Sampai jumpa di lain kesempatan.

T A M A T

Cerita selanjutnya : "Pendekar Mata Keranjang"

Asmara BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang