Mendengar bahwa kakek ini adalah Shan-tung Lo-kiam yang terkenal sebagai seorang pendekar angkatan tua, Hui Song menjadi kagum. Dia menjura dan memperkenalkan diri, "Saya bernama Cia Hui Song, locianpwe."
"She (marga) Cia? Adakah hubungannya dengan keluarga Cia dari Cin- ling-pai?"
Hui Song agak meragu. Akan tetapi ketika dia menghadap Menteri Liang, terpaksa dia memperkenalkan diri sehingga enam orang pengawal itu telah mengetahui keadaan dirinya. Kini seorang dari mereka menyela, "Locianpwe, Cia-tai-hiap ini adalah putera ketua Cin-ling-pai."
"Ah, pantas begini gagah perkasa!" kakek itu memuji kagum, kemudian dia menarik napas panjang. "Sayang para penjahat itu dapat melarikan diri..."
"Siapakah pemuda yang melepas anak panah dan kakek bertongkat dalam perahu kecil tadi, locianpwe? Saya melihat pemuda itu lihai sekali," tanya Hui Song.
"Aku sendiri belum pernah bertemu dengan kakek itu, akan tetapi aku yakin bahwa tentu dia yang kini memimpin para tokoh sesat dan dialah agaknya yang bernama Siangkoan Lo-jin dan berjuluk Si Iblis Buta."
"Ahhh...!" Enam orang perwira pengawal itu terkejut mendengar nama ini. Akan tetapi Hui Song tidak mengenalnya.
"Dan pemuda itu?" tanyanya.
"Entahlah," jawab Shan-tung Lo-kiam, Akan tetapi aku pernah mendengar bahwa dia mempunyai seorang putera yang kabarnya telah mewarisi semua kepandaiannya. Mungkin juga pemuda tadi puteranya. Sayang, kalau kita tadi dapat menawan seorang saja di antara mereka, tentu akan memperoleh banyak keterangan."
Hui Song teringat akan sahabatnya yang tidak pernah muncul. "Locianpwe, saya mempunyai seorang kawan, seorang pemuda jembel yang berada di sini terlebih dulu untuk mengamati. Dia cukup lihai, dan kalau dia tadi membantu, mungkin kita berhasil. Akan tetapi saya merasa heran sekali mengapa dia tidak muncul. Apakah barangkali locianpwe tadi ada melihatnya?"
Kakek itu mengingat-ingat lalu menggeleng kepala. "Seorang pemuda jembel? Tidak ada aku melihatnya. Pagi tadi di sini aku hanya melihat seorang gadis cantik berkelahi melawan seorang pemuda dan seorang tokoh Hwa-i Kai-pang gendut. Aku turun tangan membantunya, akan tetapi iblis Hwa-i Kai-pang itu melarikan diri dan nona itu ditawan dan dilarikan si pemuda. Sayang aku tidak dapat mengejar, karena aku harus menanti datangnya Menteri Liang."
"Siapakah pemuda itu dan siapa pula gadis yang dilarikannya itu, locianpwe?" tanya Hui Song dengan alis berkerut dan hati terasa tidak enak.
"Aku tidak mengenal mereka akan tetapi harus diakui bahwa mereka berdua bukan orang muda sembarangan. Gadis itu lihai dan roboh karena dibokong dan dikeroyok. Pemuda itupun lihai sekali dan melihat gerak- geriknya, sepatutnya dia seorang pendekar. Akan tetapi pandang matanya cabul. Aku sedang menanti Menteri Liang untuk melindunginya, maka menyesal sekali aku tidak sempat melakukan pengejaran terhadap pemuda yang melarikan gadis itu."
Hui Song merasa semakin tidak enak hatinya. Dia teringat akan enci dari Sui Cin. Dia sendiri tidak tahu mengapa dia menghubungkan peristiwa itu dengan encinya Sui Cin. Akan tetapi ketidak munculan pemuda jembel itu membuat hatinya merasa gelisah.
"Biar saya yang akan mencarinya, locianpwe," katanya sambil menanggalkan jubah menteri yang menutupi pakaiannya sendiri, kemudian diapun meloncat ke atas sebuah perahu nelayan yang berdekatan dan minta kepada nelayan itu untuk mengantarnya ke pantai. Kini banyak perahu mendekati perahu pembesar itu dan Shan-tung Lo-kiam bersama enam orang perwira pengawal tadi tidak berani menahan Hui Song karena mereka maklum bahwa sudah menjadi kewajiban seorang pendekar seperti puteri ketua Cin-ling-pai itu untuk menolong gadis yang diculik penjahat.
Bagaimana dengan nasib Sui Cin? Apakah yang menimpa diri gadis pendekar itu? Ia tidak pingsan ketika roboh tertotok oleh tongkat Bhe Hok tokoh baru Hwa-i Kai-pang, hanya lemas dan ia sama sekali tidak dapat meronta ketika dirinya dipanggul dan dilarikan Sim Thian Bu. Baru sekarang terbukti bahwa pemuda ini sama sekali bukan seorang pendekar gagah perkasa seperti yang disangkanya dalam pertemuan pertama mereka di Bukit Perahu. Sim Thian Bu ini seorang penjahat, seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang cabul den keji. Sui Cin sejak kecil digembleng ayah bundanya menjadi seorang gadis yang selain berilmu tinggi, gagah perkasa juga tidak pernah mengenal rasa takut.
Akan tetapi sekali ini ia merasa ngeri juga terjatuh ke dalam tangan seorang jai-hwa-cat dalam keadaan tak berdaya sama sekali. Ia pernah mendengar dari ibunya tentang jai-hwa-cat yang suka memperkosa wanita. Akan tetapi iapun teringat akan pesan den nasihat ibunya bagaimana harus menghadapi bahaya seperti itu. Pertama ia harus tenang dan tidak panik. Dalam keadaan tidak berdaya melakukan perlawanan dengan kekerasan ia harus pura-pura menyerah. Menurut ibunya, jai-hwa- cat akan menjadi lunak hatinya apabila korbannya menyerah dan dalam cengkeraman nafsu, penjahat itu akan menjadi lengah. Saat itulah paling tepat untuk tiba-tiba menyerangnya. Ia pernah bertanya kepada ibunya bagaimana kalau ia diperkosa dalam keadaan tertotok atau terbelenggu
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Berdarah
RomanceLanjutan Siluman Gua Tengkorak Kisah Cinta dua pasang muda mudi yang penuh dengan konflik dan pertentangan antara senang dan susah, antara suka dan benci, antara kenyataan dan apa yang di harapkan, siapakah pasangan muda mudi yang bertualangan cinta...