Jilid 78

1.3K 25 0
                                    

"Hiaaaat...!" Hek-hiat Lo-mo sudah menusukkan tongkatnya dari kanan.

"Ihhh...!" Hek-hiat Lo-bo juga menyerang dari kiri dengan totokan ke arah leher.

"Wuuutt... sing... trang-trang...!" pedang berkelebat membentuk sinar terang dan menangkis kedua tongkat. Akan tetapi, begitu kedua tongkat terpental, kakek dan nenek itu menggerakkan tangan kiri dan ternyata serangan tangan kiri mereka yang menyambar itu tidak kalah ampuhnya dibandingkan tongkat mereka!

Han Tiong cepat menggeser kaki dua kali, mengelak dan menggunakan ujung lengan baju kiri untuk menangkis. Kini tahulah dia bahwa yang paling berbahaya adalah tangan kiri kedua lawan itu. Inti penyerangan mereka terletak di kedua tangan kiri sedangkan tongkat-tongkat itu lebih bertugas mengacau kedudukan lawan dan mengalihkan perhatian agar tangan kiri mereka lebih banyak memperoleh kesempatan untuk "mencuri" kelengahan lawan. Maka diapun segera mengerahkan tenaga Thian-te Sin-ciang yang amat kuat di tangan kirinya untuk menjaga diri dan balas menyerang. Terjadilah sebuah pertandingan yang amat seru.

Akan tetapi, dua orang kakek dan nenek itu memiliki gerakan silat yang luar biasa dan asing bagi Han Tiong. Yang berbahaya sekali dan tak terduga-duga datangnya adalah serangan kaki mereka. Kaki mereka itu dapat menyelingi serangan tongkat dan tangan dengan tendangan- tendangan aneh yang dilakukan dalam berbagai posisi. Tendangan langsung, miring ke belakang, bahkan tendangan lutut. 

Cara menendang gaya Sailan ini tidak dikenal Han Tiong. Berbeda dengan gaya tendangan dari selatan yang menggunakan sepanjang kaki dengan pengerahan kekuatan dan dilakukan dengan cepat dari jarak agak jauh, tendangan kakek dan nenek ini dapat dilakukan dari jarak dekat, menggunakan lutut dan tiba-tiba datangnya. Betapapun juga, kematangan Han Tiong dalam ilmu silatnya membuat dia selalu dapat mengelak dan membalas dengan serangan-serangan dahsyat pula sehingga sering membuat kedua lawannya terkejut dan kesatuan gerakan mereka membuyar.

Ciu Lian Hong merasa penasaran ketika suaminya menyuruhnya mundur tadi. Apalagi kini melihat suaminya dikeroyok dua dan nampak terdesak, ia merasa semakin penasaran. Karena merasa khawatir akan keselamatan suaminya, akhirnya Ciu Lian Hong tak dapat lagi menahan kemarahannya.

"Kakek nenek iblis curang!" bentaknya dan nyonya itupun meloncat ke depan, sambil menyerang Hek-hiat Lo-bo dengan tamparan tangan kanannya.

"Plakk...!" 

Tubuh nyonya itu nyaris terpelanting ketika tamparannya ditangkis oleh Hek-hiat Lo-bo dengan amat kuatnya.

Asmara BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang