"Hemm!" Ketua yang keras hati itu mencela. "Kalau tidak ada campur tanganmu, tentu usaha kami telah berhasil dan murid-murid kami tidak ada yang tewas. Kami tidak dapat menerima bantuan orang yang telah mencelakakan kami!"
Pemuda itu agaknya maklum bahwa dalam saat seperti itu, banyak bicara tidak ada gunanya. Ketua Kang-jiu-pang itu agaknya bukan hanya bertangan baja, akan tetapi juga berwatak baja yang keras. Diapun menggerakkan kedua pundaknya.
"Terserah, kalau tidak boleh membantu akupun tidak akan membantu kalian. Akan tetapi, aku sendiri masih mempunyai perhitungan dengan dua iblis ini yang harus kubereskan sekarang juga. Hei, Koai-pian Hek- mo dan Hwa-hwa Kui-bo, kutantang kalian untuk maju melawan aku. Kalau kalian tidak berani, akan kusudahi perkara ini kalau kalian suka membuntungi lengan kanan masing-masing dan memberikannya kepadaku!"
Mendengar ucapan yang nadanya memandang rendah sekali ini, ketua Kang- jiu-pang dan semua anak buahnya terkejut. Bahkan kakek dan nenek iblis itu sendiri terbelalak, lebih kaget daripada marah. Ada seorang muda berani mengeluarkan ucapan seperti itu! Sungguh kurang ajar, terlalu menghina. Pemuda itu memang sengaja mengeluarkan kata-kata yang nadanya memandang rendah untuk memaksa dua orang iblis itu menandinginya, atau setidaknya seorang di antara mereka agar lawan ketua Kang-jiu-pang menjadi ringan. Dan usahanya ini berhasil baik. Dua orang datuk sesat itu marah sekali, merasa amat dipandang rendah.
Terdengar suara menggereng keras seperti seekor harimau terluka dan terdengar suara meledak nyaring ketika pecut baja di tangan Koai-pian Hek-mo menyambar dahsyat ke arah kepala pemuda itu. Ujung pecut baja yang panjang itu dipasangi paku besar dan kini paku itu meluncur ke arah pelipis si pemuda yang dianggap sombong dan bermulut besar.
"Eh, luput...!" Pemuda itu mengejek sambil menggerakkan kepalanya mengelak.
"Wuuuuttt... singgg...!"
Paku di ujung pecut itu lewat beberapa senti saja di pinggir kepala pemuda yang kelihatannya begitu tenang dan menghadapi kakek iblis itu sambil tersenyum-senyum.
"Tar-tar-tar-tarrr...!"
Pecut itu meledak-ledak dan menyambar-nyambar, akan tetapi pemuda itu tetap tenang saja, menghindar ke kanan kiri dengan gerakan yang indah dan mantap. Demikian yakin dia akan dirinya sendiri sehingga gerakannya tidak nampak gugup, namun ujung pecut yang kelihatannya seperti akan mengenai dirinya itu selalu luput.
"Wah, tidak kena lagi, Hek-mo!" dia berulang-ulang mengejek.
Song Pak Lun bukanlah seorang yang bodoh. Biarpun dia keras hati dan memiliki harga diri yang tinggi, namun dia cukup cerdik. Dia tadi telah menolak bantuan pemuda itu, dan kalau kini pemuda itu berkelahi melawan Koai-pian Hek-mo, hal itu adalah urusan mereka berdua sendiri, tidak ada sangkut-pautnya dengan Kang-jiu-pang. Akan tetapi tentu saja hal ini amat menguntungkan dirinya karena dengan terlibatnya Hek-mo dalam perkelahian melawan pemuda itu yang dia lihat memiliki gerakan cukup hebat, maka kini dia hanya tinggal menghadapi Hwa-hwa Kui-bo seorang, jadi tidaklah begitu berat jika dibandingkan dengan melawan dua orang datuk sesat itu bersama.
"Hwa-hwa Kui-bo, lihat seranganku!" bentaknya dan diapun sudah menerjang maju dengan tamparan tangannya.
Kedua tangan ketua Kang-jiu- pang ini, dari siku ke bawah, telah berobah warnanya menjadi persis warna besi baja dan mengkilat pula. Ketika tangan kiri itu menampar, bunyinya berdesing dan amat panas ketika menyambar ke arah muka Hwa- hwa Kui-bo. Nenek ini maklum akan ampuhnya tangan baja ketua Kang-jiu-pang itu, maka iapun cepat mengelak dan membalas dengan tusukan pedangnya ke arah lambung lawan.
"Tranggg...!"
Nenek berkedok itu terkejut bukan main. Ternyata ketua Kang-jiu-pang itu berani menangkis pedangnya dengan tangan kosong dan ketika pedang itu bertemu dengan tangan kanan Song Pak Lun, terdengar bunyi nyaring seolah-olah pedangnya bertemu dengan logam dan mengeluarkan percikan bunga api, bahkan tangan kanan yang memegang pedang itu terasa tergetar hebat! Barulah ia tahu sekarang bahwa nama Song Pak Lun sebagai ketua perkumpulan Tangan Baja sungguh bukan nama kosong belaka dan nenek inipun lalu memutar pedangnya dan mengeluarkan semua ilmunya untuk menghadapi lawan yang tangguh ini. Terjadi perkelahian yang amat seru dan mati-matian di antara mereka, ditonton oleh para anggauta Kang-jiu-pang dengan hati tegang.
Akan tetapi, ketegangan karena perkelahian antara ketua Kang-jiu-pang melawan Hwa-hwa Kui-bo mengendur banyak ketika mereka itu menyaksikan perkelahian antara Koai-pian Hek-mo dan pemuda tampan yang tersenyum- senyum itu. Bahkan, para anggauta Kang-jiu-pang kadang-kadang tak dapat menahan gelak tawa mereka melihat kelucuan pemuda itu menghadapi lawannya di samping mereka menjadi terheran-heran, bahkan demikian kagum sampai bengong.
Pemuda itu benar-benar memiliki gerakan yang amat lincah. Dia tidak mengandalkan kecepatan ketika menghadapi pecut baja lawan, melainkan mengandalkan gerak kaki yang demikian indah dan mantap, kedua kakinya bergerak ke depan belakang, kanan dan kiri demikian indah dan mantapnya sehingga tubuhnya dapat selalu menghindar dari sambaran ujung pecut baja. Kadang-kadang dia mentertawakan lawannya.
"Wah, luput lagi, Hek-mo. Pakumu sudah usang, ganti saja dengan yang baru."
"Sing...! Wirrr... singgg...!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Berdarah
RomanceLanjutan Siluman Gua Tengkorak Kisah Cinta dua pasang muda mudi yang penuh dengan konflik dan pertentangan antara senang dan susah, antara suka dan benci, antara kenyataan dan apa yang di harapkan, siapakah pasangan muda mudi yang bertualangan cinta...