Jilid 51

1.4K 26 0
                                    

"Hemm, sejak kapan datuk-datuk kaum sesat bersikap sebagai patriot sejati?" Kembali Song Pak Lun bertanya.

"Orang she Song, tidak usah banyak membuka mulutmu yang busuk!" Tiba- tiba Hwa-hwa Kui-bo yang memang wataknya galak itu memaki, "Engkau memusuhi kaisar atau tidak, itu bukan urusan kami. Akan tetapi ketahuilah, kami menerima tugas dari Siangkoan-lojin untuk melindungi kaisar dan untuk membasmi Kang-jiu-pang. Nah, sekarang terserah kepadamu, hendak menyerahkan nyawa dengan baik-baik ataukah kami harus menggunakan kekerasan!" Sambil berkata demikian, nenek itu mencabut pedangnya.

Wajah Song Pak Lun menjadi pucat sebentar, lalu berobah merah sekali, sepasang matanya lebar terbelalak dan seperti mengeluarkan api. Tadi dia terkejut mendengar disebutnya nama Siang-koan-lojin. Kiranya Iblis Buta itu benar-benar telah keluar dari sarangnya untuk mengacau dunia? Dan dia marah mendengar kesombongan nenek itu.

"Kami adalah orang-orang gagah dan sampai matipun kami menjunjung kegagahan. Kalau kami mengandalkan banyak orang mengeroyok kalian, kami akan merasa malu walaupun memperoleh kemenangan. Hek-mo dan Kui- bo, majulah hadapi aku satu lawan satu, kalau aku kalah, aku akan menyerahkan nyawa dan akan membubarkan Kang-jiu-pang, akan tetapi kalau kalian kalah, kami akan menggunakan kepala kalian untuk menyembahyangi arwah delapan orang murid kami."

Koai-pian Hek-mo tertawa mengejek, akan tetapi Hwa-hwa Kui-bo yang lebih cerdik dan sudah tahu akan kelihaian ketua perkumpulan ini, berseru, "Kami datang berdua sebagai utusan, mati hidup harus kami lakukan berdua. Karena itu, kami berdua akan maju bersama, dan engkau boleh memilih seorang jagoan lagi dari perkumpulan pemberontak ini untuk membantumu melawan kami berdua!"

Diam-diam Koai-pian Hek-mo meraaa girang karena kecerdikan temannya ini menempatkan mereka di atas. Diapun tahu bahwa orang paling lihai dari Kang-jiu-pang adalah ketua itu sendiri. Melawan ketua itulah yang berat. Kalau mereka berdua maju bersama, tentu terpaksa ketua itu memilih seorang muridnya untuk membantu. Dan kepandaian seorang murid tidak ada artinya bagi mereka berdua. Kalau pembantu itu sudah roboh maka berarti mereka berdua akan mengeroyok sang ketua dan tentu mereka akan dapat menang!

Song Pak Lun juga merasa tersudut dengan alasan Hwa-hwa Kui-bo yang bukan tidak masuk akal ini. Seorang di antara dua seniman tua tadi melangkah maju dan berkata, "Pangcu, biarlah saya yang membantu pangcu menandingi mereka."

Akan tetapi Song Pak Lun menggeleng kepala. Dua orang seniman itu adalah murid-murid pertama yang memiliki ilmu kepandaian paling tinggi di antara murid-muridnya. Akan tetapi tingkat mereka belum ada tiga perempatnya dan diapun tahu bahwa kalau dia membiarkan seorang di antara mereka maju, hal itu hanya berarti membiarkan mereka maju mengantar nyawa saja. Tidak, usahanya telah gagal dan dia harus menghadapi kegagalannya secara jantan. Kalau perlu dia akan mengorbankan nyawa. Tidak boleh dia membiarkan seorang murid lain terbunuh lagi sesudah ada delapan orang yang tewas.

"Aku akan maju sendiri menghadapi Hek-mo dan Kui-bo!" katanya dengan tegas.

"Tidak adil seorang melawan dua orang! Akulah yang akan membantu ketua Kang-jiu-pang!" Tiba-tiba terdengar suara orang disusul berkelebatnya bayangan orang dan dua orang iblis itu terkejut ketika mengenal yang datang ini adalah pemuda tampan yang pernah mereka perebutkan!

Pemuda itu dengan pakaiannya yang sederhana kedodoran sehingga nampak aneh, dengan senyumnya yang ramah dan sepasang matanya yang bersinar tajam telah berdiri di situ sambil memandang kepada dua orang datuk sesat.

"Kau... ah, jangan lancang, orang muda, bukankah engkau ingin menjadi muridku?" Hwa-hwa Kui-bo yang agaknya sudah tergila-gila kepada pemuda itu membujuk dengan suara merayu. "Tunggulah, aku membasmi Kang-jiu-pang ini lebih dulu, baru engkau ikut denganku bersenang-senang!"

Pemuda itu tertawa. "Sayang seribu sayang, Kui-bo, tapi kedokmu amat mengerikan hatiku. Bukalah dulu kedokmu agar aku dapat melihat bagaimana macamnya mukamu."

Pemuda itu agaknya sengaja mengeluarkan ucapan ini untuk menggoda dan mengejek, karena tidak ada yang lebih memanaskan hati Hwa-hwa Kui-bo daripada kalau orang bicara tentang mukanya dan kedoknya.

"Bocah keparat, kucabut lidahmu!" bentak nenek itu dengan marah.

Sementara itu, Song Pak Lun memandang tajam kepada pemuda yang baru datang, dan ketika murid kepala di belakangnya membisikkan bahwa pemuda inilah yang pernah membantu dua orang iblis itu menyelamatkan kaisar dan merobohkan seorang murid Kang-jiu-pang, tentu saja hatinya penuh curiga dan kemarahan. Tidak mungkin pemuda yang sudah membantu dua orang iblis itu kini hendak membantu Kang-jiu-pang menghadapi mereka. Ini tentu pura-pura, atau siasat pihak lawan. Kaum sesat terkenal curang dan tidak segan mempergunakan akal-akal licik.

"Kang-jiu-pang tidak pernah mengharapkan bantuan orang luar, dan engkau orang muda malah masih ada perhitungan yang belum beres dengan kami!" bentaknya.

Pemuda itu menoleh kepadanya dan menarik napas lalu menjura. "Maaf, pangcu. Aku pernah merobohkan muridmu karena melihat murid-muridmu hendak mengganggu kaisar. Akan tetapi setelah kuselidiki tadi, baru aku tahu apa dasarnya. Walaupun aku sendiri tidak menyetujui caramu, akan tetapi baru kuketahui bahwa Kang-jiu-pang bukan golongan jahat. Maka, untuk menebus kesalahanku, aku hendak membantu Kang-jiu-pang."

Asmara BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang