Jilid 116

2.6K 41 0
                                    

"Terima kasih, Ci Kang, engkau telah menolongku," kata Cia Sun dengan girang dan kagum.

Ci Kang menggeleng kepala. "Tidak ada terima kasih, Cia Sun. Ketika aku terjatuh kembali ke dalam sumur tadi, engkaupun telah menolongku. Sikapmu yang baik terhadap diriku saja sudah membuat aku bersyukur sekali."

"Ci Kang, sampai kini aku masih merasa heran mengingat bahwa engkau, seperti pengakuanmu, adalah putera Siang-koan Lo-jin! Dan engkau memusuhi datuk-datuk sesat! Sebetulnya, kalau aku boleh bertanya mengingat bahwa nasib telah mempertemukan kita yang menjadi sahabat senasib sependeritaan, apakah yang kau cari di sini?"

"Sama dengan engkau, Cia Sun. Bukankah engkau datang ini untuk menghadiri pertemuan para pendekar yang hendak bangkit menentang Raja dan Ratu Iblis yang kabarnya dibantu oleh para datuk sesat termasuk Cap-sha-kui?"

Cia Sun mengangguk lalu bertanya, "Apa maksudmu ingin menghadiri pertemuan itu?"

Ci Kang tersenyum pahit. "Aku yang tolol ini hendak menipu diri sendiri. Ayahku seorang datuk sesat, bagaimana mungkin aku diterima di antara para pendekar? Tadinya kusangka"

Melihat Ci Kang tidak melanjutkan kata-katanya dan wajahnya menjadi muram, Cia Sun memegang lengan yang kokoh kuat itu. "Sahabatku, jangan kau persalahkan sikap para pendekar. Andaikata aku sendiri belum mengalami bahaya-bahaya itu bersamamu dan telah mengenalmu benar bahwa engkau adalah seorang gagah yang menentang para datuk sesat, mungkin akupun akan curiga kepadamu. Bayangkan saja. Engkau, putera Siangkoan Lo-jin, berkeliaran di sini, padahal para pendekar hendak mengadakan pertemuan untuk menentang golongan sesat! Tentu saja orang yang tidak mengenal keadaan dirimu akan menyangka engkau memata-matai pertemuan para pendekar itu. Akan tetapi jangan takut. Ada aku di sini yang akan menjelaskan segalanya kepada para pendekar. Tapi katakan dulu, apa sesungguhnya niat hatimu datang ke sini?"

"Aku hendak menyumbangkan tenaga menentang para datuk yang hendak melakukan pemberontakan."

"Bagus! Kalau begitu kita sehaluan. Mari kita pergi ke bekas benteng Jeng-hwa-pang untuk menemui para pendekar, Ci Kang."

Akan tetapi pemuda yang tinggi besar itu menggeleng kepala. "Cia Sun, sejak kecil aku selalu ingin berusaha sendiri. Usaha apapun yang kuhadapi, kalau berhasil hanya karena bantuan orang lain, tidak akan memuaskan hatiku. Biarlah, aku akan hadapi sendiri para pendekar, apapun akibatnya. Aku girang sekali telah dapat bertemu dan berkenalan denganmu, Cia Sun. Selamat berpisah!" Setelah berkata demikian, Ci Kang lalu meloncat lari meninggalkan Cia Sun yang berdiri termenung, hatinya kagum melihat pemuda perkasa yang memiliki ilmu kepandaian yang dapat menandinginya. Diapun lalu meninggalkan tempat berbahaya itu.

Semenjak Bangsa Mongol yang pernah menjajah dan menguasai Tiongkok terusir dan terbasmi sehingga sisa-sisa bangsa itu kembali ke utara, maka Bangsa Mongol menjadi bangsa yang lemah. Lenyaplah kebesarannya seperti ketika mereka masih menguasai Kerajaan Goan yang menjajah seluruh Tiongkok itu. Kini sisa bangsa itu terpecah-pecah, bercampur baur dengan Bangsa Mancu dan Bangsa Khin. Jumlah suku bangsa mereka amat banyak, terpecah-pecah oleh berbagai aliran, tradisi, dan agama. Mereka tinggal berkelompok-kelompok di luar Tembok Besar, dan hidup kembali sebagai suku-suku Nomad yang berpindah-pindah sesuai dengan situasi dan kondisi iklim dan tanah.

Karena terpecah-pecah menjadi kelompok itulah maka Bangsa Mongol, Mancu dan Khin ini menjadi lemah. Di antara mereka sendiri terjadilah persaingan, bahkan kadang-kadang persaingan itu menjadi permusuhan dan pertempuran karena memperebutkan tanah, air dan sebagainya. Mereka adalah bangsa yang sudah terbiasa dengan kekerasan, karena sifat hidup mereka memang keras, selalu berhadapan dengan kesukaran yang ditimbulkan oleh keadaan alam di daerah itu yang tidak menguntungkan manusia.

Masing-masing suku atau kelompok memiliki kepala sendiri, dan seperti biasa terjadi di seluruh dunia ini di antara manusia, kepala-kepala inilah yang menimbulkan permusuhan dan pertentangan karena ambisi masing-masing yang menyeret kelompok atau pengikut mereka ke dalam permusuhan. Tidak pernah lagi lahir seorang Jenghis Khan baru yang memiliki kekuatan sedemikian hebatnya untuk menundukkan semua kepala suku itu sehingga terdapat persatuan seperti di jaman Jenghis Khan dahulu yang akan membuat Bangsa Mongol menjadi bangsa yang kuat.

Asmara BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang