"Nona Ceng, kenapa sikapmu begitu terhadapku? Bukankah kita sudah berkenalan dan menjadi sahabat baik? Pertemuan yang tidak kita sangka-sangka ini tandanya bahwa kita berjodoh. Marilah kita pelesir dan bersenang-senang berdua, nona. Jangan kautinggalkan aku lagi. Aku... sejak pertemuan pertama itu, aku sudah tergila-gila padamu, nona..."
"Tutup mulutmu!" Sui Cin membentak marah.
"Ahhh...! Salahkah kalau seorang pemuda seperti aku tergila-gila dan jatuh cinta kepada seorang gadis sepertimu? Engkau yang salah, siapa suruh engkau begini cantik manis menggairahkan?"
Wajah Sui Cin yang putih halus itu menjadi merah. Belum pernah selama hidupnya ada laki-laki bicara seperti itu kepadanya. Rasa malu dan marah, membuatnya sukar bicara. Akan tetapi sebagai seorang gadis bebas yang jujur, harus diakuinya bahwa ucapan pemuda itu tak dapat disebut kurang ajar. Bukankah Sim Thian Bu mengeluarkan isi hatinya secara jujur? Pendapat ini menyabarkan hatinya dan iapun tersenyum.
"Saudara Sim, pergilah dan jangan menggangguku kalau kau tidak ingin ku-anggap sebagai musuh."
Thian Bu tersenyum lebar, dan matanya dipicingkan, memandang dengan gaya lucu memikat, kemudian dia bertepuk tangan tertawa. "Ha-ha! Aku mengerti sekarang. Engkau belum dapat menerima cintaku karena engkau belum mengenal kepandaianku, bukan? Seorang dara pendekar tentu hanya mau bergaul dengan seorang pemuda yang lihai pula ilmu silatnya. Nah, di sini merupakan tempat yang baik sekali untuk menguji kepandaian, nona Ceng. Silakan!" Pemuda itu memasang kuda-kuda dengan gaya dibuat- buat.
Sui Cin tersenyum mengejek. Bagaimanapun juga, terasa olehnya ketidakwajaran dalam sikap Thian Bu. Hui Song juga nakal dan jenaka, akan tetapi selalu menjaga kesopanan dan tidak pernah menyinggung perasaan. Sebaliknya, dalam kata-kata, pandang mata dan senyum Sim Thian Bu terkandung suatu sikap cabul dan kurang ajar yang membuat Sui Cin merasa ngeri dan juga marah.
"Aku tidak ingin mengujimu melainkan menghajarmu!" hardiknya dan Sui Cin sudah menerjang maju dengan tamparan-tamparan kedua tangannya.
"Heiittt... perlahan dulu...! Wah, jangan galak-galak, nona manis!" Thian Bu mengelak, bahkan berusaha menangkap pergelangan tangan Sui Cin.
Tentu saja Sui Cin tidak sudi ditangkap dan ia menarik kembali tangannya lalu menerjang dengan dahsyat mempergunakan pukulan dan tendangan.
"Aih, engkau bersungguh-sungguh, manis?" Thian Bu mengejek dan diapun mengelak, menangkis dan membalas tak kalah dahsyatnya.
Sim Thian Bu sudah tahu bahwa dia berhadapan dengan puteri Pendekar Sadis yang lihai sekali, maka dia tidak berani memandang ringan dan segera mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Sebaliknya, baru sekarang Sui Cin benar-benar berkenalan dengan ilmu kepandaian pemuda itu dan diam-diam ia terkejut karena ternyata Thian Bu amat lihai!
Melihat ketangguhan lawan, Sui Cin lalu mainkan Ilmu Silat Hok-mo Sin- kun (Silat Sakti Penakluk Iblis) dari ibunya. Ilmu silat ini amat cepat dan ganas dan jarang ada orang mampu menandinginya. Akan tetapi ternyata Thian Bu dapat melawan dengan baik, bahkan keceriwisan pemuda itu membuat Sui Cin merasa malu, kikuk dan gugup.
"Ha-ha, manis. Bagaimanapun, engkau harus menyerahkan diri padaku!" Pemuda itu menyerang sambil main colek ke arah dada dan dagu Sui Cin secara kurang ajar sekali.
Kini barulah dara itu sadar dengan orang macam apa ia berhadapan. Seorang pemuda cabul yang agaknya biasa menggoda, mempermainkan dan menghina wanita. Ia sudah mendengar tentang seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) den kini ia menduga bahwa tentu pemuda yang disangkanya pendekar ini sebetulnya adalah seorang penjahat cabul!
"Bangsat jai-hwa-cat!" Sui Cin memaki.
"Heh-heh, baru sekarang engkau tahu? Ha-ha-ha!" Thian Bu tidak marah dimaki begitu, malah tertawa-tawa dan mempercepat gerakannya.
Kini Sui Cin benar-benar kaget. Kiranya pemuda tampan yang tadinya dianggap seorang pendekar yang berkunjung pada pertemuan para pendekar di Bukit Perahu itu, ternyata benar seorang jai-hwa-cat seperti pengakuannya tadi. Seorang penjahat cabul! Berarti kaki tangan kaum sesat yang menyusup dan kini muncul pula di tepi telaga. Tentu ada hubungannya dengan usaha pembunuhan Menteri Liang.
"Jahanam busuk, manusia palsu! Engkau tentu kaki tangan kaum sesat!" bentaknya dan dengan tenaga sakti Thian-te Sin-ciang ia menerjang.
Kemarahan membuat tenaga dara ini menjadi berlipat ganda. Sim Thian Bu memang berwatak sombong dan selalu memandang rendah orang lain. Maka dia kurang waspada dan terjangan dahsyat Sui Cin itu ditangkis seenaknya saja.
"Dess...!" Akibatnya, tenaga Thian-te Sin-ciang yang dahsyat itu melanda ke arah Thian Bu dan membuatnya terlempar ke belakang dan terbanting keras!
Akan tetapi pada saat Sui Cin berhasil membuat lawan terjengkang, pada saat itu ada angin keras menyambar dari arah kiri. Sui Cin yang tadinya siap menyusulkan pukulan pada Thian Bu, cepat memutar tubuh hendak menangkis.
"Plakk!" Tongkat itu tertangkis, akan tetapi bukan mental malah meluncur ke samping dan menotok punggung Sui Cin.
"Tukk!" Dara itu merasa betapa tubuhnya menjadi lemas dan iapun roboh terkulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Berdarah
RomanceLanjutan Siluman Gua Tengkorak Kisah Cinta dua pasang muda mudi yang penuh dengan konflik dan pertentangan antara senang dan susah, antara suka dan benci, antara kenyataan dan apa yang di harapkan, siapakah pasangan muda mudi yang bertualangan cinta...