[5] Hak Milik

35.9K 1.9K 52
                                    

"Lo milik gue. Inget itu."


DAREL
______

Tap... tap... tap....

Sepuluh menit lagi bel istirahat akan berbunyi. Celaka. Velin harus bergegas. Dadanya terasa agak sesak. Velin berlari melewati lorong demi lorong koridor di sekolah tercintanya.

Akhirnya, dengan setengah ngos-ngosan, sembari merapikan seragam dan anak-anak rambutnya yg sedikit berantakan karena berlari, Velin tiba di depan sebuah pintu yang kini terasa sangat angker baginya.

Cklek!

Velin memutar knop pintu dengan
hati-hati dan setengah gugup usai mengetuknya tiga kali. Oh, matilah. Dimana ia taruh wajahnya kini? Apalagi tatapan sang guru pembimbing yang seolah ingin menghabisinya sekarang juga.

"Ha-halo semua... maaf, saya terlambat."

**

Yihaaaaaa!

Akhirnya, bel istirahat berbunyi! Waktu paling membahagiakan bagi seluruh murid di muka bumi ini. "Mumet banget dah penjelasan tuh guru!" Darel mendecih sambil keluar kelas dengan kedua tangan terselip dalam saku celananya.

Darel berjalan seorang diri. Bukan. Bukannya tidak memiliki teman, justru sebaliknya. Banyak yang menawarkan diri bahkan melemparkan dirinya secara cuma-cuma kepada seorang Darel. Baik cowok apalagi para cewek. Tapi sayangnya, Darel adalah tipe penyendiri yang lebih senang dengan dunia pribadinya.

Setengah berlari, Darel menuju kelas Velin.
"Velin onyet sayanggg! Pangeranmu yang tampan ini datang!!" Darel tak peduli dengan suaranya yang menggema keras di koridor. Sebagian menatapnya heran dan sinis. Tapi tentu saja, para gadis, lebih menatapnya dengan pandangan lapar.

Darel bersiul bahagia untuk menjemput sang kekasihnya.

Velin Gledya Ranuar.

**

"Jadi, kunci terpenting dalam sebuah kerja sama adalah kekompakkan sekaligus kefokusan kalian. Mengerti!?" Velin mengangguk gugup. Pak Devan, menatap satu-persatu anggotanya dengan tatapan tegas menusuk. Terutama pada Velin yang bisa-bisanya terlambat untuk lomba sepenting ini.

"Baiklah, kalian boleh pergi!"

"Hem... Pak!" Velin tak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Velin tetap mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan walau pak Devan terus menunjukkan wajah sangarnya.

"Ada apa?"

"I-ini lomba cerdas cermat untuk tiga orang. Tapi mengapa hanya ada kami berdua?" Tanya Velin yang sempat tersendat dan kemudian saling berpandangan sebentar dengan Ali. Ali pun sama bingungnya dengan Velin.

Di dalam ruang serbaguna ini, hanya ada sepuluh orang. Velin berdua dengan Ali sebagai perwakilan cerdas cermat. Selebihnya untuk lomba lain seperti berpuisi, menyanyi, dan mengarang cerita.

"E'hm!" Pak Devan mendehem sebelum melanjutkan, "Dia akan datang saat latihan habis maghrib nanti."

"Apa?" Velin dan Ali melongo'.

Bisa-bisanya, mereka di suruh datang tepat waktu terlebih Velin yang sempat diomeli gara-gara terlambat beberapa menit saja, sedang anggota satunya seenak jidat tidak datang. Tentu saja Velin ingin protes namun, ucapan pak Devan seketika membungkam mulutnya.

"Sudah jangan protes. Dia anggota utama. Pantas saja jika mungkin sekarang dia menghabiskan waktu lebih banyak belajar sehingga tidak datang. Toh, nanti malam dia pasti datang. Sekarang, kalian boleh istirahat." Velin pun keluar dengan bibir manyun bersama Ali yang mungkin berpikir ini tidak adil sama sepertinya.

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang