"Aku tahu kau masih mencintaiku."
-Darel-
Prananta's Series
---------------------Tidak.
Velin menggelengkan kepalanya secepat mungkin. Dan, sekali lagi. Memastikan apa yang ada di benaknya tadi hanyalah halusinasi semata. "Neng? Jalan mana ya? Neng gak papa 'kan?" Tanya supir taksi yang menoleh heran pada Velin dengan dahi mengernyit. Velin tersenyum kikuk, "eh, iya Pak, gapapa. Jalan komplek permatasari green ya Pak." Sopir taksi itu mengangguk dan mulai menjalankan taksinya. Velin menghela napas berat. Ntah mengapa, dadanya masih berdegup kencang.
Tidak Velin, tidak.
Itu bukan Darel. Bukan.
Tiba-tiba telepon Velin berdering. Ada telepon masuk. Dari nomor tidak dikenal. Dahi Velin mengernyit. Lagi. Siapa ini? Apa teman sekelasnya? Atau... hanya orang iseng? Velin memilih mendiamkannya saja. Tidam penting. Dering telepon pun mati. Tapi, tak sampai lima detik kemudian kembali berbunyi. Mati. Berbunyi. Mati. Berbunyi. Begitu seterusnya. Velin mendengus, menjengkelkan.
"Halo?"
Akhirnya Velin putuskan untuk mengangkat telepon tersebut. Agar berhenti mengganggunya. Tapi Anehnya. Hanya ada keheningan. Tak ada suara siapapun dari seberang panggilan sana. "Halo? Maaf, ini siapa ya?" Ucap Velin dengan nada agak kesal. Tiba-tiba dari seberang telepon itu, terdengar sebuah nada musik.
Alunan nada itu terasa pelan tetapi, menyayat siapa saja pendengarnya. Seperti perpaduan antara biola dan piano. Pelan... pelan... melonjak keras... lalu, gesekan melodi yang kuat pun terjadi. Tanpa sadar napas Velin memburu. "Ini siapa sih!? Kurang kerjaan banget!" Seketika Velin matikan telepon itu. Kepalanya terasa pening seketika. Sangat pening.
"Neng, udah sampai," ucap sopir taksi pada Velin. Velin mengerjap sadar dan segera turun taksi. Membayar uang taksi dan memasuki rumahnya secepat mungkin. Menguncinya dari dalam dan lekas menuju kamar. Tapi... lagi-lagi sebuah keanehan menimpa dirinya. Tepat di atas kasur Velin yang berbalut sprey biru laut terdapat, setangkai mawar merah.
Velin berdiri di ambang pintu dengan ketakutan yang semakin membesar. Ah, tidak mungkin. Lagi. Velin menggeleng cepat. Mengusir sosok bayangan itu dari dalam benaknya. Velin mulai melangkahkan kaki memasuki kamar sembari mengatur pernapasanknya yang ntah sejak kapan tidak teratur.
Satu.
Velin melangkah selangkah memasuki kamarku.
Dua.
Tiga.
Empat.
Li....
Drtttt!
Telepon Velin kembali berbunyi. Kali ini dari Ergan. Velin menghela napas lega. Setidaknya ia yakin akan ada Ergan yang akan menjaganya. Itu pasti. "E'hm, halo Ergan?" Ucap Velin setelah mendehem. Tenggorakannya terasa kering mencekat. "Sayang ... malam ini kita gak bisa makan bareng. Lomba futsalnya dipercepat malam ini juga. Maaf ya," ujar Ergan dengan nada bersalah.
Ntah mengapa dada Velin terasa sesak. Bukan. Bukan karena ia kecewa mereka tidak jadi dinner bersama. Tapi karena ia tahu, malam ini, ia akan sendirian. "Ka... kamu serius? Yaudah deh, gapapa. Lain kali aja," balas Velin berusaha baik-baik saja. Jangan. Ergan jangan sampai khawatir. "Are you sure? Yaudah, maaf ya sayang. Aku janji besok kuusahain kita dinner bareng."
"Iya. Oh, Ergan ... kamu, ada ngirim mawar ke aku?" Velin menggigit bibir bawah. Menatap mawar yang tak jauh darinya dengan perasaan tak karuan. Campur aduk. "Mawar? Ha ha. Kamu mau? Nanti aku beliin." Sial. Velin sedang tidak ingin bercanda. "Aku serius Ergan."
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL
RomanceRomance - Thriller - Action [TELAH DITERBITKAN] Highrank : #1 psychopath #1 arrogant #1 Darel #1 posesif #1 gore #1 stalker #2 psycho #2 possesive #20 killer #31 teenfiction #52 dark Velin sama sekali tidak mengenal Darel. Darel adalah...