[27] Lelaki Berhoodie

13.7K 893 78
                                    

"Kamu harus percaya, bahwa kekuatan cinta itu luar biasa. Cinta bukan kelemahan. Ia justru kekuatan terbesar."

My Possesive Boy Idol!
--------------------------

Malam pun tiba.

Sama halnya dengan mobil ferrari hitam itu, telah memasuki kawasan kota Stevhan dengan selamat. Ketika ada sebuah padang bunga edelweis, mobil itu berbelok ke arah kiri. Sang supir, dengan kecepatan stabil membelah jalan yang ukurannya lebih kecil dari jalan yang baru saja dilewati.

Angin malam berkali-kali menampar wajah tampan pria yang nampak kusut itu. Ia sangat hapal jalan ini. Ini adalah jalan yang biasa ia dan sahabatnya lewati ketika sore dengan membawa gitar, saat masih Senior High School dulu. Ini, adalah jalan, dengan pohon-pohon maple berwarna merah keemasan yang selalu mereka dambakan.

Ini, adalah jalan, yang selalu mereka harapkan untuk menjadi sarana menuju universitas impian mereka. Tapi nyatanya, modal mati-matian untuk menjadi murid di universitas itu, justru mengancam nyawa mereka sendiri.

Titt!

Bunyi klakson mobil menyadarkan kekosongan Darel akan bayang masa lalu. Ia menoleh pada sopir yang nampak mengumpat.

Ada apa sebenarnya?

Darel mengikuti pandangan geram sang sopir ke depan. Seorang lelaki berhoodie abu-abu nampak berdiri dalam gelap. Menghalangi jalan.

Titt!!

Titttttt!!!

Sang sopir kembali membunyikan klakson dengan lebih geram dan panjang. "Shit!" Umpatnya. Lelaki berhoodie itu tak bergeming. Tubuhnya jangkung. Dan ia nampak...  membawa sebuah senter kecil. Wajahnya tertupi oleh hoodie yang dikenakannya. Darel memperhatikan lelaki itu dengan kesal. Namun akhirnya, ia menyadari ada sesuatu yang aneh.

Hoodie yang pria itu kenakan... Darel seperti mengenalnya.

Lelaki itu perlahan mengangkat wajahnya. Tepat menatap manik mata Darel dengan cepat lalu, berlari. Terlalu cepat. Darel tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Apa-apaan itu!?

"Akhirnya. Dasar kurang kerjaan." Hela sang sopir kasar. Ia kembali menjalankan mobilnya yang sempat terhenti. "Dia siapa, Pak?" Tanya Darel hati-hati. Ia merasakan feeling yang aneh. "Paling warga sini yang senang keliaran malam-malam," jawab sopir kesal seadanya. Darel hanya diam.  Kembali mengamati luar jendela. Membiarkan wajah tampannya mengenai terpaan angin malam.

"Kamu kenapa?"

Darel terkejut bukan main ketika, mendapati suara manis gadisnya. Velin. Rupanya sedari tadi gadis itu sudah terbangun. Menatap Darel dengan tatapan lelah.  "Kamu sudah bangun? Sejak kapan?" Tanya Darel yang dengan cepat lalu, mendekap tubuh kekasihnya. "Kenapa meluk aku?" Tanya Velin heran.

"Sudah malam. Nanti kamu kedinginan." Seketika hati Velin menghangat mendengarnya. "Aku nanya, kamu kenapa? Siapa lelaki yang menghalangi jalan tadi?" Kali ini Velin bertanya tegas dan melepas pelukan Darel. "Aku gak papa. Dan aku... gak tau siapa lelaki itu. Tapi, aku seperti mengenalnya," ujar Darel sedikit bergetar. Velin dapat melihat wajah Darel yang memucat.

"Ah, mungkin perasaanku saja," sambung Darel sembari mengusap kasar wajahnya.  Velin diam. Lebih baik ia membiarkan Darel menenangkan gelisahnya. Lalu, Velin menengok ke arah kanan Darel. Ali. Ah, dasar Ali. Dia benar-benar telah tertidur mati. Darel dan Velin, keduanya pun, menikmati hembusan angin Stevhan dalam diam. Dua-duanya sibuk dengan pemikiran masing-masing.

Velin menatap deretan pohon maple. Itu pohon terindah yang pernah ia lihat. Velin memejamkan mata. Kemudian, tersenyum tipis.  Ketika Velin kembali membuka mata, ia melihat ada kejanggalan di antara deretan pohon maple tersebut. Seseorang tengah berlari.

Lelaki. Berhoodie. Membawa senter di tangan kanannya.

"Darel!" Cicit Velin mulai merasa takut. Darel segera menoleh. Mengikuti arah pandangan Velin. Awalnya ia bingung. Namun, seketika kedua bola mata Darel melebar. Lelaki tadi! "Apa yang ia lakukan, Darel?" Tanya Velin tak mengerti. Lihatlah, larinya sangat cepat.

Apa ia... mengikuti mobil ini?

Apa yang ingin ia lakukan?

Sesuatu yang jahatkah!?

"Dia mengikuti mobil kita," desis Darel pelan. Velin terhenyak. "Aku takut...." Suara Velin hampir tidak terdengar. Namun, telinga tajam Darel dapat mendengarnya dengan jelas. "Tenang, sayang. Ada aku. Ingat... aku akan selalu melindungimu, hm...." Ujar Darel menenangkan dan tersenyum lembut. Velin tak fokus pada Darel. Ia lebih mengarah pada lelaki itu yang malahan berlari semakin cepat.

"Darel... lelaki itu mengeluarkan kertas!" Sorak Velin tertahan dan segera menutup mulutnya. Untunglah sang sopir tidak mendengar. "Kertas?" Benar. Lelaki itu mengeluarkan selembar kertas putih lebar dari balik kausnya yang tertutupi hoodie. Lalu, menerangi isi kertas itu dengan senter kecilnya.

Darel dan Velin berusaha untuk membaca tulisan singkat di kertas itu, namun tidak bisa. Pencahayaan minim dan lagi, mobil ini agak melaju kecepatannya. Lelaki berhoodie itu tak menyerah. Aneh. Ia berlari begitu cepat dan sama sekali tidak menabrak deretan pohon maple itu.

Apa ia terlatih?

Atau ia... assasin!? Semacam ninja?

Lelaki itu menambah pencahayaan senternya. Kena'! Darel dan Velin terkejut bukan main ketika, mengetahui isi kertas putih itu. Isinya singkat, tapi menyangkut hidup mati mereka. Isi kertas itu adalah :

Pergi sekarang. Ini bukan jalan menuju Universitas Axcervine!

"Darel, benarkah itu? Apa dia tidak menipu kita!?" Tanpa sadar degup jantung Velin melaju. Darel segera mengamati keadaan sekitarnya. Sial. Ia baru sadar bahwa jalan menuju Universitas Axcervine tidak melewati hutan kecil. "Benar. Ini jalan yang salah." Kedua bola mata Velin membulat sempurna dan napasnya semakin tercekat. Ia mencengkram lengan Darel tanpa sadar.

Darel mengkode Velin untuk diam. "Pak, bisakah anda berhenti sebentar? Kekasih saya mau buang air kecil." Sopir itu mengangguk. Kemudian menepikan mobilnya. Darel menyuruh Velin untuk tidak membuat sedikitpun kecurigaan. Velin mengangguk cepat. "Ayok sayang, aku temani." Darel sempat melirik sang sopir yang memperhatikan mereka lewat kaca spion mobil.

Sial, sopir itu bayaran.

Darel menggenggam telapak tangan kanan Velin erat. Menyuruhnya berjongkok di balik salah satu pohon maple seolah sedang buang air kecil. Velin berjongkok. Darel baru sadar, lelaki berhoodie tadi telah menghilang.

Kemana dia?

Darel terkejut ketika, mendengar teriak kesakitan dan suara seperti terbentur. Darel melihat ke arah mobilnya. Sopir itu telah mati. Lelaki berhoodie itu membunuhnya. Kemudian, menggendong sosok Ali di punggung lebarnya. Berjalan ke arah mereka dengan sigap dan cepat. "Tak usah pedulikan barangmu," ucap lelaki berhoodie itu datar.

Velin ketakutan dan segera berdiri. Bersembunyi di balik tubuh Darel. Sedang Darel memicingkan mata. Apa lelaki ini tak bermaksud jahat pada mereka? "Temanmu sudah dibius. Dari tiga jam yang lalu. Untunglah ia tidak diminumkan racun." Lelaki berhoodie itu memaksudkan ucapannya pada Ali. Ah, itu rupanya mengapa Ali tak bangun-bangun sedari tadi.

"Supir itu anak buah bayaran. Tapi dia bodoh." Darel tak tahan lagi. Dengan cepat ia bermaksud membuka hoodie lelaki itu. Tapi dengan cepat pula lelaki itu memundurkan langkah kakinya. "Siapa kau!?" Geram Darel sembari menebak-nebak. Tapi ntah mengapa, ia merasa lelaki ini bukanlah orang yang jahat. Lelaki berhoodie itu, tersenyum miring. Darel dapat melihatnya sekilas di bawah cahaya bulan.

Seringaian licik itu....

Sial.

Lelaki berhoodie itu terkekeh pelan sebelum akhirnya, menyingkap hoodie abu-abunya. Memperlihatkan wajah tampan nan licik serta kedua sinar mata jahilnya yang tak akan sirna seiring, berjalannya waktu.

"Vredo!?"










TBC

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang