[55] When In The Tokyo

10.4K 788 244
                                    

"Let's see!
Nyatanya, tidak ada yang tahu bahwa hati yang paling terluka ialah si peluka...."

-Darel-

Prananta's Series
----------------------

Velin berjalan cepat sambil merapikan masker hitam pada wajah bulat oval putihnya. Sebuah topi Nick menghiasi kepala Velin. Sebelum memasuki pintu bandara, sekali lagi, Velin menoleh ke belakang. Menatap dua sosok itu. Keluarganya. Farhanz dan Deva. Keduanya tersenyum dengan lambaian tangan kecil. Velin dapat melihat setitik air mata mengalir di wajah cantik Deva.

"Selamat tinggal semua... selamat tinggal Indonesia," bisik Velin lirih dengan senyuman tipis di balik masker. Tangan kanan Velin ikut terangkat. Melambai kecil hingga akhirnya tubuhnya hilang ditelan pintu.

Dan....

Selamat tinggal masa lalu.

**

Katanya,

hidup adalah sebuah skenario Tuhan yang luar biasa. It's miracle. Setiap orang, menjadi tokoh utama dalam novel kehidupannya. Dan Velin rasa, di titik ini, Darel bukanlah tokoh utama yang menemaninya. Ah, apa Darel hanya tokoh figuran?

Jari-jemari tangan kanan Velin menyentuh permukaan jendela pesawat. Pelan. Halus. Dan berirama. Kedua bola matanya menatap matahari yang telah menunjukkan dirinya dengan bebas dan berani. Velin menghela napas panjang.

Handphone beserta kartunya telah dibuang oleh Deva. Deva benar-benar marah saat Velin menceritakan perihal suara desahan itu. Alhasil, Deva memaksa membelikan Velin handphone serta kartu baru. Velin sangat berterima kasih untuk itu. Velin menyipitkan mata, merasakan kilauan cahaya matahari yang menembus jendela. Menerpa sebagian wajahnya tanpa permisi.

Velin, aku mencintaimu....

Ah,

suara pria itu, bagaimanapun tak bisa hilang dari benak Velin.

Kaulah pengantinku yang sesungguhnya. Tetaplah bersamaku.

Velin menggeleng-gelengkan kepala secepat mungkin. Tidak. Velin harus kuat melawan dirinya sendiri. Tak akan ia biarkan air matanya kembali menangisi hal yang bodoh. Tidak lagi. Kini, Velin hanya berharap satu hal. Mereka berdua bahagia. Walau tidak bisa bersama. Velin sudah berusaha ikhlas walau rasa cintanya pada Darel tidak berkurang sedikit pun.

Velin tahu ia bodoh, tapi ini hati. Dan Velin tidak bisa mengingkari hatinya sendiri. Velin hanya berharap, Darel bahagia. Dia dengan kehidupan baru dan istri cantiknya. Maka, tolong lepaskan Velin. Izinkan Velin melebarkan sayap, pergi darinya, mencari tempat pulang Velin yang sesungguhnya. Karena di detik inilah Velin baru sadar, ternyata ia bukanlah rumah dari seorang Darel.

Ia, hanya tempat persinggahan Darel.

**

Ramainya Tokyo tak menghalangi niatan Velin untuk menjelajah menuju hotel dengan berjalan kaki. Katakanlah ia gila, tapi ia begitu menikmati semua ini. Velin berusaha, berusaha menikmati kebebasannya. Ada sesuatu dalam diri Velin, dimana meneriakkan satu titik yang selama ini telah hilang. Jiwa kebebasannya. Mobil melaju dengan rapi, para rakyat Tokyo banyak diantaranya yang siap dengan pakaian formal. Tentu saja, ini jam kerja pagi.

Tit!!!

Sebuah klakson yang berbunyi panjang memekikkan telinga terdengar dari belakang. Velin melirik kesal dan sinis. Apa-apaan mobil ini? Bukankah ia yang salah melaju di jalanan sebesar ini. Velin 'kan sudah menepi. Mobil mercedes merah itu berhenti tepat di belakang Velin. Dahi Velin mengkerut heran. Seorang pria dengan guratan wajah Asia blasteran turun darinya. Wajah pria itu nampak kesal. Sama seperti Velin.

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang