[45] When I Was Young

11K 680 35
                                    

DAREL POV

Flashback

"Mom... ayah kemana?"

Itulah pertanyaan yang selalu kulontarkan saat berumur delapan tahun. Dimana ayahku? Apa yang ia lakukan hingga melihat wajahnya saja dapat kuhitung jari dalam sebulan? "Ayah sedang bekerja." Dan selalu itu jawabannya. Jujur, aku bosan melihat senyuman palsu pada wajah mom-ku. Ia pembohong. Pembohong besar.

Tanpa ia ketahui, setiap malam, aku selalu berpura-pura tidur dan menunggunya hingga ia mengira aku sudah tertidur pulas. Setelah itu ia akan memunggungiku yang sedang tertidur dan terisak dalam diam. Ayahku menyiksanya. Secara perlahan. Dan aku benci karena mom tidak pernah mengatakan bahwa mereka telah bercerai. Aku mendengarnya saat ia sedang bertelepon dengan ayah dan mengatakan, "kita sudah bercerai dari dua tahun lalu! Stop mengatakan hal yang tidak-tidak!"

Saat itu tubuhku bergetar hebat. Aku menahan tangisku. Aku baru pulang sekolah dan rasanya aku ingin memeluk mom saat itu juga. Tapi nyatanya aku memilih berjongkok di dekat mesin cuci dan menangis sambil menangkup wajahku. Mom tidak tahu kalau aku mengetahui mereka telah bercerai. Walau begitu, aku tidak bisa untuk berhenti menyayangi mom. Rasa sayangku lebih berat padanya ketimbang rasa benci.

Cukup ayah yang menyakitinya. Jangan aku.

Mulai saat itu aku berpikir, ayahku seorang monster. Dia tega meninggalkan mom dan membuatnya menangis sepanjang malam. Aku benci. Aku sangat benci. Aku benci melihat mom-ku menangis karena pria itu. Sangat benci. Aku ingin tumbuh menjadi anak yang dibanggakan mom. Aku ingin mengganti air mata sedihnya dengan air mata bahagia. Aku janji itu.

Maka dari itu, aku bertekad menjadi anak yang berprestasi. Memenangkan berbagai lomba dan menjadi rangking satu di SD-ku. Dan berhasil. Mom selalu bahagia dan memelukku. Mengatakan aku anak yang pintar dan sangat ia sayangi. Aku bahagia karena walau tanpa ayah setidaknya aku bisa membahagiakan mom.

Hingga hari kelulusan tiba. Aku sudah lulus kelas enam SD. Umurku dua belas tahun saat itu. Dan aku meraih nem tertinggi di SD-ku. Aku mendapat piagam dan penghargaan. Tapi mom tidak datang saat itu. Bibi Anesa yang mewakilinya. Kupikir mom sakit. Jadi aku memakluminya.

Begitu tiba di rumah, dengan bangga dan semangatnya aku menaiki tangga tergesa-gesa. Dengan piagam yang menggantung di leherku serta sertifikat di tanganku. Senyumku tak bisa kuhentikan. Aku sungguh tidak sabar melihat mom akan menangis bahagia karena melihat putranya tumbuh menjadi cerdas dan berbakti. Dengan hampir terjungkal di tangga, tak menghentikan niatku untuk kembali berlari ke arah kamar mom. Aku sungguh bahagia sekarang.

"Mom! Aku datang!" Teriakku keras depan kamar dengan nada bangga. Tak ada jawaban maka aku bergegas membuka pintu. Tapi saat itu juga, senyumku luntur seketika. Sertifikatku terjatuh tak berharga. Bibirku bergetar hebat. Air mataku menggenang di pelupuk. Tepat di depan mata kepalaku sendiri, aku menyaksikan wanita yang kucintai dan ingin kubanggakan seumur hidup, tergeletak tak berdaya. Darah terus mengalir dari urat lengan kanannya. Kedua matanya membulat tak berkedip. Tapi senyum tipis menghiasi wajahnya.

Tidak. Oh tidak.

"Mom!!" Aku berlari menghampirinya setelah kaku bagai terpaku beberapa saat. Air mataku mengalir dengan deras. Aku kecupi wajah mom-ku berulang kali. Berharap ia akan kegelian seperti biasanya. Tapi tidak. Wajahnya terus kaku dan tidak berkedip. Aku menangis keras. Dadaku sungguh sesak. Tidak. Tidak mungkin. Mom adalah orang yang ingin kumuliakan dan kubanggakan seumur hidupku. Aku sungguh mencintainya. Ini tidak mungkin. Tidak mungkin.

"Mom ... aku mohon bangun! Katakan ini hanya sandiwara Mom! Mom... lihat? Aku menjadi murid berprestasi dengan nem tertinggi ... aku ... hiks ... aku membawakanmu piagam mom ... aku membawakan ... mu ... sertifikat ... hiks ... mom ... lihat aku ... aku menjadi ... murid teladan Mom ... kau pasti banggakan? Iyakan Mom? ... Mom ... tolong bangun ... dan tersenyumlah padaku ... Mom ... aku ... aku ingin melihat senyummu ... hiks ... kumo  ... hon ... bangun ..." Aku menangis keras di atas dadanya. Mengguncang-guncang tubuhnya berharap mulutnya akan terbuka dan bahwa ia hanya mendrama untuk mengejutkanku.

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang