"Bawalah aku terbang ke dasar sanubari birumu, terambang lembut di atas pusaran ombak."
-Velin-
Prananta's Series
----------------------A- apa!?
Dada Velin bergemuruh hebat hingga kedua lututnya terasa lemas. Ia remas kuat ujung gaun pengantinnya di masing-masing sisi. Membiarkan air matanya lolos begitu saja. "Tidak. Tidak mungkin." Dokter berumur sekitar empat puluh tahun itu tak disangka ikut berjongkok disisi Velin. Seolah Velin adalah putrinya yang terluka .
"Maaf. Saya telah melakukan yang terbaik. Tapi takdir Tuhan tidak ada yang tahu, dear...." Ucapnya lembut. Bahkan ia menatap Velin begitu tulus. Dengan kedua bola mata biru tajam yang menenangkan. Tangis Velin semakin mengencang. Ia tutup wajahnya dengan kedua tangan. Dada Velin kini terasa sangat sesak. Sialan. Apa takdir sedang mempermainkannya hah?
"Saya tahu... Algen sangat berharga bagimu tapi-" telinga Velin menajam seketika. Merasa ada yang janggal. Ia tatap segera dokter tersebut dengan syok.
"Algen?"
"Iya. Algen, calon suamimu." Kedua bola mata Velin sontak membulat. Tunggu. Tunggu dulu. Apa-apaan ini? "Anda yakin pasien di dalam bernama Algen?" Tanya Velin cepat dan penuh harap. Dokter itu mengangguk singkat. Dengan cepat tanpa babibu Velin mendobrak kasar pintu kamar lima puluh tersebut. Pemandangan yang pertama kali ia dapatkan adalah, sesosok pria berambut coklat terang yang terbujur kaku.
Itu bukan Darel.
Velin semakin syok. Mendekati tubuh pria yang sudah dipastikan itu dengan takut-takut. Ntah keberanian dari mana tangan Velin sudah membuka mata jasad tersebut. Ingin memastikan bahwa dibalik kelopak mata tersebut bukanlah bola mata kelam milik Darel walau jelas wajah pria yang tertampang di hadapannya ini adalah wajah asli England. Dengan cambang tipis yang menghiasi area wajahnya. Jujur, pria ini tampan. Ketampanan dewasa, menyimpan aura gelap namun Velin tidak tahu apa itu.
Velin bernapas lega ketika melihat jelas warna bola mata tersebut. Bukan hitam kelam. Namun, Velin pun baru menyadari satu fakta baru yang membuat sekujur tubuhnya merinding. Bola mata pria yang telah meninggal dihadapannya ini, berwarna biru tua. Tajam.
Bukankah pembunuh Mom Darel adalah seorang pria bermata biru tajam?
**
Velin merasa sangat bodoh.
Ini adalah kebodohan terbesar sepanjang hidupnya. Salah ruangan. Ya, itulah yang baru terjadi padanya. Pintu kamar tersebut memang bernomor lima puluh. Tapi bukan ruang Axalla. Melainkan Bezlin. "Kau betul-betul menggemaskan. Mengingatkanku pada putriku yang telah meninggal dunia," dokter itu bernama Galvin. Dokter yang tadi ikut berjongkok di sisi Velin. Dan sialnya ia menertawakan Velin begitu keras saat tahu bahwa Velin salah ruangan.
"Meninggal dunia?" Tanya Velin sambil beberapa kali membenarkan rambutnya yang berantakan. Kini Dokter Galvin tengah mengantarkan Velin menuju ruang lima puluh Axalla. Velin teramat malu. Tapi rasa nyeri luar biasa untuk kembali melihat wajah Darel lebih mendominasi. "Ya. Sebenarnya aku sudah menikah dan memiliki dua anak. Tapi istriku dan putri pertamaku telah meninggal dunia. Sedangkan anak keduaku adalah seorang lelaki. Yang... sangat membenciku melebihi apapun." Suara dokter Galvin di akhir kalimat terdengar lirih hampir menyerupai bisikan. Velin lirik dokter Galvin nampak menatap kosong jalan koridor yang keduanya tengah lewati.
"Maafkan saya. Saya tidak bermaksud-"
"Tidak apa. Lagipula sangat wajar ia membenciku. Mengingat- akh!" Velin kaget ketika tiba-tiba kaki kiri dokter Galvin terkilir. Menyebabkan ia harus berpegangan pada dinding di sebelahnya. Wajahnya terlihat begitu menahan sakit. "Ada apa Dok?" Tanya Velin panik sambil berusaha membantunya. "Ti- tidak apa. Kakiku sempat patah dulu, ha ha...." ia tertawa hambar. Berusaha setengah mati untuk kembali berdiri semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL
RomanceRomance - Thriller - Action [TELAH DITERBITKAN] Highrank : #1 psychopath #1 arrogant #1 Darel #1 posesif #1 gore #1 stalker #2 psycho #2 possesive #20 killer #31 teenfiction #52 dark Velin sama sekali tidak mengenal Darel. Darel adalah...