[28] Depresi

12.2K 823 111
                                    

"Dan jika aku melihatmu terluka, jangan salahkan aku bila mencabik si peluka."

-Darel-

My Possesive Boy Idol!
--------------------------

"Vredo!?"

Kedua alis Velin mengernyit perlahan. Darel mengenal pria assasin ini? Pikir Velin kebingungan. "Nanti dulu acara kaget-kagetannya. Kita harus segera pergi." Sergah lelaki bernama Vredo itu cepat. Velin tidak tahu bagaimana kejadiannya, tapi tiba-tiba Darel sudah menggendong tubuhnya ala bridal.

"Arghttt!! Darel! turunin akuuu!!!"

"Diam sayang! Kumohon...."

Darel tak mengindahkan jeritan takut Velin dan lebih memilih mengikuti Vredo yang tengah berlari sembari menggendong Ali di punggungnya. Pada akhirnya, Velin pasrah di dalam gendongan Darel.

Apa dia gak keberatan?

Kasihan Darel... tangannya, pasti sekarang sangat keram. Bahkan dia, tadi juga menopangku tidur dengan kedua tangannya.

Velin sembunyikan wajahnya di dada bidang Darel dengan dada berdegup kencang. Kedua tangannya mencengkram kaus Darel dengan gemetar. Ini... tengah malam, hey, maksudnya... kini mereka membelah hutan belantara sambil berlari, apa itu tidak gila!?

 kini mereka membelah hutan belantara sambil berlari, apa itu tidak gila!?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan takut." Samar, Velin dengar suara tersenggal-senggal Darel. Larinya makin melaju. "Ada aku. Jangan takut, ya." Velin tak tahu mengapa, tiba-tiba air matanya sudah menetes begitu saja. Dadanya terasa begitu sesak. Apa mungkin ini, efek dari semua pengorbanan Darel? Atau hanya karena ketakutan saja?

Astaga... Velin merasa tak tahu diri. Sungguh. Kekasih macam apa ia ini? Membiarkan lelaki yang dicintainya berkorban seorang diri? Bodoh. Rutuk Velin pada dirinya sendiri. Ya, ia bahkan tak tahu mengapa hidupnya sekarang begitu rumit.

"Darel! Fast! Fast!"

Vredo berteriak parau memecah keheningan dalam hutan. Suara jangkrik dan burung hantu menghiasi setiap derap kaki Darel maupun Vredo. Gila. Lari Darel semakin tak terkontrol. "Darel! kamu bisa jatuh!!" Cicit Velin semakin ketakutan. "Tenang sayang, diamlah." Napas Darel memburu. Sangat.

"Aku takut kamu kenapa-kenapa! Kita berhenti aja dulu ya, ya?" Velin menarik kaus Darel berharap lelaki itu menengadahkan wajahnya menghadap Velin. Tapi tidak. Wajah Darel tak bergeming. Tetap menghadap lurus ke depan. Cahaya rembulanlah penyelamat agar Velin tetap bisa melihat wajah kelelahan Darel.

Vredo masih memimpin di depan, tak jauh dari keduanya dengan cahaya senter yang menjadi titik fokus dalam pelarian ini. "Darel berhenti dulu... lihat, kamu kelelahan!"

"Diam sayang. Tidurlah. I'm okay."

"Darel... berhenti ya, ya... hiks... berhenti Darel!!"

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang