[58] Rahasia Vredo

11K 710 158
                                    

"Dear my heart....
Kemana dirimu berlabuh, sesungguhnya kau tahu. Hanya saja, takdir kerap kali mempermainkanmu.
Dear my self....
Tolonglah. Menang untuk kali ini. Karena aku, lelah, lelah untuk menyakiti dan tersakiti."

-Darel-

Prananta's Series
----------------------

18 September in Jakarta

DAREL POV

"Tuan, Mister Geo ingin berbicara dengan anda." Aku melirik sekilas manager utamaku, lalu menahan tawa. Sudah dua bulan pekerjaan ini berlaku padanya dan tentunya, aku menikmati kekesalannya yang tertahan padaku. Aku berjalan cepat sambil merapikan dasiku. Edd mendecih sambil mengejar cepat langkah kakiku.

Ha ha benar. Edd Melver menjadi managerku. Pria berkacamata dengan aura serius itu mau tak mau harus memanggilku 'Tuan' saat jam kerja. "Bilang padanya, jam empat sore di Kafe Matahari," balasku cepat dan kini seluruh tubuhku telah berada di luar gedung perusahaan. Aku bergegas menaiki mobil yang di dalamnya telah terdapat supir pribadiku. Pak Soni.

"Ke rumah, Pak. Sekarang," titahku sambil menatap Edd yang berada di luar mobil. Nampak mengangguk. Dan aku pun tahu, kode tersembunyi apa yang berada dibalik anggukannya.

**

Para pelayan menyapaku ketika, memasuki rumahku sendiri. Aku membalas senyuman kecil pada mereka. Mereka nampak senang. Aku terkekeh kecil. Aku berjalan menaiki tangga dan membuka pintu kamar. Kamarku dan Reylie. Suara decitan pintu terdengar. Benar. Reylie berada di dalamnya dengan sebuah senyuman. Senyuman yang sulit diartikan.

"Boleh aku bicara?" Tanyanya lirih.

Aku mengangguk dan ia pun menarik lenganku menuju balkon lantai dua. Mula-mula, Reylie menarik napas dalam-dalam lalu memejamkan mata singkat. Aku tahu, Reylie pasti habis menangis. Seperti biasanya. Aku tak bisa menyukai gadis ini, percayalah. Bahkan aku tak pernah menyentuhnya. Tapi, sekali lagi. Reylie, ntah apa yang dia pikirkan.

"Sebenarnya, apa tujuanmu menikahiku Darel?" Reylie menatapku sendu. Tenggorakanku terasa kering. Apa yang harus kujawab?  "Aku tahu dan sadar, bahwa kau tetap memperlakukanku layaknya istri. Kita tidur di ranjang yang sama, kau memakan apa yang kumasak, kau juga berbicara lembut padaku. Tapi! Tapi...." Kedua bola mata Reylie berkaca-kaca. Wajahnya memerah. Nampak menahan tangis.

"Tapi... kau tak pernah menyentuhku ... bahkan sekedar mengecup keningkupun kau tak pernah Darel... tak pernah! Aku tersiksa olehmu!" Suara teriakan Reylie perlahan menjadi lirihan serak. Reylie berusaha menyentuh pipiku tapi aku refleks memundur. Reylie menatapku kecewa.

"Darel, aku tahu kau tidak mencintaiku," ucap Reylie pelan. Aku terbelalak. Benar. Sehebat-hebatnya diriku memerankan akting ini, tapi sungguh, seluruh tubuhku hanya menginginkan sentuhan satu wanita. Setelah mom tentunya. "Buktikan, jika kau menikahiku karena mencintaiku." Rambut-rambut kecil Reylie tertiup angin, seiring dengan tatapannya yang menusukku. Aku menghela napas.

"Bagaimana caranya?"

"Cium aku."

Detik itu juga, seluruh tubuhku bergetar pelan. Menolak. Sangat menolak. Tapi aku berusaha, berusaha membuat Reylie percaya lagi padaku. Aku tidak ingin misi ini gagal. Dengan perlahan, aku menyentuh kedua bahu Reylie. Selama dua bulan pernikahan kami, baru kali ini aku menyentuhnya. Secara sengaja.

Tapi, yang kulihat hanyalah kekosongan. Aku menatap wajah Reylie hampa. Tak ada satu pun sensasi aneh yang membuat perutku bergejolak. Tak ada debaran-debaran yang membuat senyumku melebar. Aku, seperti mati rasa. "Benar. Kau tidak mencintaiku." Reylie menunduk sedih. Tiga detik kemudian, kepalanya kembali terangkat.

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang