"Sebuah melodi kehidupan. Dan di dalam melodi itu aku, akhirnya menemukan satu kunci nada yang tak pernah, kunyanyikan sebelumnya.
Teruntuk dirimu, yang menyakiti dengan sangat indah.
Aku, teramat berterima kasih untuk itu."-Velin-
Prananta's Series
------------------------"Velin, jika aku ingin membunuh Austin, maka itu mudah bagiku."
Jangan.
"Sayang, jika aku ingin menyekap dan merantaimu itu pun, teramat kecil bagiku."
Velim yakin, kini aliran darahnya akan terhenti sesaat lagi. "Jikalau aku ingin menghancurkan seluruh karir dan usaha kafemu itu maka, tak sampai sejam dan semua itu dapat terjadi." Velin menatap Darel nanar. Darel tetap dalam posisi berbaringnya. Dengan rahang kokoh dan suara seraknya yang mengunci tubuh Velin tak kasat mata."Bahkan jika aku mau... aku dapat membunuh seluruh orang kesaya-"
"Stop Darel! Stop!"
"Membunuh seluruh orang kesayanganmu!"
"Darel...."
"TAPI AKU TIDAK MELAKUKANNYA VELIN! AKU TIDAK MELAKUKANNYA!"
Darel berteriak keras hingga urat-urat pelipisnya menonjol jelas. Matanya memerah dan akhir suaranya bergetar. "Dan kau tahu mengapa aku tidak melakukannya hah!? Apa kau tahu!?" Velin refleks menggeleng. Sedang kedua bola mata Velin kini terasa panas. Darel, benar-benar di titik terendahnya.
"KARENA AKU MENCINTAIMU! KAU DENGAR ITU!? AKU MENCINTAIMU VELIN GLEDYA RANUAR! DAN AKAN TETAP SEPERTI ITU SAMPAI AKU MATI!" Air mata Darel yang telah kering kembali mengalir dan hati Velin terasa diremas-remas melihatnya. Hancur. Perih. Mengapa Velin ikut merasa sakit? Mengapa Velin tidak senang melihat Darel berantakan seperti ini?
Bukankah Darel juga pernah melukai Velin? Bukan. Bukan pernah. Tapi sering. Dan bahkan, hampir selalu. Puncaknya saat Darel menikahi wanita lain tapi... tapi, apa ini? Hati Velin sakit. Velin tidak bahagia melihat Darel hancur seperti ini. Tidak sama sekali. "Aku tidak pernah bisa melirik wanita selain dirimu Velin bahkan... jika kau memang bukan ditakdirkan untukku, aku... aku tak akan pernah menikah sampai kapanpun!" Darel menatap Velin sakit dan Velin pun tahu, Darel mati-matian menahan suara tangisnya.
Darel lelaki. Dan air mata lelaki itu sudah sering, Velin lihat. Velin rasakan. Dan Velin, abaikan. "Tapi menikahi Reylie... kau belum memberitahu tujuanmu, Darel...." Akhirnya bibir Velin yang terkunci rapat itupun terbuka. Berupa lirihan dan tenggorakannya terasa begitu kering.
"KARENA KAU DIINCAR OLEH LELAKI SIALAN TUA ITU! JADI AKU HARUS MENIKAHI ANAKNYA DAN JIKA TIDAK, KAU AKAN MATI!" Detik itu juga jantung Velin berdetak keras bak bom yang meledak. Seolah terhenti. "Apa kau bilang?" Tanya Velin tak percaya. Ia? Akan mati? Darel tersenyum sendu. Sangat berbeda dengan ekspresi sebelumnya.
Darel lalu mengalihkan pandangan dan berkata lirih, "kau masih ingat bahwa kau adalah targetku saat itu? Tapi hingga sekarang... aku tidak berhasil membawamu ke kampus neraka itu. Ah, salah. Bukan tidak berhasil. Aku tidak ingin membawamu kesana. Oleh karena itu, kau pun diincar, sayang, aku... aku tak akan pernah dimaafkan," jelas Darel panjang lebar dengan suara serak paraunya.
Darel kembali menatap Velin datar dan berkata, "aku menginginkanmu sebagai pendamping hidupku selamanya tetapi, akulah juga yang menyebabkan kematian terus mengejarmu. Jadi... bolehkah aku meminta satu hal?" Suara Darel mulai kembali bergetar. Ia berusaha bangkit dari posisi berbaringnya dengan susah payah. Ia menarik telapak tangan kanan Velin dan mengelusnya lembut.
"Maukah kau memotong kedua tanganku?"
Kedua bola mata Velin seketika membulat sempurna. Apa-apaan pria ini, hah?
"Jangan gila Darel!"
"Kalau kau tidak memotong kedua tanganku, maka dia akan terus berniat membunuh lelakimu itu Velin! Jadi potong! Cepat!" Velin menggeleng kuat. Darel dengan cepat mengambil sebuah pisau di atas nakas dan memaksa Velin untuk mengambilnya, "cepat Velin! Kau tidak mau 'kan acara pernikahanmu gagal karena tangan sialanku ini? Kau berhak bahagia sayang! Satu-satunya cara adalah potong tanganku! Kau tahu, demi apapun aku tak akan pernah mengikhlaskanmu jadi aku mohon... potong tanganku, pot-"
Plakk!!
Darel terdiam. Mulutnya terkatup tak percaya. Benar. Velin baru saja menampar Darel. Dia benar-benar tidak waras sekarang. "KAU PRIA PALING BODOH DAREL NOVIAN PRANANTA! KAU DENGAR ITU HAH!? KAU PRIA PALING BODOH DI DUNIA INI!" Velin menjerit kuat hingga lehernya terasa sakit. Lagi. Velin tak yakin akan seberapa lama menahan air matanya yang kini menggumpal di pelupuk mata.
Darel tetap diam. Menatap hampa pada Velin dan pada tangannya yang memegang pisau. "Aku memang bodoh...." Lirih Darel tercekat lalu tersenyum hambar. "Apa kau tahu sayang? Aku hanya ingin menikah denganmu... memiliki buah hati bersamamu, menikmati masa-masa tua kita bersama, tetapi, tetapi kenapa tidak bisa!? Kenapa sulit sekali!? Apa Tuhan mengutukku? Apa aku tidak berhak bahagia hah!? Aku hanya ingin kau dan mengapa itu terasa mustahil!? Kenapa sayang!? Jawab!" Darel mengacak frustasi rambutnya lalu memukuli dadanya berulang kali.
Velin merasa tak tahan. Velin berniat ingin memeluk Darel tapi Darel tanpa ia sangka malah menghindarinya. "Jangan pernah memelukku. Jika kau memelukku Velin, jangan salahkan aku jika Austin bodohmu itu akan mati kubunuh." Darel menatap Velin tajam dan lekat. Lalu tersenyum hambar.
"Aku tahu kau mencintainya. Buktinya, kau tidak ingin aku membunuhnya. Tapi, mengapa kau tidak ingin juga membunuhku? Apa kau mencintai dua pria?" Air mata Velin mengalir detik itu juga. Berhasil. Sampai kapanpun, sesuatu yang abu-abu, akan tetap terlihat samar. "Darel, mengapa kau tetap mencintaiku? Kau tahu, kini semuanya terlihat berlebihan...." Ucap Velin dengan suara lemah seraknya.
"Bagiku tidak. Aku salah. Sampai kapanpun ternyata, rumusku tidak dapat diubah. Apa yang aku cintai akan menjadi milikku. Jadi Velin, jangan pernah berpikir kau bisa mengubahnya. Apa kau mencintai pria itu?" Darel menatap Velin dingin. Velin diam. Velin tidak mencintai Austin. Ntahlah. Dia lebih mirip seperti seorang kakak bagi Velin. Tapi, bukankah cinta dapat tumbuh seiring berjalannya waktu?
"Kau mencintainya, ya?" Darel tertawa kosong. "Tidak adil rasanya. Kau dapat mencintai lelaki lain walau mungkin itu terasa sulit. Sedangkan aku, sampai kapanpun tak akan bisa mencintai wanita manapun selain dirimu... kau, benar-benar hebat Velin." Darel menggenggam pisaunya erat lalu menggeram. Seperti menahan emosi terdalamnya.
"Pergilah. Aku sudah dapat jawaban yang kutunggu selama ini. Kau, hanya kasihan padaku. Benar. Kau tidak mencintaiku. Aku hanya sulit menerima fakta itu." Darel menatap Velin lekat sedang hati Velin terus menjerit pilu sedari tadi. "PERGI KUBILANG!" Seru Darel hingga urat-urat nadinya nampak tercetak jelas.
"Darel...."
"JIKA KAU TIDAK LAGI MENCINTAIKU PERGI! SEBELUM AKU KEMBALI LAGI MENJADI MONSTER DALAM KEHIDUPANMU!" Velin sontak termundur ketakutan. Menggeleng dengan air mata yang dengan pasti mengalir dalam diam. Darel mengangkat pisau tersebut tanpa Velin duga dan bersiap mengarahkan pisau itu tepat ke arah jantungnya sendiri.
"Darel!"
"Pergilah. Kumohon. Pergi... aku tidak ingin lagi melukaimu...." Itu kalimat terakhir yang Velin dengar sebelum dengan hitungan pasti Velin melihat tepat di depan kedua bola matanya sendiri bahwa Darel, telah menusukkan pisau itu tepat di jantungnya.
"TIDAK!!!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL
RomanceRomance - Thriller - Action [TELAH DITERBITKAN] Highrank : #1 psychopath #1 arrogant #1 Darel #1 posesif #1 gore #1 stalker #2 psycho #2 possesive #20 killer #31 teenfiction #52 dark Velin sama sekali tidak mengenal Darel. Darel adalah...