[18] Pengakuan Cinta

19.2K 1.1K 69
                                    

Cukup kamu.
... hanya kamu. Tidak yang lain.

DAREL
--------------------------

Deg deg

Deg deg

"Da- darel?"

Ucap Velin gugup, agak risih. Yang benar saja, setelah kepergok nangis histeris itu, Darel terkekeh renyah dan langsung menyuruh Velin untuk berbaring dalam dekapannya. Sekali lagi. Satu ranjang.

Berpelukan.

Bisa kalian bayangkan, hm?

"Aku sayang kamu." Ini kedelapan kalinya Darel mengatakan hal yang sama sedari tadi. Ia memeluk Velin begitu erat sehingga mau tak mau kepala Velin menempel di dada bidangnya. "Kalo aku gak overdosis... mungkin kamu gak bakal mau kali ya balikan sama aku," lirih Darel serak lalu, tertawa hambar.

Vekin diam saja menahan debar jantung yang melaju sedari tadi. Nyatanya, kini Velin pun dapat mendengar degup jantung Darel yang berirama sama lajunya dengan jantung Velin.

Ugh....

"Sayang... boleh cerita gak?" Tanya Darel sembari mencium pucuk kepala Velin. Nyaman. Velin tak tahu apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini. Yang jelas, ia bahagia. Sangat bahagia. Sulit dijelaskan. Lega bercampur aduk dengan rasa syukur mungkin terlalu naif jika Velin mengatakan sekedar demikian.

Bolehkah aku mengikuti kata hatiku?

Kumohon- katakan ya....

Velin mengangguk singkat. Darel kembali mencium pucuk kepalanya. Hembusan napas hangat Darel terasa di ubun-ubun. Membuat kedua pipi Velin tanpa sadar merona. "Tadi malem aku kek orang gila, lho...." Darel memulai ceritanya. Velin mengernyit bingung sesaat.

Apa maksudnya?

"Aku benci pas kamu bilang putus. Rasanya aku pingen ngebunuh orang. Tapi gak tau siapa." Suara Darel serak dengan tawa lemahnya. "Aku gak sanggup ngebayangin kamu sama cowok lain. Rasanya... aku mau mati."

Jangan bilang Darel sedang melancarkan drama king-nya?

Ah... tapi aku rindu itu. Sangat.

"Karena gak ada yang bisa kubunuh, aku pun niat ngebunuh diri aku sendiri. Ha ha, bodoh 'kan?" Seketika Velin melepas pelukan Darel dan menatapnya tajam. "Banget! Bodoh banget tau gak!"

"Eitss! Belum selesai ceritanya." Darel kembali menarik Velin kedalam dekapannya yang hangat. "Sayang... percaya atau gak, tapi aku berniat sejak malam tadi. Niat yang tertanam kuat dalam hatiku dan gak akan pernah ingkar." Suara Darel kini berubah sangat serius.

"Niat apa?" Tanya Velin polos tak mengerti.

"Aku niat... bakal ngebunuh siapapun yang bakal nikah sama kamu nanti."

Ok, ini mulai tidak lucu.

"Apaan sih cumi!?" Tanya Velin kesal.

"Pokoknya gak ada siapa pun yang bisa miliki kamu selain aku. Kalau pun iya... meski kamu nganggep aku mantan, aku bakal tetap ngebunuh cowok yang deket sama kamu." Velin mulai bergidik membayangkannya. Apalagi dapat ia rasakan kini tatapan Darel yang begitu intens hingga menembus ulu hatinya.

"Terserah kamu mau percaya atau gak. Coba aja." Darel mengelus pipi Velin dan tersenyum miring.

Deg deg

Deg deg

"Tapi... sekarang kita udah balikan. Jadi, aku jamin. Bakal gak ada korban kok, sayang." Velin masih terkesiap tak tahu harus berbicara apa. Seketika bibirnya terasa ngilu. Dan, rasa takut kembali menyergap tapi segera ia abaikan. "Ha ha... bercanda kamu keterlaluan cumiiii!" Velin terkekeh berusaha mengalahkan rasa takut akan ucapan Darel barusan.

"Siapa yang bilang bercanda, hm?" Darel semakin memeluk Velin erat. Debar jantung Velin semakin melaju bak roket. Tapi bukan karena gugup melainkan, takut. "Maaf udah kasih liat sisi hitam aku ke kamu. Tapi, percayalah. Selama kamu di sisi aku, selama kamu gak duain aku, selama kamu gak ninggalin aku, sisi hitam aku gak bakal keluar." Darel tersenyum manis dan mengecup ujung hidung Velin dengan cepat.

Velin terkesiap. Lagi.

"Hi hi, boleh bilang sesuatu gak?" Nada bicara Darel berubah manja dan jahil. "Apa?" Jujur saja, otak Velin masih setengah nge-blank karena tingkah laku Darel yang tak ia mengerti.

"Aku cinta kamu."

Tuhan. Jantung Velin. Tolong.

"Cinta banget. Jangan ninggalin aku lagi. Jangan bilang putus lagi. Jangan pernah."

Seketika, kedua bola mata kelam Darel mengunci dunia Velin. "Kamu ngerti, hm?" Velin terlalu syok bahkan untuk sekedar mengangguk. Yang benar saja... Darel menyatakan cinta.

MENYATAKAN CINTA.

"Aku belum pernah nyatain cinta ke kamu, ha ha. Sekarang... hati aku lega banget. Kamu juga cinta 'kan sama aku?" Darel menatap Velin dalam sambil tersenyum lebar.

Cinta....

Apa- aku mencintaimu Darel?

Suka? Iya. Aku menyukaimu.

Tapi, kalau cinta, jujur saja, aku, masih ragu.

"Kamu cuma boleh cinta ke aku. Gak selain aku. Ngerti!?" Tatapan Darel berubah menjadi ancaman. Velin tersenyum simpul. "Darel... kamu tau gak mimpi-mimpiku apa aja?" Velin menatap Darel lembut. Berusaha memberitahu apa yang sebenarnya ia rasakan. Darel balas memandang Velin lekat,"apa?"

"Aku pingen... jadi wanita berkarir yang keliling dunia. Aku pingen, meraih kebebasanku sendiri. Tapi itu, sekarang, bukan lagi prioritas." Darel mengkerutkan dahinya seolah berpikir.

Ih gemes! Batin Velin.

"Kalo kamu tanya kenapa... karena mimpi-mimpiku udah direnggut sama seseorang yang luar biasa udah buat aku jadi gak teguh lagi." Tiba-tiba Velin merasa matanya memanas. Untuk kesekian kalinya.

Tidak! Jangan menangis, Velin....

"Direnggut? Why? Oleh siapa?" Tanya Darel khawatir bertubi-tubi. Tanpa babibu Velin segera memeluk Darel. "Kamu," ucap Velin parau. "Kamu... yang udah buat mimpi-mimpi aku berantakan. Kamu, bahkan kamu sekarang menjadi bunga mimpi itu, Darel...."

Velin menahan isak dan segera mengambil posisi duduk lalu mengkode Darel untuk tidak protes. "Percayalah...." Velin menatap dalam kedua bola mata Darel yang kini menjadi dunianya tersendiri, "percayalah Darel. Kamu, adalah salah satu dari mimpi-mimpiku...." Tatapan Darel berubah sendu diiringi senyuman tulus.

"Mulai sekarang."









TBC

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang