[16] Pingsan

18.8K 1K 61
                                    

"Kamu harus paham, bahwa aku mencintaimu melebihi reaksi kimia pada feromon, endhorpin, ataupun serotonin, yang mungkin saja dapat menghilang."


DAREL
-----------------------

"Bagi seluruh peserta lomba cerdas cermat nasional harap berkumpul di lapangan sekolah sekarang juga! Sekali lagi, bagi seluruh peserta lomba cerdas cermat nasional harap berkumpul di lapangan sekolah sekarang."

Pagi yang cerah.

Desember menyambut para pelajar putih abu-abu.

Teriakkan riuh bercampur tawa ramai mewarnai setiap sudut SMA Binusvi.

Hari ini, luar biasa ramai. Apalagi  kedatangan dua SMA ternama yang siap menjadi musuh di area lomba nanti. "Velinn!" Velin yang tengah berdiri diantara kerumunan peserta, sembari membaca materi hafalan pun menengok ke arah sumber suara. Ia tersenyum pada Ali yang lari terbirit-birit dan berusaha mendatanginya walau badannya berkali-kali tersenggol para pelajar lain.

"Hosh... hosh... gue kira terlambat!" Ali mengusap-ngusap dadanya mengatur napas. Velin hanya tertawa dan kembali fokus pada materi. "Eh, Velin?" Ali mencolek ragu bahu Velin.

"Why?"

"Darel mana?"

Ah.

Pertanyaan yang paling Velin hindari. Tangannya sedikit bergetar dan jantungnya berdegup tak karuan. Velin berusaha mengontrolnya. "Gak tau. Mungkin lagi ngafal materi juga di tempat lain. 'Kan Binusvi luas." Ali mengernyit heran pada Velin.

"Tenang. Dia pasti dateng kok."

Iya... dia pasti dateng 'kan?

"Aduduh, Velin! Tapi, gak seharusnya Darel terpisah dari kita. Liat nih, sepuluh menit lagi lomba bakal dimulai." Wajah Ali nampak khawatir. Memang benar. Suasana sekolah benar-benar riuh sekarang.

Tidak! Tidak! Tenang Velin... jangan ikut panik... ok.

"Lebay amet lo! Darel 'kan idola sekolah. Gak mungkin lepas tanggung jawab." Velin kembali beralih pada kertas yang tergenggam di kedua tangannya. Berusaha tenang dan berpikir dingin. "Lo lagi gak punya masalah 'kan sama tuh anak? Biasanya nempel mulu kek perangko." Ali mulai menatap Velin curiga.

"Hah? Ha ha! Apaan, sih? Gak kok gak, tenang aja." Velin tertawa palsu walau kini, hatinya mulai khawatir pasal Darel yang tak nampak sedari tadi. "Lomba akan dimulai! Para peserta harap bersiap-siap menaiki panggung."  Ali menatap Velin panik. Seolah berkata "bagaimana nih?" Velin lekas menatap panggung yang kini telah terisi full oleh para peserta. Tinggal meja bagian tengah saja yang kosong karena tim sekolahnya belum menempati.

"SMA Binusvi harap menaiki panggung sekarang juga!" Ucap sang mc di mic sambil menatap ke arah Velin dan Ali. Kini tatapan para penonton jelas tertuju pada mereka berdua. Velin dan Ali saling berpandangan.
Bingung harus apa dan bagaimana.

"Sekali lagi! SMA Binusvi harap menaiki panggung sekarang juga." Ucapan mc itu mau tak mau membuat mereka malu setengah mati karena hanya diam di bawah sana seperti orang bego. Mc itu keliatan tak sabar. Dengan sangat terpaksa, Velin dan Ali pun menaiki panggung dan segera duduk di bagian tengah.

Grup B.

Tapi... kursi sebelah Velin kosong.

Kursi yang seharusnya ditempati seorang Darel. Mc itu menyingkirkan mic-nya dan mendekati mereka. "Mana anggota kalian yang satunya?"  Kedua tangan Velin bergerak gelisah terbalut keringat dingin.

Darel... kamu dimana?

"Gak tau Pak. Mungkin masih dalam perjalanan kesini." Itu jawab Ali. Wajahnya pun gusar setengah mati. Bagaimana tidak? Jangan main-main. Ini lomba nasional. Aku tekankan sekali lagi.

NASIONAL.

Mc itu mengangguk dan kembali menggunakan mic-nya. "Ya, baiklah. Sepertinya ada sedikit hambatan. Mari kita tunggu sepuluh menit lagi." Terlihat wajah tak terima dari para penonton dan, tentu saja para saingan Binusvi. Kedua bola mata Velin terus bergerak gelisah, mencari sosok Darel di antara ribuan makhluk putih abu-abu itu. Velin menggigit bibir bawah.

Aku takut....

Semalam, aku menahan tangis hingga badanku demam.

Aku... tak menangis setelah dibawah guyuran hujan siang itu.

Dan- Aku juga tak tau apa yang terjadi pada Darel selanjutnya.

Dia- gak apa-apa 'kan?

Sepuluh menit telah berlalu.

Mc itu memandang Velin dan Ali penuh tanya.

Oh tidak... jangan bilang kami bakal didisfikualikasi!?

Suasana mulai panas. Penonton sudah tak sabar dan meneriaki mc untuk segera memulai lomba. Keringat dingin Velin bercucuran. Bolehkah ia menyesal sekarang? Mc itu mulai mendekatkan kembali mic pada mulutnya.

Oh, tidak! Tidak.

"Jika anggota SMA Binusvi tidak lengkap, dengan sangat menyesal tim kalian akan gugur."

Shit! Ini lomba di sekolah kami!

Kami rajanya!

Bagaimana bisa belum dimulai saja kami, sudah dinyatakan kalah!?

Velin dan Ali kini hanya mampu mengumpat dalam hati dan berdoa. Mereka sudah mati-matian menghafal materi selama kurang lebih dua bulan. Mereka bermimpi tinggi akan lomba nasional ini.

Ini kesempatan emas mereka.

Ini harapan mereka.

Ini rasa terima kasih mereka akan Binusvi.

Dan- sekarang... mereka dinyatakan gugur begitu saja?

Darel... jika kamu gak datang karena aku, setidaknya please datang karena sekolah kita... karena harapan sekolah kita. Please....

Velin menunduk lemas. Pupus sudah harapan. Dan ini... karena dirinya. Bukan Darel. "Maaf Pak! Saya terlambat!!"

Velin mengangkat wajahnya secepat kilat.

Oh, ya Tuhan!

Seketika kedua bola mata Velin membulat sempurna.

Itu, Darel.

Tanpa babibu ia berjalan di tangga menaiki panggung. Velin tersenyum lega atas kehadiran Darel sekaligus ingin menangis.

Darel... kamu datang.

Wajah Darel terlihat agak pucat dengan kantung mata yang membekas.

Tidak! Tidak! Darel baik-baik saja....

Suasana pun kembali riuh atas kedatangan idola sekolah ini. Darel. Mantan pacar seorang Velin. Sesaat, kedua bola mata Velin terkunci dengan mata hitam itu. Kedua bola mata kelam Darel. Bola mata yang  Velin rindu. Beberapa detik keduanya, tenggelam, terkunci dalam isyarat mata tak berkata, hingga akhirnya....

Brukk!

Apa yang terjadi!?

"Darel pingsan!!"












TBC

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang