[19] Petak Umpet

17.1K 959 73
                                    

Aku merasakan sesuatu, yang sangat tulus. Sekali lagi. Sangat tulus. Kau tahu apa itu?
Cintamu.


DAREL
-------------------------

Dua hari kemudian

"Hihi! Pfft-" Velin menahan tawa kuat-kuat bahkan, hingga menggigit bibir bawahnya. Berusaha ia sempilkan tubuh rampingnya diantara keramaian suasana istirahat kali ini. Kembali ia amati sosok lelaki idamannya itu dengan geli. Kini, Daeel terlihat sedang memaki-maki dirinya sendiri tepat di depan pintu kelas Velin.

"Arghttt!! Kemana sih kamu sayang!? Shit." Darel kembali celingak celinguk dengan mata yang mulai memerah emosi.

Ok, cukup Velin.

Jahat banget sih lo! Pfft-

Dengan secepat kilat, Velin pun berlari ke hadapan Darel dan memasang muka konyolnya sembari tersenyum lebar, "cumi sayang!!" Srett! Seketika, Darel memeluk Velin erat. Dapat Velin rasakan deru napas Darel yang tersenggal-senggal. Cengkraman kedua tangan Darel yang membalut pinggang Velin begitu kuat hingga terasa agak sakit.

"Darel?" Lirih Velin bingung dan berusaha melepas pelukannya tapi, sia-sia. Justru kini pelukan itu semakin mengencang. Beberapa murid melirik mereka aneh. Bahkan ada yang mengumpat. "Kamu kenapa?" Tanya Velin lembut bercampur khawatir. Velin tahu jika melepas pelukannya Darel malah semakin memberontak. Jadi, Velin pun mengelus-ngelus punggung Darel yang terlihat naik turun.

Apa candaanku berlebihan, hm?

Aku 'kan, hanya ingin bermain petak umpet dengan Darel.

Apa itu, salah?

Tiba-tiba, Darel melepas pelukannya kasar dan menarik Velin ntah kemana. Ok, kini singa akan kumat. Velin tahu Darel marah. Sangat marah. Cukup hanya dengan melihat gerak-geriknya yang kasar tanpa sepatah kata pun. Velin diam saja ketika ternyata Darel membawanya ke rooftop sekolah. Kembali Velin diamkan Darel yang tengah mengacak-ngacak rambutnya frustasi.

"ARGHHHTTTT!!" Teriak Darel keras hingga urat-urat lehernya nampak tercetak jelas. Awalnya, Velin kaget bercampur takut namun, Velin pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala maklum. Walau sudah keluar rumah sakit pun, Darel tetap tidak berubah.

Ia tetap pemaksa.

Ia tetap pengekang.

Ia tetap pemarah.

Ia tetap drama king.

Tapi, Velin suka itu.

"KAMU KEMANA AJA TADI!?" Bentak Darel yang kemudian berganti lirihan serak. Ia mulai melangkah mendekati Velin dan mencengkram kedua bahu Veli. Sesaat Velin meringis. Tapi, dengan cepat pula ia menatap kedua bola mata kelam Darel dengan dalam. "Aku tadi liatin kamu." Suara Velin terdengar tenang. Walau ada sedikit gemuruh di dada.

"Aku mau main petak umpet. Tapi kamu gak berhasil nemuin aku. Jadi, aku menang, yeyy!" Velin nyengir di akhir kalimat memperlihatkan deretan gigi putih rapinya. "Petak umpet? Astaga, sayang! Kamu pikir itu lucu, hah!?" Nyatanya Darel malah tambah marah dan kedua telinganya semakin memerah tanda amarah besar.

Velin ingin menyahut tapi Darel memotong dengan cepat, "waktu itu kamu bilang di rumah sakit kalo aku tuh salah satu mimpi-mimpi kamu! Tapi sekarang? Ha ha! Kamu malah permainin aku! Kamu pikir aku gak khawatir apa kalo kamu main petak umpet terus kamu ketemu sama cowok lain!? Terus kamu suka sama dia dan kamu ninggalin aku, hah!?"

Mantap... kena' omel lagi gue.

"Ya, gak segit-"

"Aku 'kan sudah bilang aku cinta sama kamu! Aku bakal ngebunuh cowok yang dekat sama kamu! Aku udah bilang sejujur-jujurnya tapi kenapa kamu malah begini!? Kamu pikir aku apa Velin!? APA!?" Tak ada cara lain, Velin pun segera memeluk Darel dan mengecup pipi kanannya dengan cepat.

"Maaf."

Lalu, ia kecup juga pipi kiri Darel sekilas dan tersenyum lembut, "semua yang kamu pikirin salah, cumi sayang." Wajah keras Darel perlahan melembut. Ia menatap Velin setengah berkabut. "Kalau pun ketemu cowok lain, aku gak bakal suka sama mereka. Kamu pikir... mereka sehebat apa bisa ngalahin kamu?" Velin berjinjit untuk mencapai pucuk kepala Darel dan mengelusnya.

Dapat ia rasakan tubuh Darel yang kini menegang."Kamu emang pemarah. Kamu pengekang. Kamu aneh. Kuakui semua itu." Lagi Velin tersenyum. Lagi. Darel menatap Velin dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Darel... aku tau kamu seperti apa.

Kamu itu senja yang banyak diminati tapi, kamu lebih memilih matahari.

"Sayang... kamu ngejek, hm?" Tanya Darel yang kini semakin mendekatkan wajahnya pada Velin dengan mata setengah memicing. Velin menggeleng dan melanjutkan, "kamu emang begitu. Tambahan, kamu sok keren dan sok ganteng. Tapi, kamu tetap Darelku."

Tanpa babibu Darel mengecup pucuk kepala Velin. Velin refleks memejamkan mata. Lama Darel mengecup dahi Velin seolah menyalurkan rasa cintanya yang begitu besar.  Seolah ia takut Velin tak dapat merasakan ketakutannya atau pun ketulusannya.

Mungkin sekarang....

Aku pun terlihat berlebihan.

Tapi, percayalah.

Semua yang kurasakan... apa adanya.

Tanpa titik atau pun jeda.

"Velin...."

Suara Darel terdengar sayup di kedua telinga Velin. Nyatanya, Velin masih memejamkan mata menikmati semilir angin yang sesekali menerbangkan anak rambutnya. "Hm?"

"Udah bunyi bel masuk, lho...."

Seketika, Velin membuka mata dan melotot tak percaya pada Darel.  "KENAPA GAK BILANG DARI TADI!?"

Bug!

"Aw! Kamu terlalu menikmati sayangkuu!!"

Kampret.

**

Pukul 19.00

Velin tengah fokus membaca materi hafalan untuk cerdas cermat yang tertunda beberapa waktu lalu. Pulang sekolah tadi, diumumkan kalau lomba akan diadakan ulang besok. Itu pun, karena Darel yang memaksa cepat-cepat keluar rumah sakit dan mengajukan agar lomba secepatnya kembali berlanjut. Mungkin dia merasa bersalah.

Masih teringat jelas di benak Velin ketika Darel meminta maaf berulang kali sepulang dari rumah sakit. Maaf karena gara-gara dia semuanya berantakan. Velin hanya tersenyum saat itu dan mengatakan tak apa asal dia selamat.

Ugh... Darelku....

Velin kembali senyam-senyum dan menutup wajahnya yang memerah dengan bantal.

Semakin lama,

Perasaan ini semakin dalam.

Darel... semakin lama mengenalmu,

Aku... semakin menyukai apapun tentangmu.

Tok! Tok! Tok!

Lamunan Velin akan Darel buyar ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya dan berucap dengan volume lumayan keras, "Velin! Farhanz datang!" Itu suara mamah. Segera Velin berdiri dan membuka pintu, "apa Mah? Farhanz?" Tanya Velin yang tengah berdiri masih dengan memegang gagang pintu kamarnya.

"Iya. Katanya mau ketemu kamu. Reunian," jawab mamah yang menyuruh Velin lekas turun menemui Farhanz. Perasaan bersalah kembali menyergap Velin secara tiba-tiba. Mengingat sekelumit memori akan Farhanz yang dibuat sekarat oleh Darel.

Bolehkah aku menemuinya?












TBC

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang