"Dari awal kita bertemu itu adalah kesalapahaman. Kamu, adalah kesalahan Tuhan yang tercipta dalam hidupku."
-Velin-
My Possesive Boy Idol!
----------------------------"Katakan kau mencintaiku sayang. Atau kau, tidak akan melihat hari esok." Desis Darel tajam. Dengan kedua bola mata hitam kelam yang menatap Velin begitu intens. Astaga, apa maksudnya!? Apa...dia tidak berlebihan, hey, Velin... tak mengerti!
Siapapun, tolong aku....
"Da-Darel? Kamu gak bercanda 'kan? Itu... pisau buat apaan? Kamu mau ngapain?" Tanpa sadar langkah kaki Velin termundur. Jantungnya berdegup hebat. Velin pun tahu, akan ada hal yang sangat buruk terjadi. Bahkan sampai sekarang, Velin... tak mengerti Darel itu seperti apa. Ada saja hal yang membuat Velin tak mengerti mengenai dirinya.
Tentang ketakutan akan dirinya.
"Katakan kau mencintaiku. Sekarang," pinta Darel hampir menyerupai bisikan. Bahkan sekarang, ia melangkah mendekati Velin dengan napas memburu. Kedua bola kelamnya semakin terlihat mengerikan. Velin memekik kecil. Demi apapun, ia seakan tak bisa bernapas.
Tanpa babibu, dengan keberanian yang besar, Velin melompati tubuh Edd dan Vredo yang tertidur di lantai. Andai mereka tahu... segila apa teman mereka sekarang. Velin raih knop pintu dengan tetes keringat yang tak bisa lagi dihitung. Velin tak mengenal Darel! Dia bukan Darel!
"Mau lari kemana kamu, cintaku?" Lirih Darel parau yang tiba-tiba sudah meraih tangan kanan Velin dan menggoreskan pisau diatasnya. "Arght...." Pedih. Pedih sekali. Dengan air mata tertahan, Velin menggigit tangan Darel yang menahannya. Darel geram dan menjambak rambut Velin. Velin tendang perutnya kuat. Berhasil. Velin terbebas dari cengkraman Darel. Lalu, dengan napas yang tak teratur, Velin berlari keluar kamar. Berlari. Cepat. Tak peduli dengan darah yang makin lama makin banyak mengalir akibat goresan pisau Darel.
"Kau gila, Darel... kau berlebihan. Kau sangat salah dalam hal mencintaiku... bukan begini caranya," cicit Velin sesak. Air matanya sudah menetes. Terus menetes. Larinya melaju tak terkontrol. "Berhenti Velin!!" Teriak Darel menggema di lorong putih ini. Tidak... Velin takut... sungguh. Ia sungguh, takut.
"Berhenti atau aku akan menusuk pisau ini tepat di kepalaku sendiri!" Seketika lari Velin terhenti. Tubuhnya refleks menoleh ke arah Darel dengan cepat. Napasnya tersenggal-senggal. Velin menggeleng kuat. "Tidak! Jangan gila Darel Novian Prananta!!" Pekik Velin frustasi. Darel tertawa miris. "Sebegitu susahnya kah mengatakan cinta padaku, hm?" Desis Darel lirih berganti tawa hambar. Velin terdiam. Terpaku sesaat. Bahkan, Velin mati rasa oleh luka goresan pisau Darel beberapa menit lalu.
"Sebegitu susahnya kah mengatakan cinta padaku, hah!?" Teriak Darel seperti orang tidak waras. Kedua alis Velin berkerut. Perlahan langkah kaki Velin berjalan dengan samar, menipiskan jarak diantara merekam Tak peduli walau kenyataannya Velin sangat takut pada Darel yang masih menggenggam pisau itu kuat hingga, urat-urat tangannya terlihat.
Begitu Velin tepat berada di hadapan Darel, ia menarik napas dalam-dalam, memejamkan mata dengan pedih, lalu berkata, "bunuh aku." Darel terkejut lalu menggeram marah. "Kau berkali-kali melukaiku, kau membawa hidupku pada hal terkelam yang tak pernah kualami, Darel. Tapi apa? Aku tetap mencintaimu! Kau dengar? Aku tetap mencintaimu bodoh!!" Teriak Velin terisak. Runtuh sudah benteng pertahanan itu. Lututnya terasa lemas. Dada Velin sesak. Sangat sesak.
Darel memandang wajah Velin lekat. Dengan arti wajah yang tak bisa Velin artikan. "Apalagi, hah? Tidak cukup kau menyiksa hidupku!? Apa? Kau ingin menggoreskan pisau laknatmu itu lagi pada tubuhku!? Ayo lakukan! Lakukan! Cepat lakukan!" Velin menarik tangan Darel yang menggegam pisau dengan paksa. Bermaksud mengarahkannya pada tubuhnya.
"Tunggu apalagi, hah!? Kau sudah mendengar apa yang kau mau bukan!? Aku mencintaimu Darel Novian Prananta! Lalu sekarang apa? Bunuh aku. Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau! Membuatku jatuh cinta padamu, membuatku menyatakan perasaan terasing dalam hidupku dengan pisaumu, lalu apa!? Kau sudah puas, hah!?" Tak peduli dengan teriakannya yang menggema di lorong putih sialan ini. Buktinya lorong dengan bau khas laboratorium ini telah menjadi saksi bisu atas pernyataan cinta Velin pada sosok Darel. Ya, Darel. Lelaki yang sekarang tengah memandang Velin dengan tangan terkepal kuat.
"Belum. Aku belum puas," jawab Darel tajam setelah sekian detik hanya ada suara napas keduanya yang saling memburu. Membunuh dalam diam. Apa? Belum puas katanya? "Aku ingin kita kembali ke Indonesia," ujar Darel tenang. Bola mata Velin membulat sempurna. Indonesia? Bukankah malam ini mereka baru datang? Jangan lupa perjalanan untuk tiba di universitas ini yang terbilang tidak wajar.
"Kau gila!?" Tanya Velin kesal. Ayolah, Velin sedang serius. Ia tidak ingin bermain-main sekarang. "Ya, aku gila. Kau sudah tahu itu bukan?" Darel tersenyum miring. Sialan. "Batalkan olimpiade ini. Aku akan mengganti seluruh biaya yang ditanggung sekolah kita," sambungnya. Mengganti katanya? Velin tidak peduli dengan itu! Velin ingin olimpiade! Velin ingin prestasi setinggi-tingginya!
Dada Velin terasa tertusuk ribuan pisau mendengar kalimat Darel barusan. Seolah... seolah ia tidak ingin Velin meraih mimpi-mimpinua. Seolah ia tidak suka Velin telah berhasil hingga sejauh ini. Tahap internasional. Bola mata Velin berkaca-kaca. Sungguh luar biasa sakitnya. "Ha ha, kau ingin kita membatalkan olimpiade ini? Begitu?" Berhasil. Darel berhasil membuat luka baru tercipta di hati Velin.
"Setelah kau melukaiku, memaksaku menyatakan cintaku padamu, kau ingin membatalkan olimpiade ini!? Merenggut satu-persatu mimpiku, hah!?" Darel membuang muka dengan cepat. Persetan dengan wajah Velin yang sekarang bagai zombie. Mengerikan dan hampa. Velin tertawa kecil. Pedih.
"Harusnya aku tahu, Darel. Dari awal kita bertemu, itu adalah kesalahpahaman. Kamu..." Velin menunjuk Darel dengan telunjukku yang bergetar antara terluka dan marah, "adalah kesalahan Tuhan yang tercipta dalam hidupku."
Lalu tubuh Velin terperosok ke lantai tak berdaya. Memukul dadanya berulang kali dengan sakit luar biasa dari yang selama ini ia rasakan. Pisau Darel terjatuh di lantai. Dia nampak terkejut dengan Velin yang terjatuh di lantai dan mati-matian menahan agar air matanya tak lagi keluar. Tapi sialnya, air mata itu terus terjatuh.
"Berhenti!" Teriak Velin begitu Darel bermaksud mendekatinya." Jangan mendekat. Kau... perusak mimpiku. Kau, adalah monster yang mengubah pendirianku." Persetan apabila Darel merasakan sakit hati. Toh Velin jauh lebih terluka dibanding dirinya. "Maafkan aku," lirih Darel dalam. Terdengar nada frustasi di dalamnya.
Maaf katanya? Ha ha. Lucu.
"Tapi monster ini mencintaimu," sambungnya dengan pelan.
Cih, mencintai katanya? Kini Velin benar-benar sadar bahwa cinta diciptakan Tuhan hanya untuk saling melukai. Harusnya Velin tidak jatuh cinta dengan Darel! Ini kesalahan terbesar! Tapi buat apa menyesali? Nyatanya, Velin telah jatuh dalam jurang cintanya yang tidak normal. Membuat Velin merasa kisah cintanya benar-benar memilukan.
"Baiklah, kita kembali ke Indonesia," ucap Velin setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia lirik Darel yang nampak lega dan tersenyum kecil. Apa itu? Lega? Lega telah menghancurkan impian Velin? Begitu? Ha ha. Velin tertawa perih dalam hati. Lagi.
"Dengan satu syarat," sambung Velin dingin. Senyum Darel menghilang. Berganti kerutan tak suka. Lalu akhirnya ia hanya diam menunggu kalimat Velin selanjutnya. Lagi-lagi Velin tertawa dalam hati. Menyesali alur hidupnya yang menyedihkan. Menyesali segala arah yang berhubungan dengan cinta. Ya, seharusnya ia tetap menjadi gadis yang cuek akan perasaan bodoh itu. Yang tidak membuka hati pada Darel. Ini salahnya.
Kesalahan terbesarnya.
"Setelah tiba di Indonesia, jauhi aku."
Tangan Darel kembali terkepal erat seketika . Buku-buku jarinya memutih. Rahangnya mengeras. Kedua bola mata kelamnya memandang Velin tajam habis-habisan.
"Pergilah dari hidupku, Darel."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL
RomanceRomance - Thriller - Action [TELAH DITERBITKAN] Highrank : #1 psychopath #1 arrogant #1 Darel #1 posesif #1 gore #1 stalker #2 psycho #2 possesive #20 killer #31 teenfiction #52 dark Velin sama sekali tidak mengenal Darel. Darel adalah...