[17] Menyesal

18.6K 1.1K 93
                                    

Karena mencintaimu bukan hal yang biasa.

-Velin-


DAREL
------------------------

Darel sayang....

Kumohon... bangunlah.

Bertahanlah.

Maafkan aku.

Aku... gadis yang jahat.
... haha, iya 'kan?

Tapi... dengan masih sangat jelas....

Gadis jahat ini- tak bisa untuk berhenti mencintaimu.

**

Pagi yang seharusnya penuh dengan semarak lomba nasional desember ini, justru tergantikan dengan kepanikan tak terduga. "Bawa ke rumah sakit sekarang juga!!!" Teriak pak Devan yang tengah membopung Darel bersama siswa lainnya.

Wajah Darel sangat pucat.

Tubuh Velin bergetar.

Perlahan... samar....

Velin melihat dari dalam mulut Darel, mengeluarkan sesuatu. Apa itu? Tak jelas karena kini sosok Darel semakin jauh dari Velin. Tengah dibopung oleh beberapa siswa. Velin memicingkan mata setajam mungkin.

Ya Tuhan....

Seketika tubuh Velin terjatuh lemas.

Mulut Darel- mengeluarkan busa....

Busa berwarna putih.

"Velin!" Seseorang memeluk Velin erat. Velin menangis dalam pelukannya. Sesak. Dadanya terasa sakit dan sesak di saat bersamaan.

Apa yang terjadi!?

Kenapa aku semakin terlihat jahat!?

"Velin... dia butuh lo. Sekarang dia cuma cowok lemah tanpa lo. Gak ada Darel si idola." Velin semakin terisak. Pagi ini, di tengah kerumunan ramai yang menerkam, ia menyesal. Sangat menyesal.

"Deva... gue jahat Va! Gue jahat!"

Deva yang sudah mengetahui permasalahan Velin dengan Darel itu pun, segera memeluk Velin semakin erat.

**

"Pak, saya ikut!" Pak Tinus mengernyit heran pada Velin. "Ngapain kamu ikut? Biar guru-guru yang ngurus Darel." Gigi Velin seketika bergemeretak, menahan isak. "Pak, saya mau ikut! Pokoknya saya ikut! Bapak izinin atau gak saya bakal datang ke rumah sakit sekarang juga!" Pak Tinus beserta para anggota lomba cerdas cermat yang tertunda karena insiden pagi ini pun menatap Velin kaget.

Velin tak pernah melawan guru sebelumnya. Ia segera mengambil tas sekolahku dan tersenyum pada pak Tinus, "ayok Pak, berangkat sekarang. Darel butuh kita. Harapan sekolah kita...." Velin meneguk saliva sesaat,"ada pada Darel. Darel... adalah idola sekolah ini." Pak Tinus semakin heran melihat tingkah laku Velin. Apalagi kedua matanya yang sembab sehabis menangis.

"Iya 'kan, Pak?"

**

Bau khas rumah sakit yang amat Velin benci tak menyurutkan niatnya untuk bertahan di depan pintu rawat inap Darel. Ada pak Tinus dan tiga guru lainnya yang ikut menunggu bersama Velin disini. "Nak Velin, mending pulang aja. Udah jam dua siang ini. Kamu gak capek?" Itu kata bu Gina, guru bahasa Indonesia yang berwatak ramah dan lembut. Velin tersenyum tipis.

"Saya baik-baik aja kok bu. Saya bakal bertahan disini, sampai Darel sadar."

Pak Tinus yang biasa bersifat galak itu pun, kini ikut memandang Velin iba. Velin menarik napas dan tersenyum lebar untuk menguatkan dirinya sendiri.

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang