"Semesta ini maha luas. Tetapi perasaan ini hanya ingin menetap padamu. Mengapa bisa demikian?"
-Velin-
Prananta's Series
----------------------Jika kau bertemu dengan seorang lelaki bermata hitam kelam... dengan tatto kupu-kupu hitam di punggungnya, dan memiliki kebiasaan menyentuh sesuatu dengan kelingking kanannya terlebih dahulu, bunuh dia.... Tapi, bunuh yang kumaksud ialah siksa dia dengan penyesalan.
Penyesalan terbesar yang luar biasa....
Kalimat demi kalimat sebelum tubuh Viona meledak, terngiang kembali di dalam benak Velin. Tidak. Tubuh Velin mulai bergetar pelan. Sedang sirene ambulan tak kunjung padam. Bulan purnama, menunjukkan dirinya dengan gagah ditengah teriakan dan jeritan mengerikan. Rumah Sakit Jiwa ini masih ramai dari sejam yang lalu.
Benar.
Austin menembak kepalanya sendiri.
Mengakibatkan isi kepalanya pecah berhamburan kemana-mana. Seketika suasana riuh tak bisa dicegah. Melihat semua hal yang terjadi langsung di depan kedua bola matanya itu sendiri, mau tak mau, membuat Velin sedikit terisak. Ia takut. Tapi ia tidak boleh takut. Velin ingin lari dari semua ini. Tapi ia, tidak bisa.
"Velin... are you okay?" Tanya Vredo yang kini membawakan Velin sebuah selimut. Ntah ia mendapatkannya darimana. Velin menatap kosong pemandangan di sekitarnya. Membiarkan Vredo menyelimuti tubuhnya yang hanya terduduk tak berdaya di atas jok mobil. Mereka bertiga, Velin, Vredo, dan Edd, kini berada di tengah kawasan hutan Spanyol setelah kurang lebih setengah jam memberikan bukti dan kesaksian atas kematian Austin yang mengerikan.
Tapi bayang-bayang, detik demi detik ketika kepala Austin pecah berhamburan diledakkan oleh sebuah peluru api, terus berputar di memori Velin bak kaset rusak. Ini de ja vu. Ini sama saat Velin menyaksikan kematian Viona, yang seluruh tubuhnya meledak berhamburan. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Lirih Edd sambil mengamati bulan yang mulai redup.
"Hujan akan turun sebentar lagi," sambung Edd. Vredo tanpa babibu memegang kembali kemudi mobil dan menjalankannya dengan cepat. Ya, mobil Vredo melaju membelah hutan pedalaman Spanyol. Jujur saja, Velin takut kalau-kalau ada orang pedalaman yang akan menguras mereka atau apapun itu. Tapi ada Vredo dan Edd, mereka sudah profesional, ingat?
Ketika Vredo berlari bagai bayangan. Assasint. Hal itu pun masih tergali dalam memori Velin. Satu rintik hujan, mengenai jendela mobil yang tepat berada di sisi kiri Velin. Lalu berubah menjadi rintik demi rintik disusul aungan serigala. "Sialan!" Decih Vredo sambil menggeram marah.
"Apa? Ada apa!?" Tanya Velin panik sambil ikut menatap ke arah depan.Jalan yang mereka lewati semakin menyusut kecil dan banyak pepohonan yang menghalangi. Sedang rintikan hujan, telah berubah menjadi hujan yang mulai lebat. "Kacanya buram, bro! Apa kau masih bisa melihat?" Seru Edd dengan nada khawatir dan kesal. Pasalnya Vredo terus menerjang jalan di depan dengan kecepatan yang masih terbilang laju.
"Tenanglah, aku hafal jalan ini!" Balas Vredo berteriak karena hujan lebat telah meredupkan suara mereka. Dingin.
Hawa dingin mulai merambati seluruh tubuh Velin. Velin terus berdoa di dalam hati. Lalu ia pun menyadari bahwa sedari tadi hati dan pikirannyantak bisa melupakan ucapan terakhir Austin, sedikitpun."Ya, Darel. Pria itu masih hidup."
Tanpa sadar Velin menahan tangis menggigit bibir bawah. Tidak bisa. Akhirnya, air matanya kembali mengalir dalam diam. Deras. Bahkan Velin ragu hujan akan takut tersaingi oleh air matanya. "Kau tahu dimana keberadaan si bejat tua itu!?" Teriak Edd pada Vredo sekuat mungkin. Tapi tetap saja, suaranya kalah akan hujan. Edd mengulangi pertanyaannya sekali lagi dan barulah Vredo menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL
RomanceRomance - Thriller - Action [TELAH DITERBITKAN] Highrank : #1 psychopath #1 arrogant #1 Darel #1 posesif #1 gore #1 stalker #2 psycho #2 possesive #20 killer #31 teenfiction #52 dark Velin sama sekali tidak mengenal Darel. Darel adalah...