[60] Berantakan

9.8K 772 234
                                    

"Tolong cintai aku lagi. Tatap mataku. Dan lihat seberapa dalam aku mencintaimu."

-Darel-

Prananta's Series
------------------------

Dengan terburu-buru Velin kembali menuju meja makan. Napasnya tersenggal-senggal. Rasanya, seluruh tubuh Velin bergetar hingga ke sendi-sendi. "Apa apa denganmu sayang? Kau berkeringatan," ucap Austin khawatir. Velin menggeleng pelan. Tubuhnya serasa oleng. Lalu Velin berusaha tenang setelah kembali mendudukkan bokongnya di kursi makan semula.

"Austin... aku pusing. Aku ingin pulang," lirih Velin serak. Tidak. Tenggorakannya benar-benar kering sekarang. Mengapa hanya dengan kehadiran Darel dapat mempengaruhi Velin sebesar ini? "Benarkah? Yasudah. Mari kita pulang." Setelah membayar seluruh harga pesanan, Austin pun membawa Velin keluar restoran.

Tetapi, ada dua bola mata lagi yang mengawasi Velin. Dan Velin pun tahu, semuanya akan kembali menjadi abu-abu. Pemilik kedua bola mata itu memberi kode. Velin menghela napas. Memejamkan mata sesaat dengan perasaan yang tak karuan hingga, kedua bibir pucat merah muda Velin pun berkata, "Austin, aku ingin ke toilet lagi. Kau duluan saja ke mobil."

**

Bulan purnama bersinar redup. Awan-awan hitam mulai menyelimutinya. Kedua telapak tangan Velin saling bertautan. Resah. Ntah mengapa, Velin merasa, hal yang mengerikan akan segera terjadi. "Kau sudah bertemu dengannya? Pasti sudah." Pemilik kedua bola mata itu tersenyum miring. Vredo.

Velin diam saja. Mengawasi sekeliling. Takut jika tiba-tiba Darel datang dan melakukan hal yang gila padanya. Seperti biasa. "Kau benar-benar tidak berniat kembali padanya?" Tanya Vredo sambil menatap Velin serius. Keduanya tengah berada di beranda restoran lantai dua. Velin harap, Austin tidak apa-apa menunggu di bawah sana.

"Tidak," jawab Velin bergetar. Walau Velin tahu, sebagian dari hatinya mengernyit nyeri. Tidak setuju dengan kata apa yang baru saja meluncur dari bibirnya. Vredo melipat dada. Lelaki itu tersenyum. Senyum yang mengerikan. Ia mengelilingi tubuh Velin dan berkata, "Velin... Rupanya kau belum tahu ya Darel yang sesungguhnya. Kau belum tahu, seberapa gelapnya lelaki itu."

Detik itu juga, Velin spontan memeluk tubuhnya sendiri. Jelas Velin masih ingat, hal-hal gila apa saja yang pernah Darel lakukan tetapi, lagi dan lagi, Darel itu susah ditebak. He's a mysterious man. "Kuberi satu hal." Vredo mendekati Velin lalu berbisik dengan angin malam yang melewati sela-sela telinga keduanya, "puncak paling mengerikan dari seorang Darel itu ketika, ia melukai dirinya sendiri."

Tidak. Oh tidak.

Vredo menatap Velin dalam dan Velin pun tahu bahwa kekhawatiran besar tengah meliputi kedua bola mata Vredo.

"Darel bahkan,  bisa membunuh dirinya sendiri, Lin."

**

Sejak malam itu....

Velin tak bisa tenang. Ia takut. Tanda-tanda Darel akan kembali mendatanginya tak terlihat sekalipun. Tapi justru itu, semuanya seolah terlihat biasa saja. Seperti sebelum bertemu dengan Darel. Ada apa ini? "Ya Rox, letakkan saja disitu." Velin memberi arahan pada para karyawannya pagi ini. Sekitar pukul dua siang nanti, kemungkinan besar kafe Velin telah resmi untuk dimasuki pelanggan.

Baru saja Velin ingin duduk beristirahat, seorang lelaki berhoodie memasuki pintu seenaknya. Kedua bola mata Velin membulat kaget. Vredo. Vredo memberikan Velon kode dan Velin pun mengikutinya untuk keluar. Mengabaikan tatapan-tatapan heran dari para karyawannya sendiri. "Dasar gadis bodoh," umpat Vredo tiba-tiba. Velin sontak mengernyit. Tidak mengerti.

"Kau, ck. Apa kau tahu apa saja yang dilakukan Darel semalam?" Vredo terlihat frustasi. Velin menggeleng. Wajah Velin sendiri tetap terlihat tenang tapi hatinya tidak. Sangat, tidak tenang. "Ikut aku. Aku tidak tahan melihat kelakuannya sejak bertemu denganmu lagi."

**

Vredo membawa Velin ke sebuah kuil sederhana yang indah. Letaknya berada di dalam pedalaman London dan kau dapat melihat sebuah danau bak pantulan cermin yang menghiasi kuil itu. Velin tebak, ini adalah tempat tinggal Darel dan Vredo di London. "Masuklah. Aku benci melihat kondisi rumah gara-gara anak itu," umpat Vredo dan menyuruh Velin memasuki kuil sendirian.

"Darel ada di dalam?" Tanya Velin dengan degup jantung melaju dalam hitungan detik.

"Ada. Tentu saja."

Langkah kaki Velin terasa berat tiba-tiba. Dan ntah untuk alasan apa, Velin ingin segera kabur dari tempat ini. Tapi dilain sisi, Velin juga penasaran ada apa dengan ucapan Vredo dan keadaan Darel yang sekarang. Mungkin Velin bodoh karena ia datang untuk menemui Darel tapi, hatinya ingin melakukan itu jadi, Velin harus apa?

Velin mulai membuka pintu kuil itu. Suara derit pintu samar terdengar. Baru saja satu langkah tubuhnya berada di dalam kuil tersebut, aroma alkohol begitu menusuk hidung Velin. Seketika kedua bola mata Velin membulat ngeri'. Betapa berantakannya tempat ini. Bahkan, botol-botol alkohol tersebar bebas. Pakaian yang tidak pada tempatnya serta, pecahan beling dan kaca.

Velin berjinjit. Berusaha menghindari pecahan kaca itu. Ada dua kamar. Satunya terbuka dan satunya tertutup. Yang tertutup, itu pasti kamar Darel. Velin menghela napas panjang begitu berada di depan pintu tersebut. Rasanya dada Velin begitu sesak dan, jantung Velin terus melaju hingga sakit rasanya. "Darel?" Panggil Velin agak keras. Tak ada jawaban. Velin berniat mengetuk pintu tetapi pintu itu justru terdorong. Tidak terkunci.

Dengan was-was, Velin membuka pintu berwarna coklat tersebut, membiarkan seluruh tubuhnya kaku begitu melihat sosok yang terkapar di atas ranjang dengan genangan darah yang menetes di lengan kirinya yang tergantung. "Darel!" Pekik Velin kaget. Velin segera berlari menghampiri sosok Darel. Velin tidak peduli dengan kamar Darel yang tak lagi berbentuk. Ada puluhan botol alkohol dan Velin yakin semuanya telah habis diminum Darel.

Mata Darel terpejam. Dan darahnya terus menetes. Dari jarak sedekat ini, Velin dapat melihat ada banyak sayatan pada lengan Darel. Dan betapa terkejutnya Velin ketika, melihat sumber menetesnya darah itu. Telapak tangan Darel. Dan di telapak tangan kiri itu teradapat sayatan dalam yang bertuliskan....

Velin is mine.

Velin termundur seketika. Sekujur tubuh Velin dilanda merinding hebat. Tuhan, Darel masih mencintainya... benarkah? Velin mengulurkan tangan sesaat kemudian. Mengelus permukaan wajah Darel yang kusam tak terurus. Darel, betul-betul berantakan sekarang.

Tersadar, Velin mencari sesuatu yang dapat menghambat aliran darah yang menetes itu. Kain. Velin melilitkan kain di permukaan telapak tangan Darel. Lalu, Velin pun membereskan kekacauan di dalam kamarnya. Velin buang botol-botol menjijikkan itu. Juga mengelap genangan darah Darel di permukaan lantai. Baunya anyir. Velin merasa mual. Tapi Velin berusaha menahannya.

Posisi baring Darel tengkurap. Maka, Velin mengubah posisi Darel dengan terlentang. Mata Darel terus terpejam. Sepertinya ia benar-benar tertidur. Velin selimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Suhu pagi ini begitu dingin.

"Dasar pria bodoh," lirih Velin sakit.

Tidak bisakah ia membiarkan Velin dan dirinya berbahagia pada jalan yang lain? Adakah kebahagiaan yang dapat mereka rasa jika bersama? Setelah ribuan badai mengerikan ini, hah? "Tolong cintai aku lagi...." Detik itu juga, kedua bola mata Velin dapat melihat setetes air mata yang mengalir pada mata Darel yang masih terpejam.

"Cintai aku lagi... Lin. Kau, tidak mencintai pria itu. Kau mencintaiku... kau mencintaiku," lirih Darel serak. Dan air matanya semakin deras. Darel, sepertinya mengigau. Velin menatapnya sendu. Menghapus air mata Darel dan, mata indah itu terbuka perlahan. Menampilkan kedua bola mata kelam yang terkadang membuat Velin takut serta jatuh cinta dalam waktu bersamaan.

"Kau datang, sayang. Kau datang... terima kasih. Aku mencintaimu. Sangat. Jangan pernah lagi meninggalkanku. Jangan. Kumohon."








TBC

DAREL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang