Lily berlari kecil menuju meja resepsionis untuk menanyakan dimana ruangan Ayahnya berada. Setelah mengetahuinya, buru-buru ia berlari menuju ruang yang dimaksud. Ia berlarian seakan-akan lupa bahwa ia kesini bersama Aaron.
Tak terasa, Lily sudah sampai di depan kamar inap Ayahnya. Ia mengatur nafasnya sejenak. Tangannya bergerak menuju knop pintu dengan perlahan dan memutarnya. Nafasnya serasa tercekat melihat pemandangan di depannya. Ayahnya terkulai lemas di ranjang itu dan Ibunya masih setia duduk di samping Ayahnya sambil memegang tangan Ayahnya. Lily berusaha setengah mati mempertahankan air matanya agar tidak jatuh. Ia mulai berjalan ke arah Ibu dan Ayahnya dengan hati-hati.
"Mom." Suaranya bergetar saat memanggil Ibunya sambil memegang pundak Ibunya.
"Lily." Tangis Juliana pecah sesaat ia memeluk anak putrinya. Begitu pula dengan air mata Lily yang tadinya masih ada di pucuk mata, kini sudah turun dengan derasnya. Lily pun mengelus punggung Ibunya dengan halus mencoba menenangkan Ibunya.
Sementara itu, Aaron yang tadinya hendak berlari mengikuti Lily berhenti mendadak karena ponselnya berdering tanda telepon masuk. Ia pun berjalan ke tempat yang sunyi untuk menjawab telponnya.
"Ya, Dad?" tanya Aaron langsung. Ia mengantungkan tangan kirinya ke saku celananya sambil memandang Kota New York lewat jendela besar di depannya.
"Kau kemana saja? Aku dengar, kau hari ini tidak ke kantor dan malah membatalkan rapat penting. Memang, ada yang lebih penting dari rapat itu, ha?" tanya Claus di seberang telepon.
Aaron mendengus pelan. Memang begitu Ayahnya. Ayahnya pasti tahu semua yang dilakukan Aaron, dan itu yang Aaron tidak suka. Ia seperti merasa selalu diawasi dan tidak bebas.
Tapi kemudian ia berpikir sebentar. Iya, ya. Memangnya, apa yang lebih penting dari pekerjaannya sekarang? Bahkan, ini pertama kalinya ia membatalkan rapat dengan kliennya. Ia tertunduk tersenyum kecut.
"Aaron! Jawab pertanyaan Dad!" Suara Claus di seberang sana mulai meninggi.
"Tidak. Aku hanya jalan-jalan sebentar saja. Setelah ini aku kembali ke kantor," jawab Aaron kemudian dengan santai. Setelah itu, sambungan telepon diputus. Sekarang, ia berpikir apakah ia harus bertemu dengan keluarga Lily atau tidak. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengunjungi mereka, sekalian berpamitan.
Sesampainya di depan kamar Ayah Lily, ia berhenti sejenak. Tadinya, Ia hendak memutar knop pintu, tapi ia mengurungkan niatnya setelah melihat pemandangan di depannya. Lily dan ibunya tampak sedang berpelukan saling menenangkan diri masing-masing.
Sepertinya, lain waktu saja. Batin Aaron berbicara. Ia pun berbalik dan meninggalkan rumah sakit.
***
Setelah menenangkan diri masing-masing, Lily menyodorkan segelas air putih untuk Ibunya. "Terima kasih," ucap Juliana lemah.
"Kenapa Dad bisa pingsan tiba-tiba, Mom?" tanya Lily. Ia menatap Ibunya seakan-akan meminta jawaban yang pasti.
Di dalam lubuk hati Ibunya, kini beliau sedang bimbang. Bimbang diantara memberitahu yang sebenarnya pada putrinya atau tidak. Beliau tidak ingin melihat anak-anaknya khawatir.
"Tidak apa-apa. Ayahmu hanya dehidrasi biasa," jawab Juliana sekenanya. "Kau tahu sendiri, kan, kalau sekali bekerja ia pasti tidak tahu waktu kapan akan berhenti," lanjutnya meyakinkan Lily.
"Mom, Lily!" Tiba-tiba terdengar suara Aldrich membuka pintunya sedikit kasar. Penampilannya terlihat sudah sedikit tidak rapi.
"Ada apa? Kenapa Dad bisa pingsan?" tanya Aldrich tak sabaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]
Romance(COMPLETED - SUDAH DITERBITKAN) First Series of Bachelor Love Story Lily Anandea Jones, hidupnya yang sudah berkelok-kelok, semakin rumit dikala ia terjerat skandal dengan CEO muda nan tampan dan hot se-New York, Aaron Sebastian Audison. Tinggal sea...