40 | After-Kissing

2.3K 120 3
                                    

"Kalian boleh menyebutnya sebagai hubungan palsu. Tapi bagiku... wanita di depanku ini adalah milikku."

​PYARRR! BUGH! BRAKKK!

Arriane menumpahkan segala amarahnya dengan membuang semua yang ada di mejanya. Wajahnya memerah karena marah. Semuanya berantakan. Bukan barang-barangnya yang sekarang sudah terlihat tidak karuan di lantai. Tapi rencananya yang sudah ia susun dengan baik. Kini sudah berantakan.

"Aku akan membunuhnya! AKU AKAN MEMBUNUH MEREKA!" Suara Arriane menggelegar di seisi ruangannya.

​Sekarang ia sudah tidak peduli. Dengan cara apapun, ia harus membalaskan dendamnya. Cara apapun.

***

Devian berjalan mondar mandir di ruangan Aaron. Yocelyn sedang berdiri bersandar di pilar jendela besar kantor Aaron dengan tangan yang terlipat di depan dan juga dengan tatapan membunuhnya. Sedangkan Aaron, ia justru duduk santai dengan satu kaki yang ia tumpu di kaki lainnya, tanpa merasa berdosa.

​Lily? Jangan ditanya. Sejak kejadian tadi, ia jadi tak banyak bicara. Disaat Devian dan Yocelyn memarahi Aaron tentang ciuman mendadak Aaron pada Lily tadi saja Lily hanya diam mematung. Ia masih belum bisa mempercayai apa yang barusan saja terjadi. Apa yang seharusnya ia benarkan, justru sekarang menjadi terbalik. Dunianya memang benar-benar sudah berputar.

"Aaron, kau..." Devian menahan umpatannya dan kemudian menghela nafasnya kasar. "Apa yang kau lakukan tadi, hah?" pekik Devian kemudian.

Aku hanya menciumnya. Kenapa?" Semua mata yang ada disana langsung mendelik pada Aaron. Sungguh, Aaron menjawabnya tanpa merasa berdosa sama sekalipun, padahal Lily sudah panas dingin saat mendengarnya.

Kau sungguh-sungguh sudah gila, kawan!" seru Devian sambil menggelengkan kepalanya. Sedangkan Aaron hanya mengendikkan bahunya acuh.

"Kakak!" Tiba-tiba pintu kantor Aaron dan menampakkan Grace yang memekik memanggil Aaron. Semua orang di dalam sana tentu saja langsung terfokus pada Grace.

"Kak, sebenarnya berita mana yang benar, ha? Kau ini sangat membingungkan!" seru Grace sambil melempar koran yang pastinya sudah diketahui oleh keempat orang tadi.

Ya, dia memang membingungkan. Ucap Lily dalam hatinya, kemudian ia mendengus.

"Yang jelas, siapapun itu orangnya, dia pasti hanya cemburu," timpal Aaron.

"Sekarang, bukan itu masalahnya." Devian berucap lagi. "Apa yang akan kau lakukan setelah ini, ha? Kau sudah mencium Lily di depan media. Selanjutnya apa?"

Oh Tuhan. Tolong jangan ada lagi orang yang menyebut kata mencium. Karena demi apapun, Lily sudah menahan malunya sekarang. Ia ingin menghujani Aaron dengan umpatannya. Tapi apa daya. Tiba-tiba saja ia menjadi lemah sekarang.

"Tentu saja melakukan apa yang seharusnya kekasih pada umumnya lakukan," timpal Aaron lagi dengan nada polosnya. Kalau saja ada palu, Yocelyn pasti sudah akan melemparkan itu pada Aaron. Yocelyn sudah menahan amarahnya dari tadi. Makanya dia diam saja.

"Apa? Siapa kekasihnya siapa?" Lily yang baru saja bisa tersadar, mulai bersuara dengan nada tingginya.

"Akhirnya kau bersuara." Aaron menyeringai pada Lily.

"Kau ini–" Lily sudah ingin mengumpat, tapi ia tahan karena ia tahu ia tidak akan menang dari Aaron.

"Jangan marah, honey." Tiba-tiba Aaron berucap seperti anak bayi, membuat semua orang di sana yang mendengarnya bergidik ngeri, tak terkecuali Lily.

​"Kak, apa kau sedang sakit?" Tiba-tiba Grace memajukan badannya dan memegang jidak Aaron kemudian ia samakan dengan suhu tubuh badannya. "Kau tidak sakit. Mungkin kau sudah tidak waras."

Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang