45 | Is it Love?

1.9K 96 0
                                    

Hari demi hari berlalu. Tapi bukan hari 'biasa' yang Lily jalani. Tiap hari ia tak henti-hentinya memikirkan apa yang Yocelyn katakan beberapa hari yang lalu. Dan Lily akui, selama beberapa hari ini dia seperti menghindari Aaron. Tapi, sebenarnya dia tidak berniat itu. Ia hanya sedang dihantui perkataan Yocelyn tempo hari itu.

Setiap kali ia berangkat ke kampus, ia ingat itu, Setiap kali ia mandi, ia teringat itu lagi. Setiap kali ia makan, ia teringat lagi. Setiap kali ia berbincang dengan teman-temannya, ia juga teringat lagi. Apalagi kalau bersama Aaron. Pikiran itu tak bisa berhenti begitu saja.

"Apa aku mencintainya?"

"Apa?"

"Ah, tidak. Bukan apa-apa." Bahkan, disaat ia sekarang sedang makan siang bersama Luke saja, Lily tanpa sadar bergumam bertanya pada dirinya sendiri apa dia cinta pada Aaron atau tidak. Ia tak percaya pada dirinya sendiri yang bisa-bisanya memikirkan Aaron saat dia sedang bersama laki-laki lain. Apalagi laki-laki itu cinta pertamanya. Dulu.

"Oh, come on, Lily. Aku ini temanmu dan kau menyembunyikan sesuatu dariku," gerutu Luke.

Oh, rupanya Luke masih menganggap Lily sebagai temannya. Baguslah. "Jadi, aku masih temanmu? Setelah kau yang tanpa bilang apapun padaku langsung pergi meninggalkan temanmu ini?"

"Hahaha. Itu masa lalu, Lily. Saat itu aku harus langsung memulai studi kedokteranku. Tolong maafkan temanmu yang keterlaluan ini," balas Luke sambil tertawa dan kemudian memasang wajah melas seakan-akan meminta dimaafkan Lily.

"Kau tidak cocok dengan muka memelasmu itu, Luke!" Tawa Lily menggelegar mengisi café yang kemudian diikuti oleh tawa Luke. Rasanya mereka seperti kembali ke masa SMA mereka dulu. Hanya saja, apa yang dirasakan Lily pada Luke sekarang sudah berubah.

"Bagaimana denganmu?" tanya Luke kemudian.

"Well, aku masih berkutik dengan buku-buku tebal dan dosen killer yang tersayang," timpal Lily sambil berpura-pura bergidik ngeri dengan gaya yang aneh.

"Menurutku itu sangat asyik," balas Luke sambil menyerutup es lemon tea-nya.

"Ya, mungkin bagimu yang jenius dan kutu buku, hal-hal seperti itulah yang menurutmu luar biasa. Tapi tidak bagiku," ujar Lily dengan nada malas mengingat ia adalah orang yang cukup malas dalam belajar, terlebih ketika dosennya tidak enak dalam mengajar.

"Hahaha. Tapi jujur, itulah yang kusuka darimu."

"Apa?"

"Saat kau menggerutu atau mengeluh terhadap apapun, kau terlihat menggemaskan."

"Kau sangat konyol, Luke!" seru Lily setengah tertawa sambil melempar satu kentang goreng ke arah Luke yang dapat dihindari Luke dengan cepat.

"Aku berkata yang sebenarnya. Kau menggemaskan dan juga cantik."

"Kau adalah pria playboy kelas kakap yang pernah kutemui!" Bahkan, Lily tak menyangka ada pula playboy yang sangat jenius dan juga kutu buku seperti Luke.

Entah kenapa, getaran yang dulu Lily rasakan pada Luke kini sudah seperti memudar sepenuhnya. Dulu dia selalu memerah setiap kali Luke memujinya. Padahal dia sudah tahu kalau Luke itu playboy yang terkenal di seantero sekolah. Tapi sekarang semuanya terasa berbeda. Rasa-rasa itu sudah tidak ada lagi. Luke hanya temannya dan akan selalu menjadi seperti itu. Tidak lebih.

"Aaron sangat beruntung memilikimu," ucap Luke yang tanpa Lily sadari, perkataan itu sendiri terasa sakit saat Luke mengucapkannya.

"Begitulah." Itulah yang orang-orang lihat. Mereka hanya melihatnya dari luar dimana Aaron dan Lily adalah pasangan kekasih. Entah itu kebohongan atau sebuah kejujuran. Bahkan, rasanya sekarang Lily tidak bisa membedakan antara yang mana bohong dan kebenaran.

Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang