46 | I love Her

1.9K 100 1
                                    

Aaron membuka pintu rumahnya dengan wajah yang lelah. Malam ini ia habiskan untuk berbincang-bincang dengan Devian. Tentunya sebagian besar membahas tentang Lily dan sisanya hanya candaan Devian yang selalu mendapat tatapan membunuh dari Aaron.

Dengan mata setengah terkantuk, Aaron berjalan masuk ke kamarnya. Setelah ia selesai berganti baju dengan baju yang lebih santai, ia keluar menuju dapur. Ia tidak berniat untuk makan malam. Karena semua pikirannya sudah membuat perut Aaron kenyang dengan sendirinya.

Setelah beberapa teguk air putih masuk ke perutnya, ia berniat untuk kembali ke kamarnya karena sudah sangat lelah. Tapi kemudian langkahnya terhenti. Ia hampir saja kelupaan kebiasaan barunya beberapa hari ini. Ya, kebiasaan barunya selama beberapa hari ini, yaitu mengunjungi kamar Lily malam-malam dan menatap Lily lekat-lekat. Tak jarang, Aaron juga mencium dahi Lily sebagai pengantar tidur.

Langkahnya yang tadi terasa sangat berat, kini dengan ringannya menuju ke kamar Lily. Dengan sangat hati-hati, ia membuka pintu kamar Lily. Aaron dapat melihat punggung Lily yang tertidur membelakanginya dengan begitu pulas. Nafasnya terlihat naik turun teratur. Dengan langkah yang pelan-pelan pula, Aaron berjalan kearah Lily, tepat di hadapan Lily. Aaron memandangi wanita yang menjungkirbalikkan dunianya itu. Tatapannya menyapu wajah Lily lembut.

Memang benar, Aaron sudah jatuh cinta pada Lily. Wanita itu sudah mampu meluluhkan hati Aaron, selain Rachel. Tapi, ia masih tidak mengerti. Ia tidak tahu apa yang ia lihat dari wanita biasa seperti Lily. Kalau Aaron mau, Aaron bisa saja mencari wanita lain yang sangat cantik dan berasal dari keluarga kaya raya yang mampu menunjang bisnisnya untuk dijadikan kekasihnya. Tapi tidak. Ia tidak munafik. Sebelum ataupun sesudah bertemu Lily, Aaron tidak mempunyai niat itu sama sekali. Walaupun sudah beberapa kali orangtuanya menjodohkannya dengan relasi dekat mereka, seperti Arriane. Tapi Aaron tak pernah menyetujuinya. Bagi Aaron, Lily sudah cukup baginya. Rasanya seperti Lily memiliki daya tarik tersendiri yang tidak semua orang punya. Tapi yang jelas hal itu positif.

"Aku harap diammu beberapa hari ini bukan berarti marah padaku," bisik Aaron lembut pada Lily sembari mengusap pipi Lily. Kemudian, ia mengucapkan "Selamat malam" pada Lily dan mengecup keningnya, seperti yang beberapa malam ini ia lakukan diam-diam saat Lily sudah tertidur pulas. Setelah itu, barulah Aaron beranjak menuju kamarnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aaron juga tak heran Lily sudah tidur. Karena Lily memang tidak bisa tidur larut malam. Rekornya terlama hanyalah sampai jam 10 malam.

Kini, hanya pertanyaan "Bagaimana caranya dia mengungkapkan isi hatinya pada Lily"-lah yang dipikirkan Aaron.

***

​"Mimpi itu lagi," gumam Lily seketika setelah bangun tidur. "Sepertinya aku harus segera menemui psikiater. Aku sudah hampir gila karena Aaron," gumamnya lagi sambil bergegas menuju kamar mandi.

Setelah 10 menit mandi paginya, Lily langsung berdandan seperti biasanya. Dandanan yang tidak berlebihan namun menyegarkan. Setelah selesai, ia meraih ponselnya hendak menghubungi Yocelyn.
​"Yocelyn, aku tidak bisa masuk sekarang."

"Kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?"

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin pergi ke suatu tempat. Jadi, aku minta tolong untuk diizinkan."

"Oh, baiklah. Akan kuizinkan nanti."

"Terima kasih, Yocelyn."

"Anytime."

​Lily tadinya tidak berniat untuk ijin dari sekolahnya. Tapi karena alasan mimpi-mimpinya beberapa malam ini, ia jadi harus melakukannya rela atau tidak rela. Setelah selesai berberes-beres, ia berjalan menuju luar kamarnya, berniat langsung pergi tanpa sarapan.

Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang