"Yocelyn!" Tiba-tiba sebuah suara melengking dari kejauhan memanggil nama Yocelyn. Lily dan Yocelyn sontak langsung menoleh ke sumber suara. Beberapa wanita yang sepertinya sebaya dengan Lily dan Yocelyn datang menghampiri mereka dengan senyum lebar mereka seakan-akan sudah lama tidak bertemu.
"Wow! Anne, Lisa!" pekik Yocelyn histeris menyebut satu-satu nama wanita itu kemudian memeluk mereka satu persatu. "Aku tidak tahu kalau kalian juga datang," ucap Yocelyn tak percaya.
"Well... Ayahku rekan bisnis Ayah Aaron. Jadi, beliau mengundang Ayahku. Tapi karena Ayahku tak bisa datang, jadi aku yang mewakilinya. Aku juga ajak Lisa untuk menemaniku," timpal wanita bersurai emas, Anne, dan diangguki setuju oleh Lisa.
"Rupanya begitu." Yocelyn mengangguk mengerti.
"Ah, Lily, ini Anne dan temannya. Mereka teman SMA-ku di London." Yocelyn memperkenalkan Lily dengan teman-temannya, kemudian Lily tersenyum sopan pada Anne dan Lisa. "Anne, Lisa. Dia Lily–"
"Kami tahu. Dia kekasih Aaron. Mana ada yang tidak tahu. Mungkin se-London pun juga sudah tahu," celetuk Lisa blak-blakan.
Lily dan Yocelyn sempat terkejut. Rupanya Aaron terkenal juga. Entah itu bisnisnya atau Aaron sendiri. "Benarkah? Kabar memang tersebar cepat, bahkan sampai London," ucap Yocelyn, dan Lily setuju dengan itu.
"Hi, Ladies." Tiba-tiba dari arah belakang Lily, sebuah suara berseru. Tepatnya bukan suara. Itu James Dia datang kearah Lily dan yang lainnya dengan senyum 'Lady killer'nya. Tentu saja itu sebutan Lily. Itu bukan tipuan, karena faktanya Anne dan Lisa saja langsung melihat kagum pada James. Mungkin, sangat kagum. Mulut mereka saja terbuka setengah.
"James!" pekik Lily dan Yocelyn senang.
"Wait, kalian kenal pemuda tampan itu?" Tiba-tiba Anne bertanya tak percaya dan dengan gamblangnya memanggil James dengan sebutan 'pemuda tampan'.
"Hmm. Dia teman kami." Yocelyn mengangguk mantap menjawab Anne.
"Dia terlihat sangat... keren," ucap Lisa tiba-tiba, yang sepertinya sedang tidak sadar. Matanya saja daritadi masih terang-terangan memandang James yang sekarang sudah ada di depan mereka.
"James, wow! Malam ini kau terlihat sangat... keren," ucap Lily sambil mengacungkan jempolnya.
"Yah, teman-temanku juga berpikir begitu," sambung Yocelyn sambil berkedip dan menatap ke Anne dan Lisa yang mulai salah tingkah.
Pandangan James mengikuti Yocelyn, dan kemudian tersenyum manis pada Anne dan Lisa. Lily tentu tahu, itu adalah taktik mematikan dari James. Ck, dasar laki-laki.
"Hi, Aku James." James mengulurkan tangannya, tentu masih dengan senyuman mematikannya. Lily dan Yocelyn tak kuasa menahan senyum geli mereka saat melihat Lisa yang sepertinya sudah akan ngiler. Tapi untungnya mereka masih sadar saat menerima uluran tangan James dan memperkenalkan diri mereka masing-masing.
"Lily." James memandangi Lily dari atas hingga bawah. "You look so amazing tonight," lanjutnya kemudian dengan tatapan kagumnya. Lily tidak menanggapinya. Ia hanya tersenyum, tersipu malu karena dipuji.
"So, aku tidak?" Yocelyn memasang wajahnya pura-pura kesal membuat James tertawa geli.
"You too, Yocelyn," ucap James kemudian. "Kalian semua tampak sangat cantik malam ini," lanjut James sambil menatap Anne dan Lisa kembali. Ah, Lily tahu. Dia mencoba menggoda yang mengaguminya.
Dari kejauhan, tampak Aaron yang sedang menahan kesal melihat Lily yang sedang tertawa bersama dengan James. Lily memang tidak sendirian. Disana ada Yocelyn dan dua orang wanita yang Aaron tidak tahu siapa mereka. Tapi tetap saja, pemandangan itu membuat Aaron sedikit... geram? "Permisi, saya tinggal dulu."
"Sepertinya kalian bersenang-senang tanpa mengajakku lagi." Aaron menginterupsi tawa Lily dan yang lainnya. Lagi-lagi sambil merangkul pinggang Lily mesra.
Lily sempat terlonjak kaget saat merasakan sebuah tangan yang tiba-tiba merangkul pinggangnya. Ternyata itu tangan Aaron. Laki-laki itu datang entah darimana menginterupsi mereka, datang dari belakang Lily, membuat James harus bergeser sedikit karena Aaron yang mengambil tempatnya.
"Ah, rupanya ada yang rindu dengan kekasihnya yang sudah ia tinggal sendirian disini," ucap Yocelyn tiba-tiba dengan nada sarkasmenya sambil menyesap champagne yang entah kapan ia mengambilnya.
Aaron hanya menanggapinya dengan berdeham. "Maafkan aku, honey. Kau tidak apa-apa, kan?" Aaron tidak menggubris Yocelyn, malahan ia bertanya pada Lily dengan nada yang sangat sangat sangat romantis dan lembut. Lily tahu. Ini hanya sandiwara. Tapi seberapa kalipun dia meyakinkan dirinya bahwa ini hanya sandiwara drama saja, hatinya tetap tidak mengakuinya. Jujur, Lily suka perlakuan romantis Aaron padanya.
Lily tersenyum kikuk menanggapi Aaron. "Y-ya. Aku tidak apa-apa. Lagipula, kenapa kau kesini? Bukannya kau sedang bersama dengan rekan-rekan kerjamu, ya?"
"Aku sudah terlalu lama dengan mereka. Lagipula, aku sedang ingin denganmu," timpal Aaron yang tentu mengundang rasa iri di sekelilingnya. Tapi tidak dengan James. Laki-laki itu hanya diam menahan tawa. Ia hanya beberapa kali tertawa geli dengan sandiwara Aaron.
"Kau sangat romantis, Aaron," puji Anne dan Lisa mengangguk setuju.
"Itulah aku." Aaron tersenyum sangat bangga, memamerkan keromantisan mereka yang menurut Lily, itu palsu. Mereka tidak tahu saja.
"Selain itu, aku juga khawatir dengan serangga besar," sambung Aaron tiba-tiba, yang tentunya Lily tahu Aaron sedang menyindir James. Bahkan saat mengatakan 'serangga besar' saja, Aaron melirik ke James.
"Awh!" Lily sengaja menyikut perut kanan Aaron, membuat Aaron mengaduh tapi kemudian stay cool.
"Selamat malam, Ladies and Gentleman. Aku harap kalian menikmati jamuan kami." Itu suara Devian. Dia rupanya menjadi MC malam ini. "Maaf saya mengganggu perbincangan Anda semua, tapi mari kita sekarang menuju acara utama malam ini. Untuk tuan rumah, Aaron Sebastian Audison, saya persilakan maju kedepan untuk menyampaikan sambutannya. Mari tepuk tangan," lanjut Devian dan kemudian bertepuk tangan, diikuti dengan para tamu.
"Aku tinggal dulu, semua." Aaron berpamitan meninggalkan Lily dan yang lainnya. Tapi, satu hal yang tak dikira, terutama oleh Lily sendiri. Aaron mencium pipi Lily dengan sangat cepat. Dengan lembut. Lily merasakan hangatnya dan lembutnya bibir Aaron di pipinga yang kemudian hilang. Dirinya pasti sekarang sudah ada di awan ketujuh, padahal hanya di pipi.
Lily tidak dapat mendengarkan apapun. Ia tidak mendengarkan Yocelyn, Anne, dan Lisa yang memekik histeris. Ia tidak dapat mendengarkan suara Aaron di depan sana, di atas panggung. Yang dapat ia dengar, hanyalah suara jantungnya yang berdegup sangat kencang. Tak karuan. Kecupan Aaron di pipi Lily membawa pengaruh besar pada Lily. Tapi Lily tidak tahu saja tentang itu, ia belum menyadarinya.
Tepukan tangan yang meriah menyadarkan Lily kembali. Tapi rona merah di pipi Lily tak kunjung hilang. Dengan pelan-pelan, otaknya menuntun tangan kirinya memegang pipi yang tadi dikecup Aaron. Mengulang kembali rekaman tadi. Membuat Lily berpikir keras. Entahlah. Pikirannya sedang bercampur semua. Baginya, ini semua hanyalah sandiwara. Tapi, kenapa rasanya ini semua seperti nyata dan memang benar apa adanya? Tidak. Tidak. Lily menggeleng keras, membuang jauh-jauh pikirannya, yang ia yakin itu tidak benar.
"Lily, apa kau baik-baik saja? Wajahmu memerah." Rupanya daritadi James memandangi gerak gerik Lily. Laki-laki itu sadar akan Lily yang bersemu merah karena Aaron.
"Ah, aku... aku baik-baik saja. Jangan khawatir," sanggah Lily. Memerah? Hanya karena kecupan di pipi saja, dapat membuat wajah Lily memerah? Lily tak percaya ini. "Aku ke toilet sebentar." Tanpa menunggu jawaban James, ia langsung berlari kecil menuju toilet di ujung aula.
Kali ini, Lily benar-benar harus menenangkan jantungnya. Ia juga harus menghilangkan rona merah di wajahnya. Itu harus.
———————————————————————————
Tbc.
Sunday, 7th October 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love - Bachelor Love Story #1 [PUBLISHED!]
Romance(COMPLETED - SUDAH DITERBITKAN) First Series of Bachelor Love Story Lily Anandea Jones, hidupnya yang sudah berkelok-kelok, semakin rumit dikala ia terjerat skandal dengan CEO muda nan tampan dan hot se-New York, Aaron Sebastian Audison. Tinggal sea...